Share

Tante Ninja

Author: Aisyah Ahmad
last update Last Updated: 2025-01-24 14:36:47

'Dia ? Dia kah wanita yang berhasil membuat lelakiku berpaling ? Dia ? Dia kah mentari yang berhasil menyaingi sinar rembulan ? Ah, ternyata dugaanku keliru. Dia bukan seorang pelac*r atau kupu kupu malam. Dia bukan wanita yang gemar berpakaian layaknya telanjang. Tapi... '

"Mbak, perkenalkan saya... Nisa," ucap wanita bercadar itu membuyarkan lamunan Zahra tentangnya.

"Mbak, maaf jika kedatanganku ini mengganggu mbak, tapi Mas Dimas yang memintaku datang kesini," Dimas pun langsung berdiri dan memberikan kursi tempat duduknya untuk Nisa. Ia sengaja memberikan ruang bagi kedua wanitanya untuk berdekatan. Setelah Nisa duduk, Zahra memalingkan wajahnya dan menghadap ke sisi tembok, membelakangi Nisa. Tampak tak sopan memang kelihatannya. Tapi Zahra kini tengah berusaha menyembunyikan luka dalam hatinya serta air mata yang terus berdesakan ingin keluar.

"Mbak... Maaf, beribu kali maaf aku ucapkan. Aku rasa mbak sudah tahu siapa Nisa ini. Nisa tahu mbak sakit, Nisa juga sakit kok mbak... Kita sama sama sakit. Tapi, bagaimanapun, ini semua sudah terjadi mbak. Aku harap, mbak bisa ikhlas menerima Nisa sebagai adik madu mbak Zahra. Maaf aku... "

"Apa kamu mencintainya ?" sela Zahra.

Keduanya pun saling terdiam. Hanya terdengar hembusan nafas keduanya yang masih beraturan.

Nisa terdengar menarik nafas lebih dalam lagi, lantas ia mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Zahra dengan mantap. "Ya, aku mencintainya, mbak. Maaf aku sudah mencintai suami mbak Zahra sedalam ini. Aku sudah mencintai seperti Aisyah yang mencintai Baginda Nabi, dan aku yakin, kaulah Khadijahnya mbak. Kamu adalah wanitanya yang tak pernah terganti walau ada aku disisinya."

Zahra tampak tersenyum miris. Lagi-lagi seperti ada sayatan pisau yang mengaga di hatinya.

"Tidak. Aku bukan Khadijah. Bukankah kau tahu, sepanjang hidupnya Khadijah tak pernah di madu." Zahra akhirnya menghadap ke arah Nisa kembali. ia hendak bangkit untuk ambil minum di nakas sebelah ranjangnya.

Dimas pun berniat membantu Zahra yang tampak kesusahan. Tapi Zahra menepisnya, "Tidak perlu, aku bisa sendiri." ucapnya, lantas meraih gelas itu dan meminumnya sedikit demi sedikit.

"Sini mbak, biar Nisa yang taruh." ucap Nisa. Kali ini Zahra menerima bantuan Nisa. Lantas ia kembali membaringkan tubuh di ranjang rumah sakit itu.

"Mbak... a... "

"Bagaimana jika aku memintamu untuk pergi ?"

Lagi-lagi keduanya terdiam setelah pertanyaan Zahra terlontar. Dimas justru malah memandang keduanya dengan kagum. Awalnya ia berpikir pertemuan keduanya akan berujung keributan seperti halnya yang sering ia lihat di media sosial. Vidio vidio tentang pertengkaran dua wanita yang memperebutkan seorang lelaki. Tidak. Keduanya justru membahasnya dengan cara mereka sendiri.

Lagi-lagi Nisa mengatur nafasnya. "Mbak... Jika aku bisa, aku sudah mundur dari dulu. Aku sudah berusaha untuk mencoba melepaskan. Sayangnya, entah mengapa aku selalu kalah. Aku selalu saja terhipnotis dengan apapun yang ada dalam suami kita. Hingga akhirnya aku menyerah. Aku pasrah, dan mungkin memang inilah takdirku, takdir menjadi yang kedua."

"Dia... Suamiku. Bukan suami kita."

