Maaf, Aku Pantang Cerai! (9)
Pada sore harinya pak RT akhirnya datang, untuk menanyakan soal kejadian tadi siang di rumah ibu mas Wisnu."Saya minta maaf karena baru tau soal kejadian tadi siang. Saya sedang ada urusan dengan pak lurah. Pulang-pulang, saya mendapat kabar kalau terjadi keributan di wilayah ini. Sekarang, saya ingin bertanya dengan Mas Wisnu dan Mbak Alea. Ada masalah apa tadi siang? Wanita di rumah mertua Mbak Alea siapa? Tak ada laporan sama sekali mengenai tamu yang baru datang."Aku menatap pak RT dan mas Wisnu bergantian. Rasanya, kesal melihat suamiku yang hanya diam. Dia diam saja, sehingga pertanyaan Pak RT tak terjawab sama sekali--sama seperti pertanyaanku tadi siang."Silakan tanya langsung sama anak pemilik Rumah yang di tempati wanita itu Pak RT. Saya juga belum mendapat jawaban dari mas Wisnu, soal wanita yang ada di rumah ibunya dan membuat onar di wilayah ini," ujar ku pelan."Siapa yang membuat onar Al? Aku rasa itu hanya salah paham. Kau kan tau siapa Bu Suri, cemburuan walau suaminya jelas pria tak berguna." Ucap Mas Wisnu lagi."Dia tak berguna karena pengangguran kan Mas. Dengar kalau kau tak segera cerita siapa wanita itu, aku pastikan kau akan segera jadi pengangguran juga, agar tau rasanya jadi orang tak berguna seperti suami Bu Suri."Aku menatap tajam mas Wisnu, tak peduli meski pak RT terlihat tak enak hati saat melihat kami bertengkar."Mana aku tau siapa wanita itu, Al? Ibu hanya bilang dia temannya Citra, baru datang ke kota ini daripada kosong kamarku itu lebih baik disewakan."Wah, pintar sekali mas Wisnu mendapatkan jawaban sebagus itu! Apa dia diam sejak tadi untuk memikirkan alasan ini? Sialnya, alasan itu sangat masuk akal."Kalau begitu, sebaiknya lapor dulu Mas. Jadi, tak menjadi tamu yang meresahkan. Besok, minta wanita itu melapor bersama Bu Tika. Sekarang, saya permisi masih ada urusan lain. Soal kejadian dengan Bu Suri, silakan selesaikan dengan damai secepatnya."Aku kembali menatap mas Wisnu setelah mengantar pak RT. Aku masih geram dengan suamiku yang pandai mencari alasan, tapi dia tak tau kalau aku jauh lebih pintar darinya."Al, mas mau bicara soal perbuatanmu tadi. Apa kau tau kalau sikapmu itu bisa membuat ibu semakin marah pada kita? Cobalah, mengalah pada ibu sekali-kali, Al. Agar pernikahan kita tenang seperti dulu."Mendengar ucapan mas Wisnu, aku memilih duduk di depan tak lagi di sampingnya. Aku ingin melihat wajahnya yang tak merasa berdosa sama sekali."Sepertinya, kau lupa, Mas. Ibu tak akan pernah tenang selama kita masih menjadi suami-istri. Apalagi, jika kau menolak menikah lagi. Jadi ingat perkataanku ini, kalau ibumu tiba-tiba baik padaku, maka dapat dipastikan kau menuruti permintaan ibumu. Artinya, bersiaplah kembali menjadi seperti awal menikah dulu.""Al, tolong jangan terus mengancam seperti itu. Benar kalau semua yang aku miliki karena kebaikan Erlangga. Tapi, kau tak perlu selalu mengingatkan soal itu terus lama-lama, aku bosan mendengarnya." Ucap mas Wisnu ketus."Bosan kau bilang? Coba ingat sekali lagi, sejak kapan aku mengingatkan tentang itu? Pastinya, sejak kau bertingkah mencurigakan. Sudahlah, Mas! Aku muak menjadi wanita bodoh di depan ibumu. Jadi, mulai besok aku akan mulai bekerja agar tak selalu direndahkan. Siapa tau, kalau aku kehabisan kesabaran, bisa langsung mengugat cerai dirimu."Aku langsung meninggalkan mas Wisnu. Aku akan berjuang mempertahankan pernikahan ini selama dia belum benar-benar menyentuh wanita itu."Jangan begitu, Al! Aku tak akan mau bercerai denganmu. Jadi, jangan bermimpi kau akan bersatu dengan Erlangga. Itu tak akan pernah terjadi."Aku berhenti melangkah setelah mendengar ucapan mas Wisnu. Kenapa jadi aku dan Erlangga yang jadi tertuduh? Wah, sudah jadi orang yang merasa teraniaya dia?"Kita buktikan saja, Mas. Kau atau aku yang akan ketahuan pada akhirnya? Ingat saja di kepalamu, apa yang akan terjadi kalau kau yang bersalah."Aku kembali menuju ke kamar, membanting pintu dan menguncinya."Al, maaf Al. Dengar penjelasan Mas dulu!"Tak peduli meski mas Wisnu terus mengetuk seperti orang gila, aku pastikan malam ini dia tak akan bisa tidur dengan nyenyak!Maaf, Aku Pantang Cerai! (10)Setelah agak tenang beberapa hari, aku kembali meradang saat mendapat pesan dari Hani: sebuah rekamanan pembicaraan mas Wisnu dan ibunya! [ Ibu, tolong jangan banyak bicara. Begitu juga dengan Wanda. Aku tak mau pernikahan ini diketahui Alea karena aku mencintai istriku itu. Jika bukan karena ibu, aku tak mau menikah dengan wanita mana pun. Ibu bereskan semuanya, aku akan datang begitu waktunya menikah. Ingat! Jangan sampai Alea tau jika tidak aku akan batalkan pernikahan itu. ] Aku menarik napas, lalu mematikan rekaman yang Hani kirim. Jadi, mas Wisnu bersedia menuruti permintaan ibunya? Baiklah, sudah waktunya bergerak! "Kau saja yang bucin pada Wisnu. Sudah jelas dia pengkhianat, masih juga mau bertahan?" Seperti dugaanku, Erlangga marah besar setelah mendengar rekaman itu. Dia memintaku diam karena dia yang akan mengatasi mas Wisnu. "Tapi, bukankah ini terlalu kejam, Lang? Apa tak ada cara lain untuk menyadarkannya?" "Cara apa, Al? Kau tahu?
