LOGINSeolah belum cukup semesta memberinya derita dari keluarganya sendiri, Liv Florence harus menelan pil pahit. Hidupnya hancur dalam satu malam, dia dijual pada Dante Greyson—mafia paling kejam dengan nama yang telah melekat pada kekejaman, darah dan kematian, agar ayahnya terbebas dari jeratan hutang yang telah menggunung. Tidak diberikan kesempatan untuk menolak, Liv dipaksa menikah untuk membayar kesalahan ayahnya. Pernikahan yang selalu Liv bayangkan adalah momen sakral dan indah, tidak berlaku padanya. Dan di balik dinding megah Mansion Greyson, adalah neraka baru bagi Liv Florence. Atau bahkan surga baru baginya. “Bilang padaku, siapa yang melukaimu?” Bibir Liv bergetar. “Aku bukan majikanmu.” Hidung Dante semakin dekat, deruan napasnya membelai pipi Liv, mendatangkan gelombang emosi yang tidak pernah Liv rasakan. Seperti ribuan kupu-kupu bertebaran di dalam perut, kemudian bermigrasi ke dalam dadanya, menggelayuti jantung yang sedari tadi tiada henti mengetuk keras dadanya. “Aku suamimu."
View More“Saya janji akan membayarnya segera. Saya bersumpah!”
Itu adalah kalimat yang selalu didengar dari ayahnya saat ada laki laki itu menagih.
“Jenis sampah apalagi yang kau keluarkan dari mulutmu?” hardik pria di hadapannya, genggaman di ujung tongkatnya mengetat.
Punggung dibalut jas hitam berpadukan kameja putihnya terlihat tegap. Samar, otot bisepnya menonjol kokoh di balik balutan setelan formalnya.
“Sampai aku turun tangan pun, kau masih beralasan?” Kata-kata yang dilontarkan terlampau dingin, membekukan nyali.
“Tu-Tuan. Kali ini saya benar-benar bersumpah. Saya … saya ….” Lidah ayahnya terasa membeku, jelas tak memiliki kuasa melawan Tuannya.
“Ben.” Tangan Dante mengulur, meminta pistol dari asisten pribadinya.
Sebuah pistol jenis scarface bertempat di tangannya, terdengar suara pelatuk ketika ia tarik pelatuknya.
Mendengar suara pelatuk, Kane meneguk saliva. Rasa takut menghantui. Nyawanya akan lenyap di tangan pria ini.
Buih-buih keringat bermunculan di pelipis. Saraf di otaknya terasa berhenti berfungsi, buat pikirannya sejenak membeku tak mampu pikirkan jalan lain, sebelum ujung matanya menangkap pintu kamar yang telah rapuh, nyaris hancur.
Di sana, Liv yakin, ada telinga yang diam-diam terpasang— mendengar dialog mereka, menangkap dan merekam ancaman.
Dia telah mendapatkan jalan lain, dan berharap Sang Tuan akan menerima.
“Sa-saya punya opsi lain.” Segera ayahnya mengalihkan pria yang sudah bersiap hendak menembaknya. “Tu-Tuan bisa menikahi putri saya.”
Di belakang pintu yang telah dimakan rayap itu … dia menutup mulut, menahan napas agar kehidupannya tak dijangkau oleh mafia itu.
Dia yakin, yang dimaksud ayahnya adalah dia, bukan kakaknya. Liv Florence Bailey Cruz, putri pertama Kane yang tak pernah dianggap anak.
Rasa takut menghantam, merayap sebagaimana serangga di seluruh sel, membuatnya bergidik kala bayangan pria menyeramkan itu dapat menghabiskan hidup bersamanya.
Pria berwajah tanpa ekspresi itu menyahut, “Apa yang bisa Putrimu berikan kepadaku?”
Seraya menunduk, Kane menjawab dengan suara bergetar. “Di-dia bisa memasak. Dan jug—”
“Aku tidak sedang menyediakan panggung untuk komedi. Dan sekarang kau bermain-main denganku?” Jemari Dante mengusap halus permukaan pistolnya. Mulutnya meniup ujung pistol yang bisa kapan saja menembuskan peluru di kepala Kane.
Liv Florence bergetar ketakutan, bola matanya nyaris keluar dan menggelinding melihat tingkah pongah dan menyeramkan Dante.
Pria itu bukan sembarang manusia, dia adalah asisten malaikat maut. Liv yakin, jika dia menikah
dengan Dante, artinya dia bisa mati kapan saja. Dan hidupnya bukan lagi tentang cara untuk bertahan, tapi mencari cara untuk tidak mati sia-sia di tangan Dante.
“A-apa yang Ayah katakan?” Suaranya tergagap, menahan takut yang telah mengakar.
Tangisnya mendesak, sementara telinga tetap terjaga untuk menangkap dialog mereka di balik pintu kayu rapuh. Butir-butir keringat dingin bercucuran di pelipis, benaknya terdorong logika untuk lari saat itu juga, sebelum dijebloskan dalam sangkar pria berbahaya itu.
“Anak saya masih perawan.” Kane berucap cepat, khawatir pistol yang Dante pegang lebih dulu menembaknya. “Tuan bisa menjadikannya pelacur.”
Jantung Liv berdegup terlalu kencang. Kata-kata sang ayah merupakan titik terendah dalam hidupnya, seolah belum cukup oleh penderitaan fisik dan batin selama ini.
Sementara di balik pintu yang menjadi tempat Liv menguping, seringai Dante membentang, sorot tajam dari telaga biru di balik kacamatanya hitamnya bergulir liar, mencari gerangan yang Kane maksud.
“Benar juga.” Dia bergumam. “EOA Cartel membutuhkan pewaris, aku bisa menjadikannya mesin produksi anakku.”
