Home / Romansa / Magang di hati CEO tampan / Bab 7 - Debut Sang Partner Dadakan

Share

Bab 7 - Debut Sang Partner Dadakan

Author: Dacep
last update Last Updated: 2025-06-30 12:56:20

Alya tidak bisa tidur. Permintaan Arka semalam terus berputar di kepalanya seperti film rusak. Menjadi "partner"-nya? Apa maksudnya? Kepalanya pusing memikirkan semua kemungkinan terburuk. Bagaimana jika ia mempermalukan Arka di depan klien penting? Bagaimana jika ia salah bicara atau salah menggunakan garpu? Gambaran dirinya tersandung gaun mahal di tengah restoran mewah melintas di benaknya, membuatnya meringis ngeri.

Tapi di sisi lain, ada suara kecil di hatinya yang berbisik. Ini adalah kesempatan. Kesempatan untuk membuktikan bahwa ia bisa diandalkan, bukan hanya sebagai anak magang, tapi sebagai seseorang yang dipercaya oleh Arka. Ini juga caranya membalas kebaikan pria itu. Setelah bergulat dengan pikirannya sendiri hingga larut malam, Alya akhirnya sampai pada satu kesimpulan pasrah: ia tidak punya alasan kuat untuk menolak.

Keesokan paginya, ia turun ke dapur dengan mata panda dan perasaan pasrah. Ia terkejut mendapati Arka sudah ada di sana, berdiri di depan mesin kopi yang terlihat lebih rumit dari panel kendali pesawat. Pria itu masih mengenakan kaus hoodie dan celana panjang gelap, rambutnya tampak sedikit basah dan wangi sampo tercium samar-samar.

“Mau kopi?” tawar Arka tiba-tiba, tanpa menoleh. Rupanya ia menyadari kehadiran Alya.

Alya, yang masih mengumpulkan nyawa, langsung panik. “Eh... b-bisa, Pak. Tapi jangan yang bikin deg-degan. Saya udah deg-degan sendiri dari semalem.”

Kalimat polos itu sukses membuat Arka berhenti sejenak. Ia melirik Alya dari balik bahunya, dan dengan tekad yang sudah bulat, Alya memberanikan diri.

“Pak… soal permintaan Bapak semalam… Baik, Pak. Saya… saya bersedia menemani Bapak ke acara makan malam itu.”

Arka berbalik, menatapnya sambil bersandar pada meja dapur. Ia mengangguk pelan, seolah sudah menduga jawaban itu. “Bagus. Keputusan yang tepat.”

Ia kemudian menyerahkan secangkir kopi yang baru ia buat kepada Alya. “Kalau begitu, hari ini sepulang kerja, Mbak Rini akan menemanimu mencari gaun. Saya sudah siapkan anggarannya. Pilih saja yang kamu suka.”

Alya menerima cangkir itu. “Soal gaunnya… harus yang seperti apa ya, Pak?”

Arka menyesap kopinya, matanya menatap Alya dari atas ke bawah sekilas. “Jangan yang terlalu tertutup... tapi jangan juga terlalu terbuka. Pilih gaun yang membuatmu terlihat cantik dan berkelas… tapi tidak terlihat murahan.”

Alya nyaris tersedak udara. “Itu… penjelasan paling membingungkan yang pernah saya dengar, Pak,” ceplos Alya.

Di luar dugaannya, Arka tertawa. Bukan senyum sinis, tapi tawa tulus yang ringan dan renyah. Suara tawa yang membuat seluruh aura dingin di sekelilingnya seolah retak. Alya terpaku. Arka yang tertawa seratus kali lebih berbahaya daripada Arka yang dingin.

Menyadari keterkejutan Alya, Arka cepat-cepat berdeham. “Pokoknya, buat klien saya terkesan, tapi jangan buat pria lain salah fokus. Kamu mengerti,” ujarnya, lalu berjalan pergi, meninggalkan Alya dengan jantung berdebar kencang.

Sore harinya, sesuai janji, Alya pergi bersama Mbak Rini ke sebuah butik mewah. Ia nyaris pingsan melihat label harga, tapi Mbak Rini dengan sabar menenangkannya. Pilihan jatuh pada sebuah midi dress berwarna biru dongker yang sederhana namun elegan. Saat melihat pantulan dirinya di cermin, Alya nyaris tidak percaya. Ia terlihat... dewasa.