Maaf, Aku Pantang Cerai! (11)Pak penghulu sudah bersiap untuk menikahkan mas Wisnu dengan wanita pilihan ibunya.Aku menarik napas panjang sembari bersembunyi di antara para tamu undangan, ibu mertua terlihat bahagia mungkin karena mas Wisnu bersedia menikah dengan Wanda."Saya terima nikah dan kawinnya, Wanda binti Anwar Hamdali, dengan mas kawin seratus gram emas dan sebuah rumah dibayar ....""Selamat pagi, kami dari kepolisian. Ingin menjemput saudara Wisnu atas tuduhan pengelapan dana perusahaan."Ucapan mas Wisnu terputus saat dua orang polisi datang untuk menangkapnya. Pria itu terkejut setengah mati, dia pasti tak menduga ini akan terjadi."Apa? Ini tidak benar! Saya tak pernah melakukan korupsi. Ini pasti salah paham.""Tak ada yang salah paham Pak Wisnu, kami sudah mendapatkan bukti-buktinya. Anda merampok perusahaan saya ratusan juta, atau bahkan lebih dari yang kami temukan."Mendengar suara Erlangga membuat Mas Wisnu gemetar. Lalu dia meraih kertas yang di berikan polisi.
Maaf, Aku Pantang Cerai! (12)"Jadi, masih mau bertahan atau sudah sadar sekarang? Al, pria itu memang tak pantas untukmu."Erlangga menatap wajah Alea yang terlihat sedang gundah. Sejak Wisnu di bawa ke kantor polisi tadi, wanita itu terlihat murung, hatinya pasti mulai tak tenang dengan keputusan mereka."Aku akan tetap bertahan, Lang. Kau kan tau kalau mas Wisnu itu sebenarnya baik hanya saja---""Hanya saja dia terlalu bodoh untuk berpikir Al. Kalau begini, menyesal aku menyerahkan kau padanya," ujar Erlangga memotong ucapan Alea."Kau bilang apa tadi, Lang?"Alea menatap wajah Erlangga, dia tadi mendengar ucapan Erlangga namun tak terlalu jelas."Lupakan apa yang aku katakan tadi. Sekarang, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"Alea masih menatap wajah Erlangga. Dia mencoba mengetahui, sesuatu yang disembunyikan pria itu. Namun tak terlihat apapun di wajahnya, karena pria itu terlihat sibuk dengan pekerjaannya."Setelah ini apa yang akan kau lakukan pada mas Wisnu, Lang? Kau tak
Maaf, Aku Pantang Cerai 13"Al, bisakah ibu ikut denganmu?"Aku menatap tak percaya pada wanita yang tak punya malu itu. Setelah apa yang dia lakukan, masih bisa berharap tinggal denganku."Tentu saja ....tidak. Mana mungkin aku akan mengajak orang yang menghancurkan pernikahanku, kau bahkan rela menikahkan suamiku dengan wanita lain, sedangkan selama ini aku begitu berbakti padamu. Sudahlah aku rasa ini adalah terakhir kalinya kita bertemu, semoga ibu bahagia dengan keputusan yang sudah ibu ambil."Wanita itu terdiam tanpa bisa bicara. Setelah aku beri waktu semalam untuk tidur di rumah mas Wisnu, kini waktunya aku tinggalkan rumah anaknya yang akan disita Erlangga, hingga waktu mas Wisnu mendapat pencerahan.""Satu lagi Bu, sudah lama aku tak melihat Citra. Tolong jaga dia jangan sampai menjadi manusia gagal karena didikan ibu, cukup mas Wisnu saja yang hancur, jangan sampai Citra juga sama seperti saudara laki-lakinya."Aku segera pergi menaiki mobil kiriman Erlangga. Pria itu menu
