Share

Yang tak Diduga

Di tahun 2021, 20 tahun setelah malam mencekam itu ...

Deolinda menatap bangga salah satu gedung pencakar langit yang berdiri tepat di depan mata. Menarik napas dan kemudian mengembuskan perlahan, membawa masuk udara pagi ke paru-paru.

“Sudah sebulan aku bekerja di sini. Siapa yang menolak untuk bekerja di tempa ini? Head office Bhaumik Group, perusahaan multinasional,” monolog Deo dengan senyum kebanggaan pada wajah cantiknya.

“Hari ini presdir bakalan memilih CEO untuk supermarket BigMart.”

“Aku penasaran siapa yang akan jadi CEO di sana. Semoga saja Pak Dewingga yang terpilih. Jangan sampai si penjilat Rihana.”

“Aduh, Pak Dewingga jangan ke mana-mana, deh. Cukup jadi asisten pribadi Pak Affandra saja. Biar si Rihana yang pergi. Hilang satu perempuan bermuka dua dari gedung ini.”

Suara-suara hati pegawai HO Bhaumik Group terdengar di telinga Deo. Sangat jelas. Bukan hanya satu, melainkan semua pegawai yang bekerja di sana. Tak ada yang lewat sedikit pun dari telinga tajamnya.

“Dasar penjilat. Kalian semua sama saja,” gumam Deo sambil menatap kesal pintu lobi utama. “Lelah Deolinda mendengar pikiran mereka. Kerja ya kerja saja. Bilangin orang lain penjilat, sendirinya pun sama saja!” ucap Deolinda dengan kesal pada diri sendiri.

Merasa cukup mendengar isi dari pikiran manusia, Deo menutup talenta yang dia miliki sejak kecil, melangkah dengan semangat membara dan niat besar untuk bekerja keras tak peduli dengan perangai pegawai di sana. Deolinda menarik napas dan mengembuskan dengan kuat. Saat itu juga tak ada lagi suara-suara yang tak perlu didengar. Cukup suara yang keluar dari mulut manusia.

“Mari kita menjemput rezeki. Abaikan para penjilat yang maha jago mirip netizen yang maha tahu!” tegas Deolinda pada diri sendiri.

Deolinda masuk dengan senyum dan tak lupa menyapa pekerja lain setelah melakukan presensi di mesin anjungan. Senyum manisnya tak lepas dari bibir tipis dengan lipstik berwarna pink lembut.

***

“Tak ada kabar tentang anak itu?” tanya Maha begitu dia duduk di kursi kerjanya.

“Belum, Maha. Keadaan ini benar-benar membingungkan.” Dewingga mengungkapkan pendapatnya dan dibalas dengan anggukan oleh Maha Dimensi.

“Ya, aku tahu. Bagaimana mungkin aku kehilangan dua puluh tahun dan tak menemukan anak itu?” Maha Dimensi memutar kursi dan menatap lurus ke depan.

“Tidak mungkin ada yang melakukan sabotase. Hanya engkau, Sang Maha, yang mampu  di alam semesta ini. Tak ada yang lain lagi," kata Dewingga.

“Jangan lupa, aku itu hanya ciptaan-Nya. Waktuku sedikit lagi. Jadi, aku harus menemukan mereka. Secepatnya.” Pernyataan Maha membuat Dewingga bingung.

“Mereka?! Bukannya cuma anak kecil itu saja?”

“Tidak.” Maha memutar kembali kursinya. “Mafalda masih hidup. Hanya sebagian kecil saja. Jadi, sebelum masalah besar terjadi, kedua manusia ini harus kuhancurkan.”

“Lalu, bagaimana dengan keluarga mereka?” Dewingga menanyakan hal terlarang untuk mereka. Menyebabkan kesedihan mendalam untuk orang yang ditinggalkan.

“Pada dasarnya, manusia tidak dapat menerima kekuatan supranatural apa pun dari makhluk dimensi lain. Karena mereka tercipta sudah dengan ketentuan Sang Pencipta. Manusia adalah makhluk kesayangan Sang Pencipta. Itulah alasan aku berada di sini. Menjadi penyeimbang untuk mereka.”

Dewingga tak berbicara apa pun. Hanya menatap Maha yang penuh misteri itu. Wajah sang Majikan terlihat tak terbaca, tidak dengan makhluk lainnya. Wajar saja, dia adalah sosok yang tak tertandingi, diciptakan dengan segala kesempurnaan untuk menjaga alam semesta.

“Namun, Maha. Ada satu hal yang masih belum kupahami?” Dewingga menunggu Maha Dimensi  untuk menerima pertanyaan itu.