Malam harinya, kamar Alya disulap menjadi ruang rias darurat. Dengan bantuan tutorial dari internet dan polesan tangan Mbak Rini, ia siap. Saat ia menuruni tangga, Arka sudah menunggunya di ruang tengah. Pria itu tampak luar biasa dalam setelan jas hitam yang pas di badan. Saat Arka melihatnya, ia terdiam sejenak. Tatapannya intens dan sulit diartikan. Tidak ada pujian, tapi keheningannya sudah cukup membuat pipi Alya memanas.

“Sudah siap?” hanya itu yang ia katakan, suaranya sedikit lebih dalam dari biasanya.

Restoran tempat mereka makan malam terletak di puncak salah satu hotel tertinggi di Jakarta, dengan pemandangan kerlip lampu kota yang spektakuler. Pasangan Tanaka, mitra dari Jepang, ternyata sangat ramah. Istri Pak Tanaka tampak menyukai kepolosan dan senyum tulus Alya. Alya berhasil menjalankan perannya dengan baik, menjadi teman mengobrol yang menyenangkan. Dari sudut matanya, ia bisa melihat Arka sesekali meliriknya dengan tatapan yang… sulit dijelaskan. Ada kelegaan, dan mungkin, sedikit rasa bangga.

Saat acara hampir berakhir, Arka mencondongkan tubuhnya. “Kamu melakukannya dengan sangat baik,” bisiknya.

Pujian langsung itu seperti sengatan listrik bagi Alya. Jantungnya berdebar kencang, dan senyum tulus terkembang di wajahnya. “Terima kasih, Pak.”

Mungkin malam ini akan berakhir dengan sempurna, pikirnya.

Namun, saat mereka berjalan keluar dari restoran, seorang wanita cantik dengan gaun merah menyala tiba-tiba berhenti di hadapan mereka. Wajahnya yang familier dari majalah mode itu tampak terkejut, lalu berubah menjadi senyum lebar yang sangat akrab.

“Arka? Ya Tuhan, ini beneran kamu?” sapanya, suaranya terdengar manja.

Arka tampak sedikit terkejut. “Dian. Kamu di sini juga?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 194 - Langkah Balasan

    ​Keheningan di ruang kerja itu terasa berat, dipenuhi oleh kengerian dari kebenaran yang baru saja terungkap. Alya menatap layar ponsel di tangan Arka, nama ‘Yayasan Larasati’ dan ‘Seraphina Wijoyo’ seolah menari-nari mengejeknya.​“Dia tahu,” bisik Alya, suaranya bergetar. “Dia tidak hanya tahu kita sudah bertemu dengan Ibu Melati. Dia tahu setiap langkah kita, Mas. Dia mengawasi kita.”​Perasaan diawasi, perasaan bahwa benteng aman di rumah mereka hanyalah sebuah ilusi, membuat Alya bergidik. ‘Habislah sudah,’ batinnya putus asa. ‘Dia mengendalikan semuanya. Kita tidak akan pernah bisa menang.’​Arka tidak panik. Alya memperhatikan bagaimana suaminya itu memproses keterkejutan. Wajahnya yang tadinya pucat pasi, kini perlahan mengeras menjadi sebuah topeng baja yang dingin. Ia mulai berjalan mondar-mandir, bukan karena cemas, tapi karena otaknya yang tajam sedang bekerja dengan kecepatan kilat.​“Ini bukan sekadar untuk mengisolasi Melati,” kata Arka, lebih pada dir

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 193 - Wali Rahasia

    ​Pertanyaan terakhir Alya menggantung di udara ruang kerja yang sunyi. “Apa hubungan sebenarnya antara ayahku… dan kakakmu?”​Arka menatap dokumen digital di hadapannya, lalu menatap Alya. Wajahnya dipenuhi oleh kebingungan dan rasa sakit yang sama besarnya dengan yang Alya rasakan. Semua yang ia pikir ia tahu tentang ayahnya, tentang keluarganya, kini terasa seperti tumpukan kebohongan.​“Aku tidak tahu, Sayang,” jawab Arka jujur, suaranya terdengar berat. “Aku sama sekali tidak tahu. Ayahmu… dia tidak hanya melindungi Melati. Dia secara aktif terlibat dalam kehidupan Saphira. Memberikan nama keluarganya… itu bukan hal kecil. Itu adalah sebuah deklarasi. Sebuah bentuk tanggung jawab.”​Alya mencoba mencerna implikasi dari semua ini. Ayahnya, yang selama ini ia kenal sebagai pria sederhana dari Garut, ternyata memainkan peran kunci dalam salah satu drama keluarga paling rahasia di Jakarta. Ia bukan sekadar korban, ia adalah salah satu pemain utamanya.​“Tapi kenapa?”

