Se connecter"Wah, lagi ngapain di situ, Bang?" tanya Runi yang baru saja keluar dari kamarnya dengan dandanan rapi.
Dengan santainya, adik ipar Viana itu berjalan menghampiri Yanto dan Viana.
"Apa ini? Wah, uang? Banyak sekali. Uang siapa ini, Bang?"
Runi segera mengambil tempat duduk di samping Yanto, matanya tak lepas dari tumpukan uang yang masih terletak di atas meja.
"Ini uang gaji abang bulan ini, Run."
"Sebanyak ini?"
"Iya, jumlahnya sepuluh juta," ucap Yanto dengan bangga.
"Apa?" Sepuluh juta?!" pekik Runi dengan mata terbelalak.
'Gila, besar banget gaji Bang Yanto. Padahal dia hanya staf biasa tamatan SMA. Aku aja gak ada sebesar itu dikasih sama kak Feyla. Hm, sudah mulai pilih kasih dia.'
Sejumput rasa iri mulai bermain-main dalam pikiran Runi.
'Atau jangan-jangan ini adalah triknya untuk membuat bang Yanto terpikat padanya. Baru jadi karyawan aja udah dikasih gaji sebesar itu, apalagi nanti kalau abang jadi suamin
Akan tetapi, untungnya kekhawatiran itu tidak menjadi kenyataan. Si pelayan tetap bersikap profesional dalam menghadapi sikap Runi tersebut."Oh, kalau begitu silakan ikuti saya, Pak, Bu. Saya akan menunjukkannya pada Anda," jawab pelayan itu dengan tetap memasang senyum ramahnya.Singkat cerita, mereka bertiga kini tampak sedang menikmati makanan yang tersaji di hadapan mereka.Makanan tersebut merupakan rekomendasi dari pelayan restoran tersebut dan memang rasanya tidak mengecewakan."Hmm... lezat sekali makanan ini. Punyamu juga terlihat lezat, Dek. Boleh mas mencicipinya sedikit?" pinta Yanto kala matanya melihat tampilan makanan yang dipilih oleh Viana.Makanan itu begitu menggugah seleranya ditambah lagi dengan ekspresi Viana yang terlihat begitu menikmati makanan tersebut, membuatnya geregetan untuk mencoba."Hadeh, Abang ini norak banget. Kalau suka kan tinggal pesan saja lagi. Uang Abang kan banyak," cetus Runi dengan nada setengah
"Wahhh....Bang, ini kan restoran yang lagi viral itu!" seru Runi dengan suara tertahan saking tak percayanya dia bahwa Yanto akan mengajak mereka makan di sana."Iya, rupanya kamu tau juga ya?" sahut Yanto"Tahu lah, Bang. Kan iklannya sering muncul di medsos dan dari testimoni orang yang pernah makan di sini, mereka kasih bintang lima untuk makanan dan pelayanannya," ujar Runi dengan antusias."Oh ya? Kalau gitu, abang gak salah pilih dong," tukas Yanto sembari tersenyum.Runi mengangguk sambil tersenyum. Dia sudah mengetahui keberadaan restoran ini dari medsos yang sering dipantaunya.Sebenarnya dia dulu pernah mencoba membujuk Feyla untuk mentraktirnya makan di sana, tetapi entah mengapa sekali itu Feyla menolak ajakannya dengan alasan lagi banyak pekerjaan di kantor bahkan Feyla menyarankannya untuk makan sendiri saja di sana.Runi jelas menolak saran Feyla tersebut karena kalau dia makan sendiri di sana berarti dia yang harus mengeluark
"Apa? Sepuluh juta?" Pria paruh baya berkemeja putih dan berdasi hitam itu tampak terkejut mendengar penuturan wanita cantik di hadapannya."Iya, benar sekali Pak Seno. Saya mau karyawan baru yang bernama Yanto itu diberi gaji sebesar sepuluh juta.""Tapi Bu Feyla, itu menyalahi aturan perusahaan. Dia adalah karyawan yang baru satu bulan bekerja. Kalau saya memberikan gaji sebesar itu, bisa – bisa nanti saya dimarahi oleh Pak Indra.""Pak Seno tenang saja, biar saya yang menjelaskan hal ini kepada papa," tukas wanita yang ternyata adalah Feyla.Pak Seno masih terdiam. Terasa berat baginya untuk mengabulkan permintaan Feyla tersebut. Selain karena tidak sesuai dengan peraturan perusahaan, dia juga tidak ingin hal ini kelak akan memancing kecemburuan para karyawan lainnya terlebih lagi bagi karyawan senior yang harus bekerja beberapa tahun dulu baru bisa memperoleh gaji sepuluh juta, berbanding terbalik dengan Yanto yang kelihatan mudah sekali mempero
