"Jonathan, kau sudah pulang? Tumben?" Ibunya Jelita langsung menatap kearah Jonathan.
"Ya kak Vany, aku pulang cepat!" Jonathan sudah berdiri di dekat Jelita.Vany adalah mantan istri dari Jefan. Vany juga dekat dengan Jonathan selaku mantan adik iparnya. Jelita langsung bertingkah manja pada Jonathan."Om, aku pakai gelang yang kemarin beli di mall!" Jelita memamerkan gelang itu pada Jonathan."Bagus!" Jonathan tersenyum dengan mengusap pipinya Jelita, sekilas ia melirik ke arah Riani dan berkata. "Apa kamu pake gelangnya juga?" tanya Jonathan padanya."Tidak tuan," jawab Riani dengan suara pelan."Loh, kenapa juga bibi enggak pakai!" Jelita menatap Riani dengan tatapan sedikit kecewa."Ma ... maafkan saya, saya merasa tidak pantas pakai itu dan ...""Sayang, bibi itu enggak pantas pakai sesuatu yang sama dengan kamu karena dia hanya pembantu!" Suara Vany terdengar seperti merendahkan Riani, namun Riani tidak merasa marah atau apa. Karena ia sadar diri posisinya di sini hanya sebatas pembantu."Bu, ibu enggak boleh bilang begitu dong!" Kedua matanya Jelita menatap ibunya dengan sedikit sinis. "Walau bagaimanapun bibi Riani sama seperti kita," sambung Jelita."Benar itu!" Jonathan setuju dengan apa yang Jelita katakan."Loh, kenapa kalian jadi belain pembantu?" Vany semakin bingung.Tatapan matanya Vany saat menatap Riani seperti sudah membenci dirinya, Riani langsung menundukkan kepalanya dan sangat bingung harus melakukan apa."Kak, pembantu juga manusia kok sama seperti kita!" tegas Jonathan yang menatap mantan kakak iparnya itu dengan sedikit kesal."Kalian ini benar-benar ..." Vany belum sempat menyelesaikan ucapannya.Tiba-tiba saja seorang laki-laki datang dan menghampiri kami. Jelita langsung berlari menghampiri laki-laki itu dan memeluknya dengan erat."Wow, ayah pulang cepat hari ini!" Suara Jelita terdengar sangat ceria saat seseorang itu datang.Seseorang itu adalah Jefan selaku ayah kandungnya Jelita. Jefan langsung menjauhkan anaknya dari mantan istrinya. Terlihat jelas sorotan mata Jefan pada Vany seperti memendam benci yang teramat dalam."Sengaja, karena ayah tau hari ini kamu mau menemui siapa," ucap Jefan yang masih menatap Vany penuh benci.Padahal yang mengajak Jefan berbicara adalah anaknya, Jelita. Namun tatapan Jefan masih pada Vany. Jonathan selaku adiknya Jefan hanya menghela nafas dan sepertinya ia sudah malas melihat tingkah kakaknya yang seperti itu."Ri, buatkan aku jus!" Jonathan menatap Riani."Baik tuan," balas Riani menganggukkan kepalanya dan langsung pergi menuju dapur, namun saat Riani melangkah pergi. Jelita mengikuti langkahnya di belakang.Vanya masih menatap kepergian Riani dengan sinis, dan Jonathan langsung meninggalkan mereka berdua disana. Sepertinya Jonathan malas melihat tingkah mereka berdua."Vany, apa kamu tidak bisa bersikap dewasa pada anakmu!" Suara ketus Jefan kini ia keluarkan dari mulutnya yang seksi itu."Apa maksudnya kamu!" Vany tidak kalah ketus pada mantan suaminya itu."Kau memang tidak bisa menjadi seorang ibu, untung saja aku sudah menceraikan dirimu!" Suara Jefan terdengar seperti senang saat membahas perceraian didepan mantan istrinya."Ya terserah kamu saja!" Vany ingin melangkah pergi namun tangannya di tahan oleh Jefan. "Apa lagi sih," ucap Vany sambil menatap mantan suaminya."Aku tidak suka kamu bersikap arogan didepan Jelita!""Haha, apa sekarang kamu perduli pada Jelita?" Vany sudah pasti sedang menyindir mantan istrinya itu.Jefan melepaskan tangan istrinya dengan kasar, lalu ia berkata. "Aku harap ini kalo terakhirnya kamu menginjakkan kaki kotormu disini!" Jefan sudah sangat benci pada Vany, entah apa yang membuat Jefan jadi bertingkah seperti itu."Jelita juga anakku bukan anakmu saja, jadi terserah aku dong!"Jefan tidak menghiraukan ucapan mantan istrinya itu, ia langsung bergegas pergi dari hadapan Vany dan meninggalkan Vany sendirian disana."Cih, kenapa laki-laki itu sok sekali!" Vany mendecih kesal.Vany juga melangkah pergi entah kemana, ia benar-benar kesal hari ini.