共有

05. Perintah Vincent

作者: Meistoria
last update 最終更新日: 2025-10-09 12:05:49

Sementara itu, dengan langkah pelan, Emily meninggalkan taman yang mulai sepi.

Entah sudah berapa lama ia duduk di sana, namun mentari sore yang mulai condong ke barat menjadi pengingat bahwa ia harus segera pulang.

...

Jarak beberapa meter dari pintu rumahnya, Emily terdiam sejenak. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri setelah hari yang panjang dan melelahkan.

‘Tidak boleh terlihat sedih.’

Satu tarikan napas lagi, lalu ia kembali melangkah. Begitu tiba di dalam, pandangannya tertuju pada seorang gadis yang tengah terduduk, sibuk bermain dengan bonekanya.

Emily tersenyum tipis; pemandangan itu selalu bisa menenangkan hatinya yang gundah.

“Sudah jam berapa ini, Owen?” tanya Emily lembut.

“Owen lapar sekali, Kak Ely,” jawab Elowen lirih, menyiratkan alasan yang disembunyikannya.

Emily berpura-pura berpikir. “Kalau begitu, mau makan apa malam ini?”

"Nasi goreng!" seru Elowen riang.

Emily menjentikkan jari, tanda setuju. “Sekarang mandi dulu, baru makan,” ucap Emily sambil mengusap rambut adiknya.

Sementara Emily menyiapkan nasi goreng, aroma bawang dan kecap memenuhi dapur. Beberapa menit kemudian, langkah riang Elowen terdengar dari kamar mandi.

“Wangi sekali…” kata Elowen sambil memeluk Emily dari belakang.

“Sudah mandi?” tanya Emily sambil tersenyum.

“Sudah! Kakak boleh cium rambutku kalau tidak percaya.”

“Iya, kakak percaya.”

Tak lama, nasi goreng matang. Elowen makan dengan lahap, sementara dirinya duduk menatap sang adik.

“Kakak mau cari pekerjaan baru, yang gajinya lebih besar,” kata Emily pelan, mencoba mengutarakan rencananya.

Elowen menatap menghentikan suapannya dan menatapnya polos. “Apa mereka memusuhi Kakak, jadi Kakak mau cari pekerjaan lain?”

Emily tersenyum tipis. “Bukan begitu. Kakak cuma ingin menyenangkan Owen.”

Elowen menggeleng. “Tidak, Kak. Owen tidak mau apa-apa. Yang Owen mau… Kakak tidak pergi dari Owen. Hanya itu.”

Emily tertegun, merasakan sesak di dadanya. Anak itu, dengan segala keterbatasannya, selalu bisa menyentuh hatinya dengan ketulusan yang sederhana.

Tiba-tiba, Elowen mengulurkan jari kelingkingnya. Emily tersenyum samar, menyambutnya perlahan. Tak ada janji yang terucap, namun Emily tahu arti dari kelingking kecil itu. Sebuah janji dan kesetiaan yang ingin ia jaga, seberat apa pun hidup nantinya.

...

Malam semakin larut, keheningan menyelimuti rumah sederhana itu.

Elowen telah lama tertidur di kamarnya, hanya menyisakan suara detik jam dinding yang terdengar pelan.

Sementara di meja makan, Emily masih terjaga—pandangan matanya tertuju pada tumpukan berkas lamaran kerja.

Ia menunduk, mengembuskan napas pelan. Besok pagi, ia harus bangun lebih awal, untuk mencari pekerjaan baru.

Tuk... tuk... tuk...

Suara ketukan lembut di pintu membuatnya menegang.

Emily menoleh cepat ke arah sumber suara itu. Sekilas ia melirik jam dinding. “Setengah dua belas malam?” bisiknya pelan.

Keningnya berkerut. Tak seharusnya ada tamu di jam seperti ini.

Ia berdiri, melangkah pelan mendekati pintu.