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 192 - Dua Darah, Satu Dendam

    Panggilan telepon itu berakhir, namun gema dari tekad Alya masih tertinggal di udara. Arka menatap layar televisi yang masih menampilkan wajah Seraphina, namun kini tatapannya tidak lagi dipenuhi amarah, melainkan kekaguman pada istrinya. Alya benar. Panik adalah jebakan Seraphina. Dan mereka tidak akan masuk ke dalamnya.​Dengan ketenangan yang baru ditemukan, Arka kembali meraih ponselnya. Alya, yang masih berdiri di dekat televisi, memperhatikannya. Ia mendengar suaminya berbicara di telepon, bukan lagi dengan nada frustrasi, melainkan dengan suara dingin dan penuh wibawa sang komandan.​“Vir, kau lihat beritanya,” kata Arka pada Vira. “Aku mau kau yang pegang kendali penuh atas respons media dan investor. Strategi kita bertahan, beli waktu. Jangan panik, jangan defensif. Rilis siaran pers yang menyatakan kita ‘menyambut baik semua proposal yang bertujuan untuk kemajuan’ dan sedang ‘mengkajinya secara internal’. Buat mereka

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 191 - Serangan Fajar

    Senin pagi, 8 September 2025, dimulai dengan ketenangan yang terasa palsu. Kehangatan intim dari akhir pekan masih tersisa, namun kini dibalut dengan lapisan energi yang tegang. Di meja makan, Arka sudah rapi, namun matanya tak lepas dari tablet yang menampilkan data pasar saham.​“Aku tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata terakhirnya, Mas,” kata Alya sambil meletakkan secangkir kopi di samping suaminya. “‘Adikku’. Dia mengatakannya dengan begitu santai, seolah itu bukan apa-apa.”​Arka mendongak, meraih tangan Alya dan menggenggamnya erat. “Itu adalah gayanya, Sayang. Menjatuhkan bom seolah itu hanya kerikil. Dia ingin kita kehilangan keseimbangan dan terus memikirkannya. Jangan berikan kepuasan itu padanya. Hari ini kita fokus, tetap pada rencana kita.”​Setelah sarapan, Alya bersiap mengantar Bara. Arka menahannya di depan pintu, menangkup wajahnya dengan kedua tangan.​“Apapun yang terjadi hari

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 190 - Deklarasi Perang

    ​“Sampai jumpa, adikku.”​Kata-kata itu, yang diucapkan dengan bisikan dingin, bergema di telinga Alya lama setelah koneksi earpiece itu terputus. Keheningan di ruang kerja terasa memekakkan. Permainan pura-pura, permainan catur yang penuh dengan langkah-langkah tersembunyi, kini telah berakhir. Seraphina telah membuka kartunya. Ia tahu bahwa Arka tahu siapa dirinya.​Seluruh tubuh Alya terasa dingin. Bahaya yang tadinya terasa seperti bayangan yang jauh, kini memiliki wujud yang nyata dan suara yang jelas. Dan bahaya itu terikat oleh darah pada pria yang ia cintai.​Ia duduk terpaku di kursinya, menunggu. Menit-menit terasa seperti jam. Ia menatap pintu, menantikan kepulangan Arka, hatinya dipenuhi oleh campuran antara ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya, dan kekhawatiran yang mendalam akan kondisi suaminya.​Akhirnya, ia mendengar suara pintu depan terbuka. Ia bergegas keluar dari ruang kerja, dan menemukan Arka sedang berdiri d

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 189 - Permainan Catur Antara Saudara

    ​Alya duduk tegang di ruang kerja mereka. Rumah itu sunyi, hanya suara detak jam di dinding dan napasnya sendiri yang terdengar. Di telinganya, terpasang earpiece kecil yang membawanya langsung ke sebuah ruang pertemuan privat di jantung Jakarta. Ia merasa seperti seorang sutradara yang sedang menonton drama paling penting dalam hidupnya dari balik layar.​Ia mendengar suara denting gelas, pergeseran kursi, dan kemudian, suara halus dan dingin yang sudah sangat ia kenali.​“Arka. Sungguh sebuah kejutan. Aku tidak menyangka kau akan meminta bertemu secepat ini.”​Itu suara Seraphina. Tenang, penuh kendali, seolah ia sama sekali tidak terkejut.​“Terima kasih sudah datang, Seraphina,” suara Arka terdengar sama dinginnya, seperti dua bilah es yang beradu. Alya bisa membayangkan ekspresi suaminya saat ini: wajah tanpa emosi, mata yang tajam, persona Kaisar Es yang telah ia pasang kembali sebagai baju zirah. “Saya tidak akan basa-

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status