"Wah, lagi ngapain di situ, Bang?" tanya Runi yang baru saja keluar dari kamarnya dengan dandanan rapi.Dengan santainya, adik ipar Viana itu berjalan menghampiri Yanto dan Viana."Apa ini? Wah, uang? Banyak sekali. Uang siapa ini, Bang?"Runi segera mengambil tempat duduk di samping Yanto, matanya tak lepas dari tumpukan uang yang masih terletak di atas meja."Ini uang gaji abang bulan ini, Run.""Sebanyak ini?""Iya, jumlahnya sepuluh juta," ucap Yanto dengan bangga."Apa?" Sepuluh juta?!" pekik Runi dengan mata terbelalak.'Gila, besar banget gaji Bang Yanto. Padahal dia hanya staf biasa tamatan SMA. Aku aja gak ada sebesar itu dikasih sama kak Feyla. Hm, sudah mulai pilih kasih dia.'Sejumput rasa iri mulai bermain-main dalam pikiran Runi.'Atau jangan-jangan ini adalah triknya untuk membuat bang Yanto terpikat padanya. Baru jadi karyawan aja udah dikasih gaji sebesar itu, apalagi nanti kalau abang jadi suamin
"Ha ha ha.... Jadi hal itu yang ingin kamu sampaikan Deon, hm?""Iya, Bu," jawab Deon sambil menatap Feyla sekilas dengan perasaan heran.'Kenapa bu Feyla tampak biasa saja dengan pemberitaan itu? Bukannya marah, ini malahan dia bisa tertawa seperti itu. Aneh sekali,' gumam Deon dalam hati."Biarkan saja, Deon. Terserah mereka mau menilaiku bagaimana, tidak masalah bagiku. Kalau mereka mulai keterlaluan, ya tinggal pecat saja. Beres kan? Hanya saja di sini aku mau bilang sama kamu kalau sikapku yang kalian pandang berlebihan itu merupakan amanat dari temanku. Yanto adalah abang dari temanku. Saat dia bergabung di perusahaan ini, temanku meminta tolong kepadaku untuk membimbing Yanto dalam urusan pekerjaan karena dia takut abangnya itu tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang baru ini. Jadi dimana letak salahnya kalau aku membantu temanku?"Dengan lihainya Feyla memberi alasan yang masuk akal untuk menutupi niat sebenarnya dia mendekati Ya
Dengan rasa terpaksa, Runi akhirnya mengikuti perintah Yanto. Dia berjalan ke kamarnya dengan langkah kaki yang dihentakkan ke lantai untuk memperlihatkan kekesalannya.Setelah Runi menghilang di balik pintu, Yanto berbalik menatap ke arah Viana."Dek, kenapa tadi kamu ladeni Runi? Kamu kan tau kalau setiap kali kalian bicara ujung-ujungnya akan seperti tadi jadinya. Pusing kepala mas melihatnya. Mas baru pulang kerja, malah disuguhi dengan pertengkaran kalian. Seharusnya tadi itu kamu diam saja. Toh, nanti dia bakal capek sendiri dan akhirnya dia akan diam.""Oh tidak bisa kayak gitu, Mas. Orang seperti Runi itu makin didiemin, dia akan makin ngelunjak. Lagian di sini aku adalah kakak iparnya, status aku lebih tinggi darinya. Atas dasar apa aku harus diam saja jika dia menyudutkanku seperti tadi. Aku juga harus membela diri, Mas. Lagipula yang pertama kali memulai semua ini kan dia. Kita sedang berbicara, eh dianya datang-datang langsung mau ikut campur seperti