Dari lubang kecil di daun pintu, tak terlihat siapa pun.

Namun rasa penasaran perlahan menepis rasa takut. Ia membuka pintu sedikit, udara malam langsung menyergap kulitnya.

Hening.

Tak ada siapa pun di halaman.

Emily hendak menutup pintu, tapi sesuatu menarik perhatiannya. Selembar kertas putih tergeletak di lantai depan rumahnya.

Dengan ragu, ia menunduk, mengambil kertas itu. Begitu matanya menangkap tulisan di atasnya, kedua matanya terbelalak.

“Sales dengan gaji ratusan juta?” gumamnya tak percaya. “Apa ini… semacam penipuan?”

...

Sementara disisi lain kota, sebuah ruangan yang sepi dan sunyi.

Suara derit pintu tiba-tiba memecah sunyi. Tak lama, seorang pria melangkah masuk. Tatapannya dingin, dan pada wajahnya tampak jelas bercak merah yang belum sempat terhapus.

Tanpa banyak bicara, ia duduk di kursi kulit hitam menghadap jendela besar. Sesekali menghisap cerutu, membiarkan asap perlahan mengepul dari mulutnya, berpadu dengan aroma tembakau yang memenuhi udara.

Hening.

Hanya suara detak arloji yang terdengar.

Namun Keheningan itu buyar saat suara pintu kembali terbuka. Langkah sepatu pantofel terdengar mendekat perlahan.

Pria itu tidak menoleh—seolah sudah tahu siapa yang datang.

“Bos Vincent—”

“Sudah dapat informasinya, Grayson?” suara tenang itu memotong cepat.

Grayson, menunduk hormat. “Saya sudah mendapatkan informasi gadis yang Anda maksud, Bos.”

“Jelaskan.”

Grayson segera menjelaskan latar belakang gadis yang dimaksud dengan singkat dan jelas.

Vincent hanya diam, sesekali mengangguk pelan, tatapannya tetap tenang seolah sedang menilai sesuatu di kepalanya.

“Bahkan gadis itu hanya tinggal bersama adiknya,” lanjut Grayson pelan. “Tapi adik dari gadis itu… punya kebutuhan khusus, bertingkah seperti anak kecil.”

Sunyi sesaat.

Hanya detak arloji di dinding yang terdengar. Vincent tersenyum samar. ‘Sungguh kasihan.’

Grayson melanjutkan, suaranya pelan dan terdengar iba.

“Asal Bos tahu, gadis itu baru saja kehilangan pekerjaannya. Katanya dia dipecat karena difitnah. Kasihan sekali, siapa orang yang setega itu?”

Vincent tak segera menjawab. Ia hanya memandangi meja di depannya.

“Aku.”

“Eh… maksud Bos?”

Vincent tak menjawab pertanyaan Grayson. “Blokir dia dari semua industri.”

Grayson terdiam.

“Sebagai gantinya, tawarkan posisi Maid di mansionku.”

Grayson tampak ragu. “Dan kalau dia menolak?”

Vincent menatapnya sebentar. “Aku harus apa?”

Ucapan itu berhasil memutus pembicaraan. Tak ada lagi yang perlu dijelaskan.

Hingga suara Grayson memecah keheningan.

“Kalau boleh tahu, kenapa Bos melakukan ini pada gadis itu? Apa Bos—”

Vincent memotong tanpa menoleh. “Berhenti bicara omong kosong. Lakukan saja.”

“Ba-baik, Bos.” Grayson menunduk cepat lalu bergegas keluar dari ruangan.

Begitu pintu tertutup, Vincent mengembuskan asap cerutu terakhirnya. Senyum tipis tersungging di wajahnya.

“Lihat nanti… bagaimana ekspresimu saat tahu siapa majikanmu sebenarnya, nona kecil.”