“Mengapa manusia harus melakukan kejahatan, penghinaan, kekerasan, kebencian dan semua bentuk kesalahan lain?” Maha Dimensi menjawab dengan bertanya balik. “Juga keserakahan.”

Dewingga tidak merasa heran. Maha Dimensi tahu segala hal. “Benar, Maha. Dan mengapa Maha Pencipta tidak memberikan hal yang sama seperti kami?”

“Karena keseimbangan,” jawab Maha singkat. “Seluruh alam semesta harus berjalan dengan seimbang. Kejahatan dan kebaikan. Terlebih lagi, manusia adalah makhluk lemah dan rapuh. Bisa kau bayangkan, jika manusia memiliki kekuatan supranatural sama seperti kalian? Tidak memiliki saja, mereka sudah mencari dan mencari makhluk Dimensi Gelap. Apalagi jika mereka diberikan kekuatan. Kau bisa menebak apa yang terjadi, bukan?”

Dewingga paham kini. Dan tak seharusnya dia bertanya seperti itu. Namun, dia bukanlah sosok yang sempurna seperti Maha, hanya satu sosok yang akan lenyap suatu saat nanti. Terutama jika melakukan kesalahan fatal sama seperti Mafalda.

“Dia benar-benar menambah pekerjaanku ini,” keluh Maha tiba-tiba. “Memangnya tidak bisa aku menyelesaikan sepuluh ribu tahun ini dengan tenang?”

Dewingga menatap tak percaya. Maha Dimensi tak pernah begini sebelumnya, tak pernah mengeluh, melakukan tugas dengan baik dan menyelesaikan tanpa membuat cacat. Sempurna, tak bercela. Menyanggupi tanpa mempertimbangkan, menerima tanpa menolak, tanggung jawab dikerjakan tanpa mengeluh. Tetapi, berbeda kali ini.

“Aku mungkin harus bertemu dengan Sang Pencipta.” Tatapan Maha tak lepas dari Dewingga. “Menanyakan alasan pekerjaan sulit ini.”

Lagi-lagi Dewingga merasakan keanehan, tapi, dia tak memiliki keberanian untuk bertanya. Pria di hadapannya ini bukan sosok yang bisa diajak kompromi. Bukan sosok yang akan memaafkan untuk sebuah kesalahan.

“Lalu, mengapa kami yang berasal dari Gelap dan Terang tidak memiliki gender, seperti para manusia?” Dengan berani Dewingga akhirnya bertanya.

Maha Dimensi tersenyum, “Sudah lama kau ingin bertanya seperti ini, bukan? Jawabannya adalah kau akan menjadi seperti Mafalda. Menyukai dan mencintai secara khusus pada salah satu manusia dan kembali berkelakuan bodoh.” Maha Dimensi menjawab dengan sebuah penjelasan.

Dewingga membenarkan ucapan Maha. Bahkan, sebelum Mafalda pun kasus seperti banyak terjadi. Namun, semua tak pernah luput dari genggaman Maha Dimensi. Maha memang kejam, tapi, dia masih memiliki sedikit pengampunan jika ada makhluk –bukan manusia- memohon pengampunan dan menerima hukuman saja.

Tidak dengan Mafalda, yang memutuskan untuk memberontak. Semua karena pengaruh manusia yang ingin menguasai kekuatan para makhluk Gelap maupun Terang, -Worark dan ­Worligh-. Keserakahan, kekuasaan dan kemampuan supranatural ingin digenggam hanya untuk keinginan semu dan duniawi, melupakan Pencipta mereka dan menghancurkan bumi.

Tiba-tiba …

“Pergi dari sana, Bajingan. Jangan mengganggu wanita itu. Kau pergilah ke kantor polisi, serahkan diri dan buat pengakuan akan memerkosa anakmu sendiri.” Satu suara masuk ke pendengaran Maha Dimensi.

Sontak Maha pun berdiri, manik mata berubah menjadi warna emas, sosok yang berbentuk manusia kini berubah. Sayap berwarna emas dan berkilau keluar begitu saja,  rambut semula berwarna hitam gelap kini menjadi putih terang. Setelan jas mahal yang semula berwarna biru langit menghilang dan menjadi jubah berwarna hijau olive dengan tubuh tinggi dan besar, membuat Dewingga terhenyak.

“Maha, apa yang terjadi? Mengapa engkau berubah di tempat ini?” tanya Dewingga bingung dan ikut mempersiapkan diri.

“Dia ada di sini.” Maha Dimensi menjeda. “Mireco ada di tempat ini.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status