"Mbak, a... "

Krieeek,

Kemudian pintu itu kembali terbuka. Bu Sukma datang bersama seorang perawat yang membawa beberapa berkas laporan perkembangan kesehatan Zahra.

Bu Sukma pun tampak bingung melihat seorang yang asing berada di kamar anak menantunya. Walaupun begitu, dengan membaca situasi, Bu Sukma mulai menyimpulkan siapa sosok itu.

"Assalamu'alaikum, buk." ucap Nisa sembari mengulurkan tangan pada ibu dari suaminya itu. Sayangnya, Bu Sukma mengabaikan dan langsung menuju ke Zahra. Suasana tiba-tiba menjadi hening. Nisa menatap Hakim dengan tatapan yang entahlah. Dan dia juga mulai terlihat tak nyaman. Hingga kemudian suara Bu Sukma memecah keheningan.

"Sayang, nduk. Kamu baik baik saja kan ?"

Zahra mengangguk. Kemudian seorang perawat itu memeriksa kondisi Zahra. Ia menyampaikan bahwa kondisi Zahra kini sudah jauh lebih baik. Hanya butuh banyak istirahat aja untuk memulihkan kembali tubuhnya setelah pendarahan semalam.

"Jadi, kapan saya bisa pulang mbak ? Saya sudah rindu dengan anak-anak."

"Ini sebentar lagi sudah boleh pulang, mbak. Sebentar ya, sabar...nunggu dokternya visit." Jawab perawat cantik itu dengan ramah.

"Oh, ya. Baik mbak. Terimakasih ya"

"Bisa pindah dulu ya mbak, ke ruang perawatan sebelah." ucap perawat tersebut.Zahra memang harus pindah dari ruang UGD, mengingat kini kondisinya sudah baik baik saja.

Setelah perawat itu pergi, Zahra hendak turun dari bed nya. Dimas berusaha membantu, tapi masih di tepisnya.

"Aku bisa sendiri," ucapnya.

Bu Sukma pun melirik Hakim dengan tajam, lalu mengambil alih tangan Zahra dan menuntunnya ke kamar sebelah yang sudah di persiapkan oleh petugas klinik.

Nisa berjalan keluar ruangan juga. Tapi tidak untuk mengikuti Zahra dan Bu Sukma. Ia tampak berjalan cepat menyusuri koridor klinik tersebut dengan perasaan yang tak terbentuk lagi.

"Sa... Sa... Nisa, tunggu Sa !" Dimas mengejar Nisa yang berjalan semakin cepat.

"Sa !"

"Apa sih mas ? Sudahlah, jangan kejar aku. Sana kamu sama mbak Zahra aja. Sudah, cukup mas, sudah aku lelah, aku menyerah ! Biarkan aku mundur saja,"

"Sa.. Tolong...!!!"

"Aku nggak sanggup, mas. Sakit hatiku. Sakit hatiku melihat mbak Zahra yang begitu mencintaimu, sakit hatiku melihat betapa sayangnya ibumu dengannya. Sedangkan denganku ? . Aku tidak meminta lebih darimu kok mas. Soal cinta, biarlah menjadi urusanku. Sakit itu juga sudah resiko. Tapi aku hanya ingin, ingin di akui sah secara agama dan Negara agar anakku nantinya punya akta yang jelas. Punya orang tua yang lengkap di catatan aktanya. Tapi... Ah, sudahlah. Sepertinya sulit untuk ku gapai. Biarlah. Biarlah sakit ini ku rasakan sendiri. Pergilah mas. Temui mbak Zahra. Aku tahu gimana rasa sakitnya." ucap Nisa.

"Sa... Tolonglah, kali ini.... Saja. Kita berjuang lagi ya, sekali lagi. Aku yakin, Zahra nanti pasti akan menerimamu kok. Aku yakin. Ia hanya butuh waktu. Ya... Sedikit lagi... Ku mohon, jangan pergi."

"Ibumu ?"

"Ibu... Biarlah jadi urusanku."

Nisa terdiam sesaat dan lagi-lagi ia selalu terhipnotis dengan ucapan Dimas hingga akhirnya ia luluh lagi. Dimas pun menggandeng tangan Nisa berjalan menuju ruang dimana Zahra di pindahkan.