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Maid Kesayangan Bos Mafia   Bab 7. Surat Lowongan Pekerjaan

    Beberapa hari sudah Emily berkeliling mencari pekerjaan—dari rumah makan kecil, restoran ternama, hingga perusahaan besar maupun kecil. Namun, yang ia dapatkan hanyalah penolakan, bahkan tak jarang pengusiran.Apakah Emily ingin menyerah?Tentu saja. Tapi setiap kali keputusasaan itu mulai menghampiri, bayangan wajah adiknya, Elowen, selalu muncul di benaknya—seolah menjadi alasan terbesar untuk tetap bertahan. Jika bukan demi Elowen, mungkin ia sudah lama menyerah, mengikuti jejak kedua orang tuanya yang telah tiada.... Malam itu, pukul setengah delapan.Emily menatap Elowen yang kini memandang semangkuk mi instan di depannya seolah sedang menatap harta karun. Ada kelegaan kecil di dada Emily—setidaknya malam ini, adiknya masih bisa makan.“Maaf ya, malam ini cuma ini yang bisa Kakak masak. Kakak belum mendapatkan pekerjaan sama sekali,” ucap Emily pelan. Elowen tak menjawab. Emily hanya memperhatikan Elowen makan, dengan tatapan yang lembut sekaligus getir. Tanganmya kemudian te

  • Maid Kesayangan Bos Mafia   06. Nasib Sial

    Matahari terbit dari ufuk timur, sinarnya menembus kaca jendela yang terbuka lebar. Emily berdiri di depan pintu, berpamitan pada Elowen yang hanya membalas dengan anggukan dan jempol terangkat. Senyum tipis terukir di wajahnya sebelum ia benar-benar melangkah pergi, membawa surat lamaran yang sudah disiapkannya sejak malam sebelumnya. ... Kini di pusat kota, pandangan Emily menelusuri deretan toko yang berjajar di sepanjang jalan, berharap menemukan papan bertuliskan ‘Dibutuhkan Karyawan’. Langkahnya terhenti di depan sebuah toko pakaian wanita. Ia sempat menatap sekeliling sebelum akhirnya melangkah masuk. “Permisi, Kak.” “Iya, bisa saya bantu, Nona?” tanya wanita tersebut. “Di sini ada lowongan? Mungkin untuk posisi sales atau kasir?” ucap Emily dengan harapan kecil. Beberapa detik berlalu tanpa jawaban. Kasir itu justru menatapnya dari atas ke bawah, seolah sedang menilai. ‘Apa ada yang salah?’ pikir Emily tak nyaman. “Ada, tapi boleh saya lihat surat lamarannya?” akhir

  • Maid Kesayangan Bos Mafia   05. Perintah Vincent

    Sementara itu, dengan langkah pelan, Emily meninggalkan taman yang mulai sepi. Entah sudah berapa lama ia duduk di sana, namun mentari sore yang mulai condong ke barat menjadi pengingat bahwa ia harus segera pulang. ... Jarak beberapa meter dari pintu rumahnya, Emily terdiam sejenak. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri setelah hari yang panjang dan melelahkan. ‘Tidak boleh terlihat sedih.’ Satu tarikan napas lagi, lalu ia kembali melangkah. Begitu tiba di dalam, pandangannya tertuju pada seorang gadis yang tengah terduduk, sibuk bermain dengan bonekanya. Emily tersenyum tipis; pemandangan itu selalu bisa menenangkan hatinya yang gundah. “Sudah jam berapa ini, Owen?” tanya Emily lembut. “Owen lapar sekali, Kak Ely,” jawab Elowen lirih, menyiratkan alasan yang disembunyikannya. Emily berpura-pura berpikir. “Kalau begitu, mau makan apa malam ini?” "Nasi goreng!" seru Elowen riang. Emily menjentikkan jari, tanda setuju. “Sekarang mandi dulu, baru makan,”

