Plakk !!!!
Bu Sukma menampar Dimas dengan keras. Dimas terhuyung, saat tiba-tiba ibunya menyerang tanpa dia tahu apa alasannya. Tampaknya, Bu Sukma benar-benar murka dengan tindakan anak lelakinya. "Kamu pikir, kamu itu siapa tanpa seorang wanita ? Kalau nggak ada ibuk kamu nggak bakalan lahir! lha ibuk mu iki ya wanita, Le. kamu nyakitin istrimu wi ya sama aja nyakitin ibuk ! Wes puas ntuk mu ngelarani ?" ucap Bu Sukma meneriaki anaknya. sedangkan Dimas tampak memandang sang istri yang hanya diam tanpa membelanya. "Buk... Ibuk, Dimas bisa jelasin semuanya buk," "Hallah, kadaluarsa ! Ibuk Rak butuh penjelasanmu. Kecewa ibuk, Dim ! Kurang opo bojo mu wi ? Kurang opo Zahra kui ? Ayu, gemati. Anak ya wes ono. Opo meneh to sing mbuk karepne ?" "Buk... Ibuk, sik.. Dimas tak matur," Dimas berusaha merayu Ibunya. Ia berusaha meraih tangan Bu Sukma, tapi terus saja di tepis. Zahra sebenarnya tak tega telah membuat pertikaian antara ibu dan Anak itu. Tapi ya, bagaimanapun juga Ibunya berhak tahu itu. Tentang bagaimana reaksi bu Sukma ya Resiko penumpang. "Buk... " "Opo awakmu rak kelingan, Dimas ?" "Kamu itu bisa kuliah, bisa sukses itu karena siapa ? Nek nggak karena pengorbanan istrimu. Kelingan nggak, sing mok nggo kuliah wi duit e sopo ? Zahra rela jual rumah warisan demi awakmu berangkat kuliah luar negri. Kebangeten banget walesanmu !" "Buk... " "Kelingan rak ? Jaman e awak dewe susah, bojomu wi rela jualan donat muter pasar kondisi hamil gede. Kelingan rak awakmu ?" "Ibuk... " Dimas di buat tak berdaya di hadapan dua wanita yang di cintainya itu, "Sopo sing ngancani awakmu naliko susah ? Yo Zahra iki. Anak-anakmu sakit, pas awak dewe ra nde duit. Sabar banget Zahra, telaten ngurusi keluarga. Kelingan rak ? Lain Zahra opo sanggup ? Wes bubar pisahan. Wes, pokok ibuk nggak sudi ndue mantu liane Zahra ! Nggak Ridho ibuk. Lillahita'ala nggak Ridho!" "Buk... Ibuk, Nisa kan juga Istri Dimas, buk... Dimas nggak selingkuh lho, Dimas menikahinya sah, walau secara agama." "Helleh, istri istri opo, ta*k ! Wes, Nek kamu masih mau tak anggap anak, pegat en wi gendakan mu, Talak. rak sudi ibuk, blas rak sudi !" "Buk... Dimas rasa, ibuk itu wanita yang bijak, paham juga agama, ibuk tidak bisa seenaknya saja mengharamkan poligami. Padahal poligami itu sunnah, buk. Sunnah Nabi, harusnya ibuk bisa dukung Dimas, dukung Dimas dalam hal kebaikan." ucap Dimas membela diri. Dalam hati, Zahra merasa sakit banget atas ucapan Dimas. Beruntung mertuanya lebih membelanya dari pada anaknya sendiri. "Pie, pie ? Pisan kas, jal ? Sekali lagi ? Dah merasa pinter ya, nyeramahi ibuk ? Nek trimo dapuranmu ae iso tak kilani ! Siapa yang ngusap ingusmu waktu bayi kalau bukan ibuk ?. Gaya ngomong sunnah, sunnah. Kapan ibuk bilang poligami haram ? Nggak, nggak Haram, tapi nggak gitu cara mu !" "Ayo, kalau kamu pengen dapet sunahnya poligami tak antar ke rumahnya mbak Nur. Janda tua miskin sebelah rumah. Ayo, kebetulan sebelah kakinya juga baru di amputasi jadi nggak bisa kerja. Anaknya ada 4 yang harus di hidupi. Ayo tak antar kalau mau dapat sunahnya poligami. Ikhlas to nduk ?" ucap Bu Sukma sembari memandang ke arah Zahra. Dimas tampak diam, sudah kalah telak dia bingung mau menjawab apalagi atas ucapan ibunya itu. Sementara Zahra tertawa puas dalam hati. Puas sekali rasanya, kesalnya sudah terwakilkan oleh ucapan mertuanya. Poligami dengan alasan sunah, masih ada jaman sekarang ? Kebanyakan yang di cari hanya kesenangan semata. Dimas berjalan mendekati bed dimana Nadia