Di dalam sana, Zahra tengah berbincang dengan bu Sukma. Dan seketika keduanya terdiam saat Dimas dan Nisa masuk ke ruangan itu dengan bergandengan tangan.

Tak ada percakapan saat mereka berempat dalam satu ruangan tersebut. Baik Dimas, Nisa, Zahra dan Bu Sukma. semuanya sama sama diam dan enggan membuka percakapan.

Tak berapa lama, seorang dokter cantik datang, lalu memeriksa kondisi Zahra yang sudah tampak membaik.

"Semuanya bagus, iya... Istirahat yang cukup ya mbak, jangan lupa vitaminnya di minum biar dedeknya sehat."

"Loh, apa dok ? Dokter bilang apa tadi ? Saya hamil dok ?" Zahra pun kaget mendengar ucapan sang dokter. Begitu juga Dimas yang langsung mendongak ketika dokter itu berkata.

"Loh, memangnya ibuk belum bilang mbak ?" tanya dokter itu. Lantas Zahra memandang ibu mertuanya yang kini mengangguk sembari tersenyum haru. Ya, Bu Sukma sudah tahu sejak semalam setelah di lakukan pemeriksaan.

"Maasyaallah," ucap Zahra penuh haru. Di saat seperti ini, justru Tuhan menitipkan malaikat kecil lagi dalam rahimnya.

"Iya, mbak Zahra sudah hamil 4 minggu. Masih sangat rentan. Walau terhitung kuat juga, karena setelah pendarahan semalam dia masih bertahan. Sehat sehat ya mba,". "Makasih dokter" ucap Zahra.

Tepat jam 11 siang, Zahra keluar dari rumah sakit. Bu Sukma menuntunnya sampai lobi depan. Mereka tengah menunggu kedatangan Dani yang sudah di beri kabar oleh Bu Sukma bahwa hari Ini Zahra akan pulang.

"Bu, bareng Dimas saja, Dimas bawa mobil kok."

"Nggak usah, nggak perlu !"

"Buk... Kasihan Zahra lho. Dia kan harus banyak istirahat dan... "

"nggak usah, nggak butuh.. terno ae wedok sund*l iku .. aku emoh ndelok wong e ndek kene! (Nggak usah, nggak perlu ! Mending kamu antar aja itu pelac*r itu ! Nggak sudi aku melihatnya disini !)"

"Buk, Nisa ini istriku juga, bukan pelacur !" bentak Dimas. Bu Sukma enggan menjawab lagi. Hanya meliriknya sekilas dan beruntungnya, Mobil Daninsudah tiba di lokasi hingga pertengkaran itu tidak terjadi lagi.

Dimas terdengar menarik nafas setelah ibu dan Istrinya memasuki mobil Dani dan pergi meninggalkannya bersama Nisa di tempat itu.

"Sa... Maafin ibu aku ya, ibu aku aslinya orangnya baik kok. Dia penyayang. Aku yakin lama kelamaan ibu juga akan nerima kamu. Tolong sabar sebentar ya."

Nisa pun mengangguk. Kemudian Dimas mengajak Nisa bersama dengan mobilnya menuju rumah ibunya. Sepanjang perjalanan, Dimas terus berusaha meyakinkan Istri keduanya bahwa semua akan baik-baik saja.

Tiba di rumah ibunya, Dimas memarkirkan mobil di halaman. Di teras terlihat Rayyan dan Zahwa asik bermain bersama Lintang. Seketika mereka pun menghentikan permainannya saat melihat mobil Ayahnya berhenti. Rayyan masih agak trauma walau sudah bisa tersenyum, sedangkan Zahwa sudah kegirangan melihat kedatangan sang Ayah, seolah sudah melupakan semua kejadian yang terjadi kemarin.

"Ayaaaaah," Zahwa berlari dan langsung memeluk sang ayah. Dimas pun membalas pelukan anak gadisnya itu. Lumayan lama, hingga kemudian, Zahwa tersadar akan sesuatu.