***Pukul 7 malam keluarga Prawira selesai makan malam. Namun Daniel tidak ikut makan malam, ia sedang tidak enak badan."Riani, tolong bawakan makan malam untuk ayah!" titah Jefan pada Riani."Baik tuan!"Riani bergegas pergi dari ruang makan dan melangkah menuju dapur. Sampai di dalam dapur, Riani langsung memilih menu makan malam untuk Daniel selaku tuan besar di rumah ini."Semoga tuan Prawira lekas sehat," batin Riani yang selesai menyiapkan menu makan malam untuknya.Riani langsung keluar dari dapur dan melangkah menuju kamar Daniel. Di depan kamarnya Daniel selalu ada salah satu bodyguard nya. Lalu Riani sudah di persilahkan masuk kedalam kamarnya."Permisi, tuan," ucap Riani setelah masuk ke dalam kamar Daniel."Ya, masuk saja!" Daniel sudah mengizinkan Riani untuk memasuki kamarnya.Riani sedikit tersenyum saat melihat Daniel sedang duduk di kursi dekat tempat tidur. Riani langsung melangkah menghampirinya, sampai di dekat kursi. Riani menyimpan nampan yang sedang ia bawa di atas meja, lalu menata semua yang ia bawa di nampan itu."Selamat makan malam, tuan!""Terimakasih!" Daniel sedikit tersenyum.Daniel sangat baik kepada Riani namun ia bersikap baik tidak hanya padanya melainkan pada semua pegawai yang ada di sini. Saat Riani ingin pamit pergi, tiba-tiba saja seseorang keluar dari kamar mandi milik Daniel."Riani!" Seseorang itu memanggil Riani.Riani langsung menoleh dan sedikit membungkuk sopan padanya, lalu ia berkata. "Ya tuan muda, ada yang bisa saya bantu?" tanya Riani padanya."Panggil saja aku Jonathan!" Seseorang itu selalu saja protes."Ma ... maaf tuan!""Haha, Riani. Kamu tidak perlu kaku kerja disini dan anggap saja kami adalah keluarga," celetuk Daniel.Keluarga? Riani berkeluarga dengan keluarga Prawira yang sangat terhormat dan terkenal ini? Wah, sungguh luar biasa. Tapi Riani tidak bisa menganggap mereka adalah keluarga, karena tugasnya di sini hanya bekerja agar bisa melunasi seluruh hutang-hutang ayahnya."Riani, tolong bersihkan kamarku!" Jonathan langsung mengalihkan pembicaraan."Bersihkan kamar? Ini masih malam tuan, kan biasanya saya membersihkan kamar tuan setiap ...""Jadi, kau tidak mau membersihkan kamarku?" Jonathan menatap Riani."Bukan begitu tuan, baik saya akan membersihkan kamar tuan," balas Riani tidak bisa menolak dengan apa yang di perintahkan oleh anak majikannya.Namun, Riani benar-benar bingung saat Jonathan meminta dirinya untuk membersihkan kamarnya. Biasanya kalau Riani membersihkan kamarnya itu setiap pagi saja, itu juga saat Jonathan sudah pergi kerja."Kalau begitu saya permisi," kata Riani pamit dan melangkah pergi dari kamarnya Daniel.Jonathan langsung duduk di samping ayahnya. Jonathan terus-menerus mantap kepergian Riani dari belakang."Apa kau belum menyentuhnya?" tanya Daniel sambil menatap anaknya."Belum," jawab Jonathan yang masih menatap kepergian Riani yang lama-lama menghilang dari pandangannya."Tumben sekali, biasanya kamu gerak cepat," ledek Daniel."Aku bingung harus memulainya dari mana," ucap Jonathan.Riani mulai mengatur napasnya dalam-dalam, dan mengikuti semua perintah dari sang Dokter agar lahirannya lancar dan normal. Jonathan selaku suaminya Riani masih setia berada di sampingnya Riani, bahkan tangannya Jonathan sudah sangat merah dan penuh luka akibat remasan dari Riani. Namun, Jonathan tidak mempermasalahkan itu, karena yang terpenting saat ini adalah proses lahiran Riani yang harus normal dan lancar.'Tuhan, lancarkan persalinan istriku,' batin Jonathan yang terus berdoa pada Tuhan agar persalinan istrinya berjalan dengan lancar.Hampir 1 jam lamanya, tangisan seorang bayi terdengar nyaring di dalam ruang persalinan membuat Riani dan Jonathan tersenyum bahagia, saat ini Riani dan Jonathan saling menatap satu sama lain, lalu air matanya Riani kembali menetes saat mendengar buah hati mereka sudah lahir, dan Jonathan juga ikut meneteskan air mata, air mata bahagia karena anak pertama mereka telah lahir ke dunia."Selamat Nyonya dan Tuan, anaknya seorang laki-laki dan tampan s
Waktu berputar begitu cepat, dan tidak di sadari saat ini kandungannya Riani sudah berusia sembilan bulan, Riani dan Jonathan tidak sabar menantikan kehadiran buah hati mereka, buah hati yang sudah di tunggu-tunggu