Maaf, Aku Pantang Cerai! (10)
Setelah agak tenang beberapa hari, aku kembali meradang saat mendapat pesan dari Hani: sebuah rekamanan pembicaraan mas Wisnu dan ibunya![ Ibu, tolong jangan banyak bicara. Begitu juga dengan Wanda.Aku tak mau pernikahan ini diketahui Alea karena aku mencintai istriku itu.Jika bukan karena ibu, aku tak mau menikah dengan wanita mana pun.Ibu bereskan semuanya, aku akan datang begitu waktunya menikah.Ingat! Jangan sampai Alea tau jika tidak aku akan batalkan pernikahan itu. ]Aku menarik napas, lalu mematikan rekaman yang Hani kirim. Jadi, mas Wisnu bersedia menuruti permintaan ibunya? Baiklah, sudah waktunya bergerak!"Kau saja yang bucin pada Wisnu. Sudah jelas dia pengkhianat, masih juga mau bertahan?"Seperti dugaanku, Erlangga marah besar setelah mendengar rekaman itu. Dia memintaku diam karena dia yang akan mengatasi mas Wisnu."Tapi, bukankah ini terlalu kejam, Lang? Apa tak ada cara lain untuk menyadarkannya?""Cara apa, Al? Kau tahu? Sekarang ini, Wisnu berada di atas awan. Kalau mau, dia bisa membuangmu dengan mudah. Sialnya, aku terikat janji untuk menuruti kemauanmu. Karena itu, turuti perintahku. Maka, kau akan selamanya bersama pria bodoh itu.""Dia tak bodoh, Lang. Hanya saja, dia tak tega pada ibunya.""Sama saja, Alea Saraswati. Pria yang tak tau arti benar dan salah itu, namanya bodoh."Ish! Aku jadi emosi kalau bicara dengan Erlangga. Aku tau yang dia ucapkan itu benar, tapi rasanya tak nyaman ada orang yang menyebut suamiku bodoh."Aku tahu Wisnu sebenarnya baik, hanya saja dia terlalu patuh pada ibunya. Saat ini, kita hanya perlu membuka matanya untuk melihat. Apa yang tak ingin dia lihat? Keserakahan ibunya, Al!""Mengambil semua miliknya, apa itu tak terlalu kejam? Aku takut akan terjadi sesuatu pada mas Wisnu." Aku masih bernegosiasi agar Erlangga memikirkan cara lain, untuk menyadarkan mas Wisnu."Mengambil semua miliknya adalah cara terbaik, Al. Agar, Wisnu tau apa yang dia korbankan selama ini tak berarti bagi ibunya. Aku bahkan yakin wanita pilihan ibunya itu juga tak mau menikah dengannya kalau dia miskin."Aku semakin pusing mendengar penjelasan Erlangga. Kasihan juga jika rencana itu dijalankan. Apa kuat mas Wisnu kembali miskin? Takutnya, karena pantang cerai aku malah menjaga orang gila. Aku bergidik saat membayangkan suamiku sakit jiwa gara-gara jatuh miskin."Kalau gitu, kau bisa menikah denganku. Jika kau tak mau merawat Wisnu ketika dia menjadi gila, menikah saja denganku." Ucap Erlangga santai."Siapa yang gila? Aku tidak gila, Al! Apa yang ada di otakmu itu, hingga mengira aku gila?" Tiba-tiba mas Wisnu datang ke ruangan Erlangga. Dia bahkan tak mengetuk pintu, apa dia lupa berada di mana saat ini."Jaga bicaramu itu Wisnu. Jangan lupa aku pemilik perusahaan ini, jadi jangan kurang ajar. Apa kau tak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk?"Aku menarik napas panjang berada di antara kedua pria ini. Kepalaku jadi mau pecah rasanya karena mereka asyik ribut melulu. Yang satu cemburuan dan yang satunya selalu bikin panas suasana."Kalian lanjutkan saja pertengkaran kalian. Aku mau pulang dulu. Soal kerja, aku mulai masuk besok, Lang. Ingat, beri aku posisi bagus dengan gaji besar. Aku mungkin akan membutuhkan uang banyak setelah ini, tentu untuk menghidupi diri sendiri karena mungkin tak lama lagi akan menjadi janda," ucapku kembali berdrama."Soal itu, tak usah cemas, Al. Aku masih setia menunggu jandamu." Erlangga mulai ikut drama yang kubuat. Tapi, rasanya agak tidak enak dengan Mas Wisnu. Apa ini tidak terlalu berlebihan?"Diam!" Aku melempar kotak tisu di atas meja Erlangga--bercanda--tanpa memperdulikan wajah mas Wisnu yang sangat marah."Ikut aku!" Tanpa basa-basi, mas Wisnu menarik tanganku. Dengan terpaksa, aku mengikutinya, hingga sampai di ruangannya. Dengan kasar, dia menghempaskan tanganku.Setelah itu, dia mulai mondar-mandir karena