"Ayah... Kenapa Ayah bawa Ninja pulang ke rumah Yang ti ?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
nisa njing, berpakaian syari tapi ngembat laki orang dg alasan cinta. kayak g ada laki2 lainnya aja di dunia ini selain suami orang.
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
masih baik lacur ama gundik ,lacur habis di pake bayar pergi klu gunding pingin kuasain semua surganya dimana ,neraka yg ada dimas tertabraak lumpuh biar rasa zahra cerai
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Madu Suamiku   Sahabat sedekat nadi

    Sementara Di sudut kota itu, tepatnya di sebuah restoran bernuansa hangat, Zahra dan Resti tengah menghabiskan waktu yang biasa di sebut me time. sementara anak-anak sedang bersama neneknya, pagi tadi di jemput Dani dan Dinda, katanya Neneknya rindu."Jadi, serius Bundanya Zean minta kamu nikah sama anaknya?""Iya, Res. ""Ya bagus dong, terus apa yang membuat kamu risau? Itu justru bagus, kalian jadi selangkah lebih maju dong. Harusnya kamu malah seneng lah, udah ketemu sama calon mertua dan disambut dengan baik, bahkan malah di restuin begitu. ""Nggak gitu, masalahnya, kayaknya Bundanya Zean nggak tahu deh kalau aku ini seorang Janda. Apalagi punya dua anak. Kalau tahu sepertinya tak mungkin bundanya Zean nyuruh aku nikah sama anaknya. mana ada seorang ibu nyuruh anaknya nikahin janda, sementara anaknya aja masih jejaka, Res!""Eum... Tapi kalau kamu sendiri gimana, Za?""Gimana apanya?""Ya... Perasaan kamu. Gimana?""Aku? Eum.... "Reesss... Please deh, kita sudah bahas ini sebel

  • Madu Suamiku   Karma Dimas

    Dua hari ia lontang lantung di jalanan setelah kecopetan di terminal. tak ada uang, tak ada hp, akhirnya ia duduk di halte dekat terminal untuk mencari truk muatan barang yang bisa ditumpangi sampai ke malang."Ssshiiit, lapar banget sumpah. Mana nggak ada duit," gumamnya sembari memegang perutnya yang sedari pagi bunyi. Alarm perutnya juga semakin kencang ketika mencium aroma makanan yang di jual di warung sekitar."Bang, minta makanannya dong bang, saya dari dua hari lalu belum makan," ucapnya pada seorang pria yang duduk di halte juga sembari menunggu kedatangan bus. Di tangannya ada kebab yang baru ia makan seperempatnya. Pria itu tampak melihat Dimas dari atas hingga kebawah, "minta, minta! Sana kerja! Masih muda bukannya kerja malah minta minta! Nggak ada nggak ada! Sana!" ucapnya kemudian ia tampak berdiri, "lu mau minta kan? Niiih," ucap Pria itu lagi dengan melempar makanannya ke kaki Dimas. Kemudian ia pun pergi dari Halte tersebut. Sungguh ia tak tahan dengan bau tubuh Dima

  • Madu Suamiku   Menjemput kesalahan

    "Ah, enggak kok Zean, aku baik-baik saja. Nggak ada masalah. Tadi dia bilang mau jemput Nisa ke Bogor.""Mmm... Terus, kamu gimana? Masih... Cemburu kah? Masih Cinta? ""Zean... Namanya juga hati pernah alumni. Pernah ada dan masih di ingatan. Tapi kalau Cinta... Enggak sih. Sudah pudar seiring berjalannya waktu. Apalagi, kisah kita terlalu menyakitkan.""Em... Oke. Oh ya, Za. Kita langsung pulang ya, aku harus buru-buru.""Oh Oke baik. Ada meetingnya Zean? Tadi harusnya nggak apa-apa kok kalau kamu sibuk. Aku bisa sendiri cukup kamu kasih kontaknya saja.""Enggak... Zahra. Aku free hari ini. Tapi tiba-tiba mama jatuh di kamar mandi tadi kata suster. Jadi aku harus buru-buru pulang.""Astagfirullah. Ya Allah, Zean! Yaudah aku ikut aja deh. Aku juga khawatir sama mamah kamu.""Nggak apa-apa?""Aman.""Ya sudah, Ayo.".******Tiga hari berlalu setelah Nina membawa Nisa ke sebuah pondok pesantren. Sore tadi juga Pak Rustam di antar pulang oleh Nina. Semoga menjadi kesempatan agar Ayah Bu