terbaring, "Nyapo ? Arep opo?" tanya Bu Sukma lagi masih dengan nada tingginya, "Nemenin Zahra lah buk, kan Zahra istrinya Dimas." "Lho, iya ta ? Masih istrimu ? Memangnya masih mau Zahra jadi Istrimu ?" "Ibuk, jangan gitu dong, Dimas nggak bisa buk, nggak mau. Dimas sayang sama Nadia." "Hahahaha, sayang, sayang kok dilarani. Kalau sampai Zahra minta cerai, jangan harap kamu masih tak anggap anak. Wes ra sudi ! Ibuk lebih milih Zahra aja dari pada kamu," "Nggak buk, nggak. Zahra nggak akan gitu kan sayang ?" Dimas mendekati Zahra sementara Zahra hanya diam saja. Enggan untuk menjawab ucapan Dimas walaupun Dimas berusaha untuk memulai percakapan dengannya. Malam itu, menjadi malam yang dingin di antara mereka. Satu ruangan tapi tak saling tegur sapa. Bu Sukma sesekali masih mengajak Zahra bicara, walau sekedar menanyakan kondisi Zahra. Tidak dengan Dimas. Justru cenderung di anggap tidak ada oleh keduanya. Hingga pagi menjelang, bu Sukma masih telaten mengurus menantunya. sementara Dimas malah tertidur pulas di sofa. "Ibuk... Ibuk istirahat saja, Zahra nggak apa kok buk," "Iya nduk, nanti. kamu makan dulu yuk, biar cepat sembuh." ucap Bu Sukma sembari menyodorkan sesuap bubur ke mulut Zahra. "Ibuk, Zahra bisa sendiri kok, ibuk istirahat ya, semalaman ibuk ndak tidur, ibuk kalau mau pulang dulu nggak apa. Bersih-bersih diri dulu, Zahra di tinggal nggak apa," "Yo wes, kalau gitu... Ibuk pulang dulu yo nduk, sekalian ibuk masak sama ngurus yang di rumah, ngurus anak-anakmu. Adik-adikmu kan juga pada sekolah nanti." "Iya buk, nggak apa. Maaf ya buk, Zahra malah ngerepotin ibuk." "Halah, wes ora popo, penting kamu ndang sehat. Nggak usah di pikirkan itu si Dimas. Nanti kalau masih macem-macem, wes urusan e ibuk." "Nggeh, Buk." Sepi, sunyi kini yang di rasakan Zahra walau ada sang suami di sudut sana. Dimas masih tertidur dan dia enggan untuk membangunkannya. Suatu hal yang tak pernah ia sangka juga, kisah Novel yang sering ia baca kini menimpa juga padanya. Di madu oleh suami? Ah, rasanya masih seperti mimpi. Zahra membenahi posisi bednya hingga menjadi posisi rebahan, kemudian ia meraih ponselnya dan membuka sebuah aplikasi novel online yang belakangan ini menjadi hiburannya. sesekali juga ia mencoba menulis beberapa kisah hidupnya di sana. "Neng... Kamu, sudah enakan ?" tanya Dimas tiba-tiba setelah ia bangun dari tidurnya. Zahra tak menjawab. Ia masih sibuk dengan ponselnya. "Neng... Kamu masih marah sama, mas ?" tanya Dimas. Lantas ia menarik kursi di sebelah Zahra dan duduk di dekatnya. "Neng... " ucapnya lagi. Kini ia tampak meraih tangan sang istri. Kali ini, Zahra tak menepisnya. Walau hatinya kembali teriris ketika mengingat Foto telanjang suami dan perempuan itu di ponsel Dimas. "Mas... Kamu tahu nggak... Betapa bahagianya seorang wanita ketika ada seorang pria yang gentle datang meminta wanita itu pada walinya untuk di pinang ? Ya, sebahagia itu aku Mas. Waktu Mas Dimas bilang ke Bapak mau menikahi Zahra. Waktu itu... Zahra bilang sama bapak, bahwa Mas Dimas adalah orang yang baik, bertanggung jawab dan pandai beragama. Bapak pun setuju aku menerima pinangan Mas Dimas. Sejak saat itu, hidupku semakin berwarna. Mas Dimas juga selalu bisa membuat Zahra semakin cinta setiap hari. Apalagi setelah kehadiran Rayyan. Kasih sayang serta perhatian Mas Dimas tak pernah berubah, bahkan semakin membuat hatiku tergila-gila mas. Mas Dimas juga selalu meratukan ku. Saat itu, aku merasa... Ya, akulah wanita paling beruntung. Tak pernah ku