Share

Maafkan Aku Salah Membencimu
Maafkan Aku Salah Membencimu
Penulis: Amung

Hanya ada 'kita' dalam pernikahan

Alena bangun dengan tubuh pegal dan sedikit sakit. Ia membuka matanya yang lelah lalu menoleh ke sisi kiri. Di sana telah tertidur seorang laki-laki yang paling ia cintai. Orang yang selalu ada di sampingnya dan menunggunya untuk pulang.

Laki-laki itu adalah orang ia nikahi enam bulan yang lalu. Mereka bertemu secara tidak sengaja di sebuah cafe internet. Saat itu Alena harus mengirim sebuah file dengan cepat. Hanya saja handphone tiba-tiba hilang. Beruntung ia membawa flashdisk dan mengirimkannya di sana.

Mereka berkenalan dan langsung menjadi akrab. Ansen sangat ramah hingga membuat Alena merasa nyaman berada di dekatnya. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk dekat. Dalam tiga bulan mereka berhasil memantapkan diri untuk menikah.

Pernikahan berlangsung dengan sederhana dan hikmat. Alena merasa sangat bersyukur, setelah sepeninggal sang Ayah akhirnya ia mendapat sosok laki-laki lain sebagai tempat ia bersandar di masa depan.

Alena dan Ansen tinggal di sebuah apartemen mewah dengan fasilitas lengkap. Sebenarnya Alena memiliki banyak sekali rumah dan apartemen. Akan tetapi apartemen ini dipilih karena dekat dengan tempat kerjanya.

Alena bangun dan mengambil pakaian yang telah berserakan dimana-mana. Maklum saja, mereka adalah pengantin baru jadi mereka terbilang sering melakukannya. Apalagi Ansen tiga tahun lebih muda darinya. Tentu saja laki-laki itu akan lebih aktif daripada Alena.

Setelah membersihkan sisa-sisa kekacauan sebelumnya. Alena membersihkan diri, setelah itu ia bersiap untuk pergi ke kantor. Sebelum berangkat ia akan mencium pipi suaminya yang masih tertidur. Tak lupa ia akan mengucapkan kata cinta sebagai bentuk kasih sayang.

"I love you."

Suara itu sangat kecil, ia takut suaranya akan membangunkan Ansen. 

Alena pun langsung pergi ke kantor dengan perasaan ringan. Ia merasa Ansen adalah semangat utamanya dalam setiap kegiatan. Setiap kali ia lelah, Ansen akan datang untuk menghiburnya. Itu membuat beban hidup Alena berkurang hingga setengahnya.

Alena bukanlah wanita biasa, ia bekerja sebagai seorang pemimpin perusahaan transportasi. Perusahaan tersebut bukan hanya menaungi kendaraan umum namun juga menaungi berbagai jenis kendaraan dengan basis online. Apalagi saat ini sedang marak penggunaan internet untuk kebutuhan sehari-hari. Hal itu membuat perusahaannya semakin berkembang dengan sangat pesat.

Saat Alena sampai, hampir semua pegawai memberi salam dan hormat padanya. Walaupun ia adalah wanita muda, tapi tetap saja ia adalah pemimpin tertinggi perusahaan. Alena pun bisa dikatakan sebagai bos yang ramah dan mudah diajak berdiskusi. Hal itu membuat para pegawainya menjadi segan dan dekat dengannya.

Saat sore menjelang, akhirnya Alena dapat pulang. Ia sangat merindukan suaminya. Ia ingin cepat-cepat pulang dan memeluk Ansen. Tapi hal pertama yang Alena lihat saat membuka pintu adalah wajah Ibunya yang terlihat dingin.

Ibunya sudah lima tahun menikah lagi dengan seorang pengusaha kecil. Mereka pun memiliki badan yayasan amal untuk membantu anak-anak jalanan. Sangat jarang sekali melihatnya datang berkunjung ke apartemen.

Alena tersenyum melihat sang ibu, tapi sayang ibunya tetap menatapnya dengan wajah masam.

"Kenapa baru pulang? Kamu bekerja setiap hari padahal sudah jadi bos. Apa gunanya memiliki karyawan, jika kamu bekerja terus tanpa pandang bulu. Lihat suamimu, setiap hari ada di rumah dan tidak melakukan apapun. Benar-benar tidak berguna."

Kata-kata yang keluar dari mulut Ibunya sangat pedas, itu membuat Alena menjadi panik. Ia takut Arsen menjadi marah dan tersinggung. Tapi saat melihat laki-laki itu terus menunduk, Alena langsung merasa sedih.

