Hari ini, Azmi berencana ke Jogja untuk melakukan monitoring studionya di Jogja. Dia sengaja membawa Jeje, sekalian honeymoon lagi ceritanya. Kali ini Azmi memastikan tidak akan ada gangguan karena ketiga keponakan gantengnya lagi liburan ke Kebumen. Hahaha. Yes, dalam otak Azmi sudah berseliweran berbagai strategi dan gombalan buat menyenangkan istri ayunya.
“Kita langsung ke studio, Mas?”
“Iya. Habis itu kita sewa hotel dan nginap tiga hari di sana. Ya ya ya.” Azmi menaikkan alisnya dan tersenyum penuh makna.
Jenar sendiri sudah salah tingkah. Pipinya menghangat, tentu dia paham arti perkataan sang suami. Azmi tertawa lalu mengelus pipi kanan sang istri dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya fokus pada kemudi.
Mereka sampai di Jogja pukul sepuluh pagi. Azmi langsung membawa Jenar ke studionya dan memperkenalkannya dengan Nita dan Didi. Kedua sahabat sekaligus orang kepercayaan Azmi kini sudah menikah dan p
Kyai Yunus dan Gus Yahya baru saja sampai di Pondok At-Taubah di kota Jember. Mereka sengaja mengunjungi pondok yang diklaim Yasmin sebagai tempatnya mondok demi memperbaiki diri.Sampai di sana, Kyai Yunus dan Gus Yahya merasa sedih sekaligus malu. Rupanya Yasmin telah membohongi mereka. Hampir satu jam Kyai Yunus dan Gus Yahya bertamu kemudian mereka pamit kepada pengasuh pondok.“Yahya.”“Nggih, Bah.”“Telepon Yasmin.”“Nggih.”Yahya langsung menelepon adiknya. Setelah panggilan kelima akhirnya Yasmin mengangkat telepon dari sang kakak.“Assalamu’alaikum.”“Wa’alaikumsalam, Mas. Ada apa?”“Kamu dimana?” tanya Yahya.“Yasmin di pondok, Mas.”“Pondok mana?”“Ya ampun, Mas. Yasmin, kan, udah bilang Yasmin mondok di pondok At-Taubah Jember,” jawab Yasmin
Yasmin menunduk mendengarkan wejangan abahnya. Setelah hampir seminggu tidak mengindahkan panggilan sang abah. Tadi padi dia dijemput sendiri oleh Yahya di Purwokerto. Yasmin tidak bisa berkutik, akhirnya dia ikut masuk ke dalam mobil.Kini, hampir satu bulan Yasmin berada di rumah. Setiap hari tingkah lakunya diamati oleh keluarga. Bahkan sang abah sengaja meminta para santri untuk ikut mengawasi Yasmin. Yasmin tidak diperbolehkan keluar rumah. Baru hari ini dia bisa keluar pun bersama kakak iparnya.Mereka baru saja mengunjungi salah satu mall terbesar di Jojga. Wajah Yasmin sedikit berwarna karena bisa keluar rumah dan refreshing. Sungguh selama hampir sebulan ini dia merasa tertekan.“Loh, Yasmin.”Yasmin menoleh, terlihatlah Kania salah satu teman kuliah Yasmin dulu sedang berjalan bersama Dewi, temannya juga.“Hai, Yas. Sama siapa?” tanya Dewi.“Owh, kakak ipar dan keponakanku
Azmi gelisah, dari tadi dia mondar-mandir sambil sesekali mengecek ponselnya. Saat dia pulang, dia tidak mendapati Jenar di rumah. Azmi semakin gelisah ketika dia ke kampus, ternyata Jenar tidak ada. Hanya motornya saja yang masih ada di parkiran.“Kamu kemana sih, Je?”Umi Aisyah dan Caca pun tak kalah cemas. Firasat kedua wanita itu tiba-tiba tidak enak.“Jeje kemana ya, Ca?”“Mboten ngertos, Umi. Tadi Caca, kan, gak ada jadwal di kampus. Seharian Caca di SMA.”“Duh, firasat Umi kok gak enak ya.”“Kita berdoa saja Umi. Semoga Jeje baik-baik saja.”Sebuah dering telepon mampir ke ponsel Azmi. Azmi melongoknya dan tertera nama Ning Hafsah. Ingin sekali Azmi tak mengangkatnya. Tapi karena Ning Hafsah berkali-kali meneleponnya, dengan enggan Azmi pun mengangkatnya.“Assalamu’alaikum.”“Wa’alaikumsalam. Gus, bisa njenengan
Seorang wanita sedang duduk di sebuah batu. Kedua kakinya sengaja ia celupkan pada aliran sungai bening. Berharap dinginnya air mampu membekukan kegundahan, kesedihan dan amarah yang ia rasakan. Alifah sesekali beristighfar.“Ning, sudah sore. Ayok pulang,” ajak Mbok Rondo. Pengasuh yang mengasuh Alifah sejak kecil.“Sebentar lagi, Mbok.”Mbok Rondo hanya mengangguk. Beliau paham kegundahan Alifah. Dalan hati Mbok Rondo, dia selalu berdoa demi kebaikan anak kyai yang diasuhnya itu. Berulang kali dia sudah menasehati Alifah untuk melepas Arif, tapi Alifah tidak mau.Suara dua orang yang sedang bercanda dan tertawa mengalihkan perhatian Alifah dan Mbok Rondo. Keduanya melihat dari kejauhan, dua muda mudi sedang bercanda sambil bermain air. Muda mudi itu tampak bahagia.“Mas ... udah, ah! Hahaha.” Jenar tertawa dan berusaha menghindari Azmi yang sedang menciprati tubuhnya dengan air.“Mas ... capek.&rdq
Tiga hari tiga malam Arif lebih banyak diam, dia bahkan hanya berada di kamarnya. Tanpa makan atau minum. Tuti begitu khawatir dengan putra tunggalnya. Sayid, kakak kandung Tuti hanya menatap tingkah Tuti dan fokus pada kopinya.“Puas kamu! Kamu itu cuma punya anak satu. Tapi kamu kekang dia, kamu selalu mencampuri kehidupan dia. Sekarang rasakan! Padahal mas sudah setuju dia sama Jenar. Kita sama-sama orang biasa. Selevel. Tapi kamu serakah jadi milih mengiyakan pinangan Kyai Mustofa.”“Lalu ini apa? Kamu menyuruh Arif poligami? Gara-gara Ning Alifah belum bisa kasih kamu cucu? Kamu lupa sama masmu ini? Masmu juga gak punya anak, tapi mas bahagia. Mas menerima keadaan Yati dengan ikhlas. Harusnya kamu itu bisa mengarahkan anakmu biar lebih legowo. Egois kamu!” Suara Sayid lantang membuat Tuti hanya bisa menunduk.Hening.“Lagian kenapa harus anak Pak Hamid? Kamu tahu hubungan Pak Hamid sama Kyai Mustofa gak baik. Ka
Jenar menatap nanar beberapa foto yang masuk ke ponselnya. Lagi. Jenar dibuat resah dan marah oleh tingkah Yasmin. Belum cukup menjadi penyebab Jenar kehilangan calon bayinya, Yasmin berulang kali mengirim foto yang membuat Jenar dan Azmi beberapa kali didera kebisuan. Bersyukur suaminya itu jeli jadi bisa menangkap setiap perubahan di wajah Jenar.“Dia hanya masa lalu, Je. Kamu ingat, ‘kan? Kami pernah dekat. Tapi demi Allah, mas bisa menjaga diri mas. Lagian di foto ini apa kami lagi pelukan? Ciuman? Bukannya kami cuma berhadapan?”Jenar hanya bisa diam, sungguh hatinya sakit gara-gara foto-foto yang dikirimkan Yasmin.“Abaikan semua ulah Yasmin, Je. Dia memang berusaha merusak rumah tangga kita dengan menyakiti psikologis kamu. Jangan pernah berpikir macam-macam. Kita harus saling percaya.”Jenar mengembuskan napasnya lagi. Jenar mencoba menanamkan kembali kepercayaan pada suaminya. Suaminya benar, Yasmin hanya sedang menc
Jenar sedang berbaris bersama rekan-rekannya. Jantungnya berdebar tapi senyum tak pernah lepas dari bibirnya. Satu per satu rekannya berjalan menuju Pak Rektor dengan didampingi orang tua, suami/istri atau pacar. Jenar sendiri didampingi oleh kedua orang tuanya sedangkan sang suami duduk di depan bersama barisan para dosen termasuk kedua kakak iparnya.Jenar segera berjalan dengan diapit oleh Karmin dan Minah. Senyum tak pernah lepas dari ketiganya. Jenar berdiri di depan Pak Rektor hingga Pak Rektor menyampirkan tali pada topinya sebagai tanda prosesi wisuda.Jenar menangkupkan tangan setelah menerima map berisi ijazah. Dia tersenyum kemudian melirik ke arah suaminya yang sedang mengacungkan kedua jempol sambil mengedip genit. Mau tak mau Jenar tertawa melihat tingkah memalukan sang suami.Begitu prosesi selesai, Jenar dan kedua orang tuanya segera keluar untuk mencari keluarga yang lain.“Rame ya, Je.”“Iya Mbok, namanya wisuda
Azmi dan Jenar masih menatap Yasmin dan Gus Jalal. Yasmin tersenyum licik. Dia bisa melihat wajah sedih Jenar dan rahang Azmi yang mengeras. Hatinya bersorak ceria.Rasakan, itu pembalasanku untuk kalian. Aku akan selalu mengganggu kalian. Kalian tidak boleh bahagia, sementara aku harus hidup dengan orang yang tidak kucinta, batin Yasmin.“Mas Jalal kenalkan ini teman Yasmin. Gus Azmi sama Mbak Jenar.” Yasmin memperkenalkan Gus Jalal pada Azmi dan Jenar.Gus Jalal memasang wajah ramah dan menyalami Azmi. Azmi pun menyambut uluran tangan Gus Jalal dan tersenyum ramah.“Wah, gak nyangka ketemu di sini ya Gus,” sapa Gus Jalal ramah.“Alhamdulilah, Gus. Gus Jalal sehat?”“Alhamdulillah sehat.”“Dengan Edi apanya Gus?”“Oh, istrinya itu masih saudara sepupu saya.”“Oooo.”Yasmin mengernyit karena tidak menyangka suaminya mengen