rasakan kisah kisah di novel novel online yang mana mereka selalu mengeluhkan suami yang dzolim, yang pelit, punya mertua jahat dan ipar yang julid. Aku bahagia, aku bersyukur dan aku merasa, akulah Khadijah-mu di bumi ini, akulah Fatimah-mu di bumi ini. Seperti mana impianku, Menjadi Khadijah yang selalu di ratukan Muhammad, dan tak pernah di duakan sepanjang hidupnya. Seperti Fatimah yang di muliakan Ali, pun tak pernah di duakan sepanjang hidupnya. Nyatanya, aku salah. aku keliru... Aku bukan Khadijah itu, akulah Saudah yang harus rela berbagi ranjang pada madunya. Bedanya, Muhamad tak pernah bohong. Dan Nabiku yang mulia tak pernah bersembunyi di balik sunah demi menuruti nafsunya. Beliau murni karena ingin menolong janda dan para budak. Nabiku yang mulia berpoligami karena tujuan dakwahnya. Kamu ? " "Neng... A... " Krieeek.... Tiba-tiba pintu itu terbuka, dan tampaklah seorang wanita dengan pakaian serba hitam, syar'i lengkap dengan cadarnya. Zahra tampak memandangnya dengan penuh tanya, "Neng... Itu... Nisa." "Perempuan itu?"Di dalam mobil itu, Zahra duduk tenang sembari memandangi jalanan. Beberapa hari terakhir ini dia tak mau pusing dengan hubungan asmaranya yang sudah kandas sejak melihat foto mesra suami dengan Wanita lain."Sesuai lokasi ya mbak," ucap Sopir tersebut membuyarkan lamunan Zahra. "Oh, iya iya pak. Terimakasih ya," ucap Zahra, Zahra segera turun dari mobil itu. Tapi sebelum itu dia juga berpesan pada sopirnya agar tidak pergi dulu dan menunggunya sebentar. Zahra hanya akan menjemput Rayyan di sekolahnya karena hari ini. Sekolahnya pulang pagi. Zahwa malah sudah di rumah, di jemput Resti satu jam yang lalu. Ternyata Rayyan juga sudah duduk di depan sekolahan lumayan lama, beruntung ibu gurunya setia menunggui sampai semua anak di jemput oleh orang tuanya."Maaf ya sayang, Bunda lama ya,""Bu, terimakasih ya, maaf saya telat ""Iya, ndak apa mbak Zahra. Saya santai saja kok selama anak tidak rewel. Kakak Rayyan pintar kok mbak, ndak pernah rewel.""Waaah, iya kah? Anak bunda hebat." uc
Mereka kini tiba di sebuah warung makan yang letaknya di sebelah kanan persis rumah sakit tersebut. Biasanya, Zahra beli di warung depannya tapi kini tutup. Zahra membungkus dua nasi padang untuk mertua dan Nisa. Dinda dan Nisa sudah makan di tempat sebelum akhirnya mereka meninggalkan warung tersebut."Loh, mereka pada kemana?""Kayaknya di dalam mbak,""Emang udah boleh masuk? Bukannya Mas Dimas masih perawatan intensif?""Entah, nggak tahu sih," Dinda mendekati pintunya dan mengintip sedikit yang di dalam."Iya mbak, mereka sedang di dalam. Mungkin di bolehin sama susternya mbak. Kayaknya Mas Dimas juga sudah sadar.""Alhamdulillah... ""Mbak, mbak Zahra apa masih mau lanjutin pernikahan mbak Zahra sama Mas Dimas? " tanya Dinda tiba-tiba. Zahra tampak terdiam sejenak, matanya kosong menerawang jauh ke arah taman rumah sakit. "Mbak... ""Ah, hem... Lihat nanti aja Din. untuk saat ini mbak belum ingin membahas itu.""Ck. Dinda sebenarnya ingin Mbak Zahra tetap jadi kakak iparku sih,