Entah sudah berapa lama laki-laki itu menunduk seperti itu. Sepertinya sang Ibu telah menceramahi nya untuk waktu yang lama. Sebagai seorang istri tentu saja ia tak tega melihat suaminya dimarahi. Tapi sebagai seorang anak, ia tidak berani melawan orang tuanya. Jadi ia hanya bisa membujuk agar ibunya tak lebih marah dari ini.

"Bagaimana keadaan Paman?" ucap Alena mengalihkan pembicaraan.

Mendengar anaknya menyebut suami barunya sebagai seorang Paman, tentu saja sang Ibu marah. Dia memukul pelan kepala Alena hingga dia lupa kenapa dia sampai marah pada sang menantu.

"Kamu selalu saja menyebutnya sebagai Paman. Sudah lima tahun ibu menikah dengannya, tapi kamu tak bisa merubah kebiasaan buruk itu. Panggil dia Ayah, bagaimana pun dia adalah suami Ibu."

Alena tersenyum dan memijit bahunya, sambil membujuk pelan.

"Paman memang baik tapi tidak sebaik Ayah. Bagaimanapun Alena sudah memiliki Ayah kandung sendiri, jadi Alena tak akan memanggil orang lain dalam sebutan Ayah. Lagipula Ibu juga harus menghargai Ansen, bagaimanapun juga Ansen adalah suamiku."

Mendengar anaknya yang cerdas membalikkan kata-katanya, tentu saja Sang ibu hanya mampu diam. Ia tak pernah bisa menang jika Alena sudah mulai berpendapat. Apalagi Alena selalu menggunakan kata-kata lembut setiap kali ia berbicara. Tentu saja sebagai Ibu yang baik, ia tak akan membantah bujukan Alena.

Sang Ibu hanya mendengus dan mengeluarkan barang bawaannya dari keranjang. Barang itu berisi berbagai macam makanan untuk disimpan Alena di lemari es. Beberapa toples sambal dan gorengan-gorengan kering.

Sang ibu menatap Ansen yang masih menunduk. "Kamu kenapa diam saja, cepat ambil piring dan ayo makan bersama."

Alena langsung tersenyum, Ibunya memang galak dan sering menggunakan kalimat-kalimat pedas. Akan tetapi Alena selalu tau bahwa sang Ibu adalah orang yang baik. Hanya saja Ansen tak mengenal ibunya dengan baik. Jadi ia takut Ansen akan salah paham dan membenci Ibunya.

Setelah makan bersama, Alena dan sang Ibu ngobrol dengan bahagia. Sesekali sang Ibu akan berceramah pada Ansen tentang cara menjadi Ayah yang baik. 

Melihat suaminya diam saja, Alena sesekali akan menggenggam tangan suaminya sebagai bentuk dukungan.

Ansen hanya tersenyum seadanya dan kembali menunduk untuk mendengar ceramah Ibu mertuanya.

Setelah malam semakin larut, sang Ibu segera pulang. Wanita itu tak bisa menginap atau berkunjung untuk waktu yang lama. Suaminya ada di rumah dan hanya sendirian. Ia takut laki-laki itu akan kesepian di rumah. Alena pun hanya mampu mengantarkan sang Ibu ke parkiran sambil melambaikan tangan.

Melihat Ibunya sudah tak terlihat lagi, Alena segera masuk dan membantu sang Suami membersihkan piring yang kotor. Saat Ansen melihatnya ikut membantu, laki-laki itu langsung menolak.

"Kamu baru pulang dari kantor. Kamu pasti lelah, jadi kamu pergi membersihkan diri dulu lalu kita akan istirahat. Semua piring kotor ini biar aku yang bersihkan. Lagipula aku tidak memiliki pekerjaan sejak tadi, kalau berdiam diri terus tubuhku akan menjadi tidak sehat. Jadi ini bisa dikatakan sebagai olahraga."

Bujukan Ansen membuat Alena semakin merasa bersalah. Laki-laki itu selalu berhasil membuatnya menjadi lebih baik. Ia tak tau bagaimana jadinya jika ia menikah dengan laki-laki lain.

Alena mencium pipi suaminya dengan lembut sambil mengucapkan terima kasih.

"Terima kasih telah sabar menghadapi ibuku."

Ansen pun menaikkan alisnya tak terima. "Ibu kita Alena, dia bukan hanya ibumu saja tapi dia juga ibuku. Apa kamu lupa kita sudah menjadi satu?"

Alena hanya memeluknya lembut sebagai jawaban dan berterimakasih lagi di dalam hati. Ia berterimakasih pada Tuhan karena menjadikan Ansen sebagai jodohnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status