  • Maid Kesayangan Bos Mafia   04. Bumi Kehilangan Gravitasi

    Di ruang ganti, Emily sedang membereskan barang-barangnya ketika suara Meliana terdengar dari belakang, membuatnya menghentikan aktivitas sejenak. “Lihat kan? Seandainya saja kamu diam dan menuruti ucapanku, kamu tak akan dipecat dengan cara tidak hormat seperti ini,” ucap Meliana. Emily menghela napas pelan. “Kalau aku hanya diam, berarti aku mengakui aku pengecut dan bersalah. Jadi aku memilih membela diri, karena aku memang tidak bersalah.” “Keras kepala sekali… tapi setidaknya pikirkan nasibmu ke depan dan juga janji kamu sama Owen,” kata Meliana. “Tenang saja, aku akan cari pekerjaan lain,” jawab Emily dengan tenang, mencoba menenangkan dirinya sendiri meski hati masih panas. “Terserah kamu. Tapi nanti kalau sudah dapat pekerjaan baru, jangan ulangi kesalahan yang sama. Mengerti?” Emily tersenyum kecil. “Siap.” Namun saat ia melihat Meliana menggeleng pelan, rasa bersalah menyergap. Ia tahu tindakannya telah memutus sedikit kepercayaan Meliana padanya, dan hal itu m

  • Maid Kesayangan Bos Mafia   03. Berakhir Di Pecat

    Keheningan menyelimuti meja itu, sampai akhirnya Emily kembali dengan nampan di tangannya. Ia melangkah tenang, mencoba mengabaikan tatapan tajam para pria di meja, termasuk Vincent. Emily meletakkan gelas di hadapan Vincent sedikit kasar. “Silakan diminum, Tuan. Suhunya sudah sesuai, tidak terlalu panas, juga tidak terlalu dingin.” Emily menatap Vincent, bingung dengan senyum sinis—tidak tahu apa maksud di baliknya. Yang pasti, pria itu membalas dengan dingin dan nada sedikit tegas: “Pelayanannya tidak ramah… bintang satu.” Bintang satu? Emily menatapnya tak percaya. “Apa?! Katakan sekali lagi?” Namun yang dilihatnya, Vincent hanya mengambil segelas air hangat dan meneguk sedikit, tanpa membalas pertanyaannya. Geram saat melihat pria itu masih sempat-sempatnya meminum air yang baru saja ia hidangkan, Emily kembali bersuara, nadanya naik satu oktaf. “Katakan sekali lagi!” Dan yang ia dapatkan hanyalah tatapan dingin dan nada tegas Vincent. “Panggil manajer kemari.” Kenapa ha

  • Maid Kesayangan Bos Mafia   02. Bertemu Lagi

    “Jadi Emily,” lanjut Meliana. “Tolong jaga sikapmu. Aku tahu betul mulutmu bisa lebih tajam dari pisau.”Emily mendengus kecil. “Iya, iya, aku tahu. Aku tidak sebodoh itu.”Meski dalam hati, ia mengakui bahwa mulutnya memang kadang tidak terkontrol.Tanpa menunggu, Emily bergegas menuju ruang ganti, setengah kesal. Meliana benar-benar cari gara-gara!…Sekarang sudah pukul setengah sebelas siang.Di ruang VIP, Emily sibuk menata hidangan. Sesekali, matanya mencuri pandang pada Meliana yang tengah berbincang dengan para tamu. Ia tak bisa memungkiri, melihat betapa profesionalnya Meliana.Hingga derit pintu terbuka terdengar, Emily terhenti sejenak, rasa penasaran menyergapnya. Suara langkah sepatu pantofel bergema di ruangan, membuat hampir semua kepala menoleh—kecuali Emily dan Meliana. Mereka tetap fokus pada posisi masing-masing, tangan sigap melayani, tapi hati Emily sulit menahan rasa ingin tahu.Dari telinganya, Emily menangkap percakapan di meja utama, tanpa benar-benar memahami

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status