  • Madu Suamiku   Rumah Baru Zahra

    Zahra menoleh. Ia melihat Dimas berlari ke arahnya dengan nafas terengah-engah. "Sorry Neng, ganggu. Aku cuma mau nitip ini buat anak-anak kok." "Jangan di tolak, please. Mungkin Itu untuk yang terakhir kalinya kok Neng, untuk kedepannya aku belum bisa janji bisa ngasih mereka lagi. Tetap aku usahakan. Oh ya, minta doa nya ya Neng. Aku... Mau ke Bogor." "Kamu mau jemput Nisa mas?" "Iya Neng... Aku mau jemput Nisa. Kamu nggak masalah, kan?" "Hm? Ya nggak lah! Justru aku seneng, akhirnya kamu sadar!," "Neng, kok kamu malah seneng? Kamu nggak marah Neng?" "Ha? ngapain juga harus marah mas? Kalau kamu masih suamiku pantas aku marah. Statusnya kan sekarang beda. Yang istrimu sekarang Nisa. Kalau aku marah ya malah aku yang agak lain, kalau dulu marahnya karena kamu salah, sekarang kan kamu benar mau jemput Istri, bukan lagi selingkuhan." "Oh, Iya ya. Hehe. Ya... Ya udah, a aku pergi dulu ya," ucap Dimas sembari garuk kepala yang tak gatal. Ia pun tampak nyengir "Kamu mau pergi jug

  • Madu Suamiku   Posisi Sulit

    "Hiks... Hiks... Nin.. Aku bener-bener bingung, aku benar-benar merasa berada di titik terendahku. Aku merasa Tuhan benci sama aku, aku rasa Tuhan nggak adil, dan aku juga merasa kotor. Tapi untuk belakang ini, aku sudah penuh lima waktu kok, Nin. Aku sudah benar-benar taubat. Aku... ""Bagus lah, aku harap kamu benar-benar bertaubat dari Hati Sa. Aku sarankan sama kamu, lebih baik kamu segera minta maaf pada Istrinya Dimas. Entah, Aku merasa mungkin itu bisa meringankan perjalanan hidupmu.""Iya, Nin. Insyaallah secepatnya. Kalau Ayah... Gimana ya Nin? Aku juga nggak mau kok, Ayah sama Bunda jadi kayak gitu. Tapi aku harus gimana? Jadi aku harus benar-benar pergi?""Yuk, kita pulang, Nisa!" ucap Bunda Alina yang tiba-tiba sudah berada di ujung tangga. Matanya tampak sembab memerah, mungkin habis menangis atau..."Bunda?" ucap Nina dan Nisa bersamaan. Kemudian keduanya berdiri dan menghampiri Bundanya."Loh, Bunda mau pulang sekarang?" tanya N

  • Madu Suamiku   Nasihat Saudara Kembar

    Tiga kali ketukan, tampak seorang wanita yang mungkin seusianya itu menyembul dari balik pintu."Eh, Bu Alina. Mari masuk bu, yang lain pada di ruang tengah," ucapnya dengan ramah."Oh iya, terimakasih mbok,"Mereka pun berjalan beriringan hingga di ruang tengah, tepatnya ruang keluarga"Assalamu'alaikum"Mereka yang tadi asik bercanda dengan cucu pertama keluarga Rustam itu langsung menoleh"Loh, Ayah .. Kok main nggak ajak ajak sih, Bunda kan juga kangen sama Princes satu it.. ""Ngapain kamu ajak dia kesini?""A.. Ayah... ""Sudah ku katakan padamu, aku tidak mau melihat dia lagi! Kenapa kamu bawa dia kesini?! Kamu mau bawa penyakit kesini! Suruh dia pergi! Atau kamu sekalian saja pergi, kalau nggak mau nurut sama suami! " Hardik Pak Rustam, seketika semuanya terdiam. termasuk juga asisten rumah tangga di rumah itu. Dengan sigap Azam mau mengajak Azira pergi, tapi di tahan oleh Nina. Nina nengambil Azira

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status