MAAF, AKU PANTANG CERAI 14."Mau aku temani, Al?"Aku menarik napas panjang sembari menatap Erlangga. Setelah itu aku mengelengkan kepala, rasanya kasihan jika membuat mas Wisnu cemburu, karena melihat kedatanganku dengan Erlangga."Yakin kuat? Aku takut kau sedih lalu menangis saat melihat suamimu itu."Erlangga menatap ke arahku, seolah takut aku akan berubah pikiran saat bertemu mas Wisnu."Aku turun sekarang. Pergilah kalau masih ada urusan lain, ada pak Indra yang menemani aku menemui mas Wisnu."Aku segera turun dari mobil Erlangga. Namun pria itu menarik tanganku, lalu merapikan anak rambut yang menutupi keningku."Aku tunggu di sini. Masuklah, jangan menangis jika memang ingin mempertahankan pernikahanmu."Aku menarik napas lalu menganggukkan kepala. Erlangga benar, aku harus kuat demi mempertahankan keputusan berat ini, yaitu pantang cerai dengan suamiku."Mari masuk Bu Alea. Sebentar lagi petugas membawa saudara Wisnu keluar menemui kita."Aku mengangguk lalu menunduk menung
Maaf, Aku Pantang Cerai! (15)"Dek.""Allah!" Aku terpekik saat mendengar suara seorang pria dari kursi teras. Entah sejak kapan dia duduk di situ, aku menurunkan kedua tangan yang tadi melakukan pemanasan sebelum pergi lari pagi."Mas Wisnu? Sedang apa kau di situ?"Matahari belum juga terbit dengan sempurna tapi dia sudah berada di rumahku. Dia pasti berada di sini semalaman, aku menatap pagar yang terkunci lompat pagar hanya itu satu-satunya cara."Maafkan Mas Dek, mendengar kau tinggal di sini juga membuatku senang. Hingga tak bisa tidur jadi memilih datang menemui mu, tapi kau tak mendengar saat aku panggil, jadi terpaksa aku melompat pagar."Aku menarik napas saat mengingat kebodohanku. Bisa-bisanya percaya kalau pria ini akan semudah itu menerima, perjanjian yang aku buat dengannya."Jadi apa maumu, Mas? Bukankah kau setuju. Untuk hidup masing-masing, sampai aku bisa menerima perbuatanmu. Sayangnya kau sudah melanggar lagi janjimu.""Tunggu Dek, aku minta maaf. Jangan lakukan ap
Maaf, Aku Pantang Cerai! (16)"Mas Wisnu! Ibu!"Teriakan Citra memecah kesunyian pagi hari. Aku dan beberapa orang wanita yang sedang berbelanja terkejut mendengarnya. Gadis itu baru turun dari motor yang sepertinya ojek langsung berteriak memanggil saudara laki-lakinya dan sang ibu."Brengsek, dimana sih mereka."Brak ....Terdengar para ibu mengucap istighfar dan mengelus dada, saat melihat gadis itu menendang pintu rumah ibunya. Aku hanya tersenyum melihat perbuatannya."Sepertinya bakal ramai, aku rasa ini akan menjadi masalah yang panjang.""Mbak Alea bicara apa?"Aku mengelengkan kepala saat abang tukang sayur bertanya. Untunglah suaraku kecil, jadi dia tak mendengar apa yang aku ucapkan."Gak apa Bang. Tolong total semua belanjaan saya."Pria itu langsung menjumlahkan semua barang yang aku ambil. Setelah itu menyerahkan belanjaan dalam kantong plastik."Mbak Al, kalau boleh tau kau dan Wisnu sudah bercerai ya? Kenapa tak tinggal satu rumah lagi. Apa benar kata ibu mas Wisnu kala
Maaf, Aku Pantang Cerai! (22)"Al, ijinkan aku masuk. Ada yang ingin aku bicarakan!"Maya dan Erlangga menarik napas saat mendengar teriakan Wisnu. Kedua orang itu segera keluar dan meminta pak Jaja untuk mengijinkan Wisnu masuk."Ada apa lagi Mas? Aku rasa kau harus ingat isi perjanjian kita. Kalau tidak kita bisa akhiri semua ini di pengadilan agama saja, lama-lama muak juga aku melihat tingkah mu."Alea melipat tangan di depan dada. Sedangkan Erlangga hanya menatapnya, sembari menikmati pisang goreng dan bakwan buatan Alea, Wisnu menahan perih di hati saat melihat masakan istrinya dinikmati pria lain."Katakan padaku, Vidio apa yang kau berikan pada Citra? Kenapa dia jadi ingin bunuh diri?"Alea dan Erlangga saling pandang. Mungkin tak menyangka kalau gadis seperti Citra bisa bertekad untuk bunuh diri."Kau yakin dia mau bunuh diri Mas? Coba berikan pisau atau tali untuk gantung diri. Aku rasa dia tak akan berani melakukannya, soal Vidio kau bisa lihat langsung dari ponsel adikmu it