mencoba menahan emosinya."Sebenarnya, apa maumu, Al? Aku tak habis pikir. Kau bisa bicara semanis itu pada pria lain, sedangkan denganku? Kau bicara dengan nada ketus terus. Aku ini suamimu, Al. Bukan si Erlangga! Sadarlah, jangan mempermalukan diri sendiri!" Nada frustrasi terdengar dari ucapan Mas Wisnu.Aku menatap suamiku itu tanpa berniat membantah ucapannya. Biar saja dia semakin tertekan dengan semua masalah yang dia buat. Lagian, kenapa dia mengambil keputusan tanpa berpikir? Apa dia pikir aku akan diam saja? Apalagi, keputusannya adalah mengikuti permintaan ibunya untuk menikahi wanita lain?"Aku rasa kau tak perlu memikirkan apapun tentangku, Mas. Mungkin, sebentar lagi, keputusanmu akan menjadi penyesalan terbesar dalam pernikahan kita. Sudahlah! Aku mau pulang menyiapkan keperluan untuk mulai kerja besok.""Kerja apa, Al? Kamu benar akan bekerja lagi?" Mas Wisnu menatapku tajam. "Aku tak izinkan kau bekerja. Tinggal di rumah saja, kau tak bisa hamil. Konon, kerja di luar, bisa-bisa kita tak akan punya keturunan selamanya."Deg!Rasanya sakit sekali karena Mas Wisnu mulai membawa-bawa soal keturunan. Kutahan air mataku dan emosiku."Kalau begitu, turuti permintaan ibumu. Menikahlah dengan wanita yang bisa memberimu anak, Mas. Aku rasa itu jauh lebih baik. Jadi, kau dan aku akan sama-sama bahagia.""Tidak akan!" bentaknya."Terserah!" Aku segera membanting pintu dan meninggalkan ruangan mas Wisnu. Kami tak akan bisa tenang jika terus saling menyerang. Apalagi, saat ini kami sudah saling teriak. Bisa geger kantor ini kalau kami masih di sini berdua.Tak kusangka, aku bertemu kembali dengan Erlangga. Dengan percaya diri dia berkata, "Al, besok kau datang pagi-pagi. Temani aku rapat ke luar. Aku rasa kau pantas jadi sekretarisku. Hani akan menjadi asisten pribadi yang mengurusi kantor, sedangkan kau mengurusi pertemuan di luar denganku.""Alea tidak akan bekerja pak Erlangga. Suaminya masih bisa memberinya nafkah." Mas Wisnu ternyata mengejarku. Dia bahkan mendengar ucapan Erlangga soal menjadi sekretarisnya. Sudah jelas panas hatinya saat mendengar itu."Jangan lupa besok pagi. Lebih pagi, lebih baik. Jadi, kita bisa sarapan bersama." Tanpa mempedulikan mas Wisnu, Erlangga masih saja membuat suamiku marah. Erlangga tahu pasti sifat suamiku yang selalu cemburu padanya meskipun suamiku itu sudah memenangkan aku dari pertarungan cinta."Lang, cukup! Jaga wibawamu sebagai pimpinan, sekaligus pemilik perusahaan. Aku tak mau aura tampan itu memudar.""Alea!""Alea!"Aku berlari mendengar dua teriakan yang memiliki arti berbeda. Erlangga dengan terkejut bahagianya, sedangkan mas Wisnu dengan kecemburuannya.Maaf, Aku Pantang Cerai! (156)"Mama pasti tidak lupa di mana tempat itu? Lihat kain yang di kenakan Aino. Mama tidak lupa kan dengan hadiah istimewa itu?"Erlangga tertawa puas hingga menangis. Alea semakin mengeratkan pegangan tangannya, dia tau Erlangga tengah kembali ke masa paling menyedihkan dalam hidupnya."Siapa jalang yang sebenarnya, Ma. Aku kasihan melihatmu tapi kau sendiri yang menginginkannya, gadis yang kau puja setinggi langit justru wanita mainan suamimu. Dia di puaskan sebelum memuaskan dirimu, mereka bahkan bercinta di tempat tidur yang kau persiapkan untuk acara ulang tahun mu, bahkan mengunakan baju yang sama seperti milikmu. Saat kau mengerang di atas tubuh pria ini, dia tengah membayangkan bercinta dengan Aino buka dengan wanita tua sepertimu."Erlangga menuding jarinya pada sang mama. Terlihat kurang ajar jadi Alea menarik tangan itu dan mengecupnya, membuat Erlangga segera mengusap wajahnya dengan kasar."Rekaman ini yang suamimu minta sebelum mengirim ku ke pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (155)"Apa yang kau lakukan perempuan sialan? Kau menghancurkan perusahaan papaku!"Jennie berteriak seperti orang gila. Dia berusaha menyerang Alea, namun di saat yang tepat seseorang mendekap