"Mohon maaf dengan berat hati harus saya sampaikan bahwa ibu Nisa, positif tertular Virus dari pak Dimas."Berasa di sambar petir, Nisa langsung luruh seketika saat mendengar kabar buruk tentangnya. Ia menangis sesenggukan. Sumpah, ini sesuatu yang tak pernah terbayangkan dan terpikirkan sebelumnya."Mbaaak... Astagfirullah, astagfirullah... Mbak Zahra, ampuni aku mbak... Maafkan aku. Tolong jangan kutuk aku seperti ini, mbak," ucap Nisa sembari bersimpuh dihadapan Zahra. Zahra jadi merasa iba dan langsung memeluk erat adik madunya itu. Dia memang marah, dia kecewa tapi sedikitpun Zahra tak menginginkan Nisa kena musibah seperti ini, apalagi posisinya sedang mengandung. Mereka sama-sama perempuan, pikir Zahra. "Sumpah, demi Allah Sa. Aku memang marah dan kecewa sama kamu. Tapi sedikitpun, aku tak ada hati buat nyumpahin kamu atau mendoakan apapun yang buruk untuk kamu.""Mbak, aku sudah berdosa kepadamu mbak, dan ini ganjaran yang harus aku terima.""Sa, sudah. Yang berlalu biarlah
"Karena Mas Dimas sakit mbak,""Ya kan yang sakit dia, Sa. Kenapa aku yang tes coba? Gimana sih, kalau ngomong yang jelas dong Sa. Kenapa? Ada apa?""Mbak... Mas Dimas di diagnosa dokter kena penyakit kelam*n""Astagfirullahal'adzim... " ucap Zahra sembari mengusap kepalanya."Iyah mbak. Jadi mbak Zahra juga harus ikut tes, mengingat kalian juga sempat kontak badan kan, beberapa bulan terakhir. Khawatirnya mbak Zahra kena juga, walaupun harapannya jangan."" Astagfirullah, ya Allah. Kok bisa Sa?""Mbak Zahra pasti akan menuduhku juga kan, seperti ibuk tadi. Tapi sumpah mbak, aku bukan wanita liar yang berhubungan dengan banyak lelaki lalu membawa penyakit untuk Mas Dimas""Enggak, enggak gitu maksudnya. Iya aku percaya, aku percaya kamu nggak gitu. Tapi. Ck, kok bisa sih!""Mbak Zahra ingat kan, waktu aku cerita kalau Mas Dimas sempat dekat dengan wanita lain selain aku?"Zahra tampak diam sejenak sembari mengingat-ingat apa yang sudah terlewat."Ini, kalau mbak Zahra nggak percaya ak
Bu Sukma seketika kepikiran dengan nasib Zahra, yang kemungkinan kena imbasnya. walau bu Sukma berharap Zahra tidak kena. "Ya untuk antisipasi ya harusnya mbak Zahra juga di tes buk. Tinggal mereka berhubungan atau tidak, belakangan ini. Kalau iya ya kemungkinan juga kena.""Ya Allah gusti... Ya Allah... Kok ya ujiannya berat banget ya Allah," keluh bu Sukma."Ibuk... Maafin Nisa ya... Sekarang biar Nisa cari mbak Zahra Untuk menebus kesalahan Nisa." ucap Nisa. Kemudian ia berdiri dan melangkah menjauh dari mertua dan iparnya dengan tujuan mencari Zahra."Sa!" ucap Bu SukmaSeketika Nisa berhenti dan terdiam di tempat. Hatinya mendadak menghangat, bisa di panggil oleh ibunya Dimas. "Iya buk?" Nisa menoleh."Kamu mau cari Zahra kemana? Kamu tahu dimana Zahra?""Tidak bu. Mungkin aku akan mulai mencarinya dari sekitar rumah sampai... Yah, kemanapun lah."Bu Sukma tampak mengambil ponselnya dari saku, lalu meminta secarik kertas dari tempat admin dan menuliskan sebuah alamat."Ini alam
"Ya, ini hanya dugaan sementara, Bu. Pasien harus menjalani beberapa tes untuk benar-benar bisa mengetahui apa yang terjadi pada pasien.""Jadi, kira-kira anak saya kenapa dok?" tanya Bu Sukma tampak cemas."Kemarin dia memang mengeluh sariawan dokter. Tapii masak sariawan sampai pingsan begitu""Eh, sama itu... Herpes dok kayaknya ya. Di beberapa bagian kulitnya itu."Dokter itu bergantian menatap bu Sukma dan Nisa. Seperti tidak tega untuk menyapaikannya. Tapi keluarganya wajib tahu kan, apalagi ini menyangkut keselamatan orang."Ini baru diagnosa saya. Pasien terkena Penyakit K*lamin bu,""Astagfirullahal'adzim. Dokter pasti salah periksa kan, ndak mungkin. Ini ndak mungki, Bagaimana mungkin anak saya bisa punya penyakit seperti itu.""Maaf ibu, ini dugaan saja. Semoga saja tidak. Dan kalaupun iya juga harus segera di tindak.""Astagfirullah... Astagfirullah... Dokter... Ya Allah dok... Saya sedang mimpi kan dok. Bagaimana mungkin... ""Bisa saja terjadi karena pergaulan bebas bu,