Karena akhirnya dia dapat menggunakan putri tidak bergunanya sebagai tumbal agar dia dapat terlepas dari jeratan hutang atas kesalahannya sendiri.
“Tuan bisa mengambilnya dan menjadikannya sebagai apapun yang Tuan mau.” Tanpa naluri sebagai ayah, lupakan darahnya yang mengalir deras di nadi sang putri, Kane berikan secara suka rela putri yang selama ini ia besarkan.
“Tapi, Tuan … saya mohon untuk Tuan menikahinya terlebih dulu sebelum menjadikannya mesin untuk menghasilkan keturunan Tuan.”
Dante menarik napas, lantas mengembuskan begitu panjang. Kepalanya menimang permintaan tidak tahu diri orang itu, orang yang telah berani menggelapkan dana pertanian kokain.
Di ujung ranjang, sosoknya duduk diam dengan kepala menunduk. Bola matanya terus bergulir ke kanan dan kiri, selama tidak berpusat pada seseorang yang baru membuka setelan kerjanya. Acap kali hidungnya mengembus aroma black opium dari pria ini, ingatan akan malam panas penuh gairah kemarin menyelinap. Memorinya masih menyimpan bagaimana perlakuan pria itu. Sentuhan-sentuhan lembutnya membekas begitu lekat. Terkadang, Liv merasa malu dalam diamnya. Selama dirinya hidup, tidak ada satupun pria menyentuhnya.Ujung sepatu Dante mengetuk. Alas sepatu warna merah sebagai simbol kekuasaannya membunyikan ketukan intimidatif.Lama waktu berselang, buat hening meraja di dalam kamar, Dante baru bersuara, "Aku lihat-lihat kau sering sekali melamun."Ujung telunjuk pria itu menggerakkan dagu Liv, agar kepala wanitanya tidak selalu menunduk."Aku mengerti." Kala bibirnya mengetukkan kata, aroma mint dari mulutnya terembus begitu segar di wajah Liv. "Sulit bagimu beradaptasi di duniaku. Tapi ada s
Semua insan telah terlelap dalam dunia mimpi begitu malam bertandang menyapa dunia. Seluruh pencahayaan buatan di dalam mansion tergantikan oleh suasana gelap gulita.Tujuannya jelas bukan untuk menghemat listrik, melainkan memberi ketenangan untuk para insan menjemput mimpi indahnya. Menyisakan seorang perempuan di sisi mansion yang ditempati air mancur.Hanya dengan selimut tipis mendekap diri, dia berdiri perhatikan setiap tetesan air yang dihancurkan mesin air mancur. Greyson’s mansion, semula Liv menganggap neraka yang akan memberinya lebih banyak luka, rupanya dapat menjadi tempat untuk Liv mencari tenang, seperti di taman tanpa bunga ini.“Sepertinya kau senang sekali dengan suhu dingin.” Liv menoleh mendengar suara Dante. Kemeja putih dihiasi galter belt di lengan atas Dante menambah karisma lelaki itu. Sorot cahaya amber menerpa tubuh Dante, melukiskan siluet yang menambah detail proporsi tubuh tegap lelaki itu.“Tuan?” Liv melirih, menyebut panggilan suaminya.Untuk seoran
“Makanlah.” Sepiring steak dan mashed potatoes Dante serahkan pada istrinya.Senyum tipis terbentang di wajah Liv. Rasanya masih mimpi bahwa Dante sangat jauh dari rumornya. Dia memiliki sisi yang tidak pernah dilihat orang lain, tak terkecuali ayahnya.Padahal, Dante sewaktu menagih hutang pada ayahnya, dia berperan bagai malaikat maut. Namun, yang ada di depannya sekarang menyerupai malaikat baik.“Terima kasih.” Sendok dan pisau, Liv genggam, gunakan kedua benda tersebut untuk memotong daging.Sepotong daging panggang menyapa indera pengecap Liv. Jus yang keluar dari daging panggang menari-nari di lidah, membuatnya tanpa sadar memekik kecil karena rasa makanan yang tak pernah dia rasakan.Dante mengernyit. Adalah pertanyaan baginya melihat Liv yang seolah baru pertama kali makan daging panggang. Walau Dante tahu dari keluarga mana Liv berasal. Hal itu menumbuhkan kesimpulan; apakah Kane membedakan perlakuan Liv dengan putrinya yang lain?“Kau bisa tersedak jika seperti itu cara
“Lahan ini kosong.” Dante perlihatkan tempat yang hanya dihampar tanah basah. “Jika kau ingin mengisi waktu luang, kau bebas melakukan apapun di tanah ini.”“Bagaimana dengan berkebun?” Liv hendak jongkok guna mengecek kesuburan tanah dengan melepaskan tangannya dari genggaman Dante, tapi Dante memberi tekanan, seakan berbicara ‘Tetaplah di sisiku’.“Lakukan saja,” sahut Dante. “Mansion ini, aku serahkan semuanya kepadamu.”Dante putar badan, buat tubuh mereka saling berhadapan. “Keuangan, pasokan pangan, listrik, semuanya. Kau yang mengurus. Nanti pembantu yang akan mengajarimu.” Lidah Liv menjulur, menyentuh bibir yang terasa kering. Salivanya menyusuri tenggorokan kala ia tekan. Dia beranikan diri membalas tatapan Dante, kala kepala menimang tugas yang Dante serahkan tanpa pertanyakan kesanggupannya.Liv mengangguk, berikut kalimat ia jadikan jawaban. “A-aku akan melakukannya.”“Bagus,” sahut Dante, tak lagi menghadap Liv, dia hadapkan diri ke arah tanah yang terhampar. Sejauh ma
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.