erat Alea."Jangan berani menyentuh istriku. Kalau tidak kau akan bernasib sama seperti perusahaan papamu, coba saja jika kau ingin membuktikannya."Jennie terkejut mendengar suara dingin di depannya. Dia tak menyangka Erlangga akan datang tepat waktu, dia sudah merencanakan penyerangan pada Alea, tapi tetap saja ketahuan."Dia hanya seorang janda beranak satu, Angga. Kenapa kau begitu mencintainya bahkan mengabaikan aku dan Aino."Jennie benar-benar tak habis pikir pada otak Erlangga. Dia sudah begitu lama berada di sisi Aino, tapi tak membuatnya ingat pada dirinya yang selalu ada ketika Erlangga bertemu Aino."Kau pasti tak bisa melihatnya karena matamu sudah buta. Wanita itu tak hanya cantik wajahnya tapi juga hatinya, sesuatu yang tak kau miliki begitu juga dengan Ai
Maaf, Aku Pantang Cerai! (154)"Selamat siang Bu Alea, bisakah kita bicara sebentar. Saya ada hal penting untuk dibicarakan dengan Bu Alea."Alea menatap wanita yang ada di depannya. Wanita yang baru-baru ini membuatnya pusing, sekarang dengan berani dia mengajak bicara. Apakah pelakor memang tak takut lagi dengan kuasa istri sah."Apa yang ingin anda katakan? Silakan saya akan mendengarkan."Alea memberi kesempatan pada Jennie untuk bicara. Dia ingin tau apa yang wanita ini inginkan, dia juga ingin tau sampai mana kebohongan Erlangga."Sebelumnya saya minta maaf, karena telah membuat Bu Alea dan pak Erlangga menjadi salah paham. Sebenarnya saya memang tak mengenal pak Erlangga sebelum saya pergi ke kantornya, kebetulan saat itu kami bertemu dan satu lift."Alea tersenyum tak menyela penjelasan Jennie. Jari tangannya mengetuk pelan meja, membuat Jennie sedikit gelisah. Ketukan jari Alea berhenti saat pelayan kafe datang membawa pesanan mereka."Silakan nikmati dulu minuman yang anda pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (153)Erlangga mendesah kesal, sembari menatap ruangan sang istri yang terlihat kosong. Wanita itu benar-benar marah hingga tak mau bicara dengannya, bahkan dia rela pindah ke kantor agar ayah dan ibunya tak curiga. Kalau anak dan menantunya sedang ribut, tapi begitu di kantor dia menutup ruangannya dan menghabiskan waktu dengan kedua anaknya. Pintu semua terkunci, jadilah Erlangga tak bisa masuk. Kalau Erlangga tidur di kamarnya, Alea dan kedua anaknya tidur di ruangan Alea, mengunakan tilam lantai."Bos, makan siang sudah siap."Dani berkata pelan sembari menatap kaca pembatas ruangan yang sudah tertutup gorden. Kemudian dia berbalik dan menatap si Bos yang terlihat kacau, jangankan makan, minum saja si bos tak mau."Dan, aku tunggu di ruanganku. Tetap di tempatmu." Melihat Alea muncul di pintu ruang istirahat. Erlangga hendak menemuinya, tapi Alea segera memberinya peringatan untuk tidak bergerak.Dani hanya bisa menggaruk kepalanya. Setelah melihat pintu
Maaf, Aku Pantang Cerai! (152)"Selamat siang Bu Alea, saya perwakilan dari perusahaan Samudra Jaya. Saya ada janji dengan pak Erlangga, tapi di arahkan untuk bicara dulu dengan anda."Alea menjabat tangan wanita yang baru saja menemuinya. Sepertinya wanita ini belum tau prosedur di perusahaan Erlangga."Iya silakan duduk, mohon maaf kalau boleh tau nama anda ....?"Alea bertanya karena sejak tadi wanita ini belum memperkenalkan dirinya. Dia melihat wanita ini sering melirik ke arah ruangan Erlangga, walau suaminya tak bereaksi tapi dia sedikit tak menyukainya."Di perusahaan ini memang seperti prosedurnya. Tamu pria bertemu dengan pak Erlangga sedangkan tamu wanita bertemu istrinya. Pria di sana itu suami saya jadi jangan tergoda dengannya."Alea tertawa seolah ucapan hanya bercanda. Wanita di depannya juga tertawa walau terdengar garing. Alea heran karena sampai sekarang wanita ini belum menyebut namanya sama sekali."Maaf sekali lagi saya harus memanggil nyonya atau nona?" tanya Ale
Maaf, Aku Pantang Cerai! (151)"Assalamualaikum Bu," ucap Alea."Mau apa kau kemari? Mau menertawai kemalanganku ini," tanya Bu Wastika."Bu, sekali saja jangan berpikir buruk padaku. Sejak awal menikah dengan mas Wisnu ibu tau pasti, kalau aku berusaha keras berbakti padamu, karena saat itu aku tak tau masih memiliki orang tua. Jadi aku menganggap ibu sebagai orang tuaku sendiri, apa yang tak ku lakukan untuk kalian semua. Jadi pembantu gratisan aku juga rela, tapi apa pernah kalian menganggap ku? Tidak sama sekali.Ibu terus membenci dan memfitnahku, di depan tetangga bahkan di depan suamiku sendiri. Seolah senang aku diam ibu terus berulah, hingga akhirnya menikahkan suamiku dengan wanita lain. Jika wanita itu baik mungkin aku bisa terima bermadu, tapi wanita itu seorang pelacur yang hamil bukan anak mas Wisnu. Katakan Bu, tidakkah ibu yang telah begitu kejam padaku dan mas Wisnu?"Alea menyeka airmatanya dia sudah tak tahan lagi. Semua yang dia pendam selama ini akhirnya keluar dar
Maaf, Aku Pantang Cerai! (150)"Ada apa? Aku lihat melamun aja daritadi."Erlangga merentangkan tangannya agar sang istri tidur beralas lengannya. Sejak kembali dari beli makanan bersama ibunya, Alea terus diam seolah memikirkan sesuatu."Ini soal ibunya mas Wisnu. Tadi tak sengaja aku melihatnya sedang memulung, apa begitu parah nasibnya, Yank. Apa kau tak ada cara untuk membantunya tanpa berurusan soal uang?"Erlangga menarik napas setelah mendengar ucapan istrinya. Dia memang sudah tau tentang ibunya Wisnu tapi dia belum tau cara untuk membantunya."Kalau kita beri uang pasti nanti dia akan terus meminta. Satu-satunya cara kita memang harus tega padanya, tapi hati ini juga tak kuat melihatnya seperti itu."Kembali Erlangga menarik napas panjang. Masalah Bu Wastika memang susah di selesaikan, karena wanita ini keras kepala dan juga serakah."Hentikan Lang, geli ih."Tiba-tiba Erlangga mengecup leher Alea karena melihat wanita itu mulai melamun lagi. Dia memang tak bisa membuat sang i
Maaf, Aku Pantang Cerai! (149)"Ini benar-benar luar biasa. Aku akan punya cicit lagi," ucap tuan Dirga."Iya Kek, kemungkinan anak kami ini perempuan. Doakan saja agar kelak ada lagi perempuan terlahir dari rahim Alea, jadi keturunan anak perempuan bisa lebih banyak," ujar Erlangga.Plak ...."Ini saja belum lahir tapi kau sudah bermimpi punya anak lagi."Alea memukul pelan tangan sang suami. Dia tak habis pikir dengan apa yang Erlangga inginkan."Kita harus punya rencana, Yank. Bunda anak perempuan satu-satunya, kau juga begitu jadi kita harus berjuang untuk punya anak perempuan lebih banyak."Lang, kau mau aku mutilasi gak itu mu. Enak aja kalau ngomong, lahir kan dulu anak ini baru kita pikirkan yang lainnya," ucap Alea lagi."Yakin mau dimutilasi? Ingat kalau itu tak ada kau tak punya pegangan kalau tidur."Erlangga tertawa saat melihat wajah sang istri yang memerah. Untung mereka bicara berbisik kalau tidak bisa makin malu Alea."Kalau boleh kakek minta. Bisakah acara tujuh bulan
Maaf, Aku Pantang Cerai! (148)"Yank, syukurlah aku sudah bangun. Tolong jangan membuatku takut."Alea terpaku melihat Erlangga memeluknya sembari menangis. Dia masih tak mengerti apa yang terjadi, hanya saja tadi dia bermimpi tentang Wisnu. Membuatnya percaya kalau dia adalah pendosa yang sebenarnya."Tolong pergilah, Yank. Aku minta maaf kalau selama ini bersalah padamu, katakan pada Jenie aku juga minta maaf. Sekarang kembalilah padanya aku akan mengurus perceraian kita."Alea sudah menguatkan hatinya untuk berpisah dengan Erlangga. Dia sudah tau apa yang terjadi memang salahnya, jadi dia rela kehilangan pria sebaik Erlangga."Apa kau dengar sayangku Jennie. Cepatlah datang papi dan mami menunggumu."Alea tersentak mendengar ucapan Erlangga di depan perutnya. Dia masih tak mengerti tapi Erlangga tak mau menjelaskannya, dengan kesal dia menarik rambut sang suami membuatnya mengangkat kepalanya."Apa maksudmu memanggil nama Jennie di depan perutku. Memangnya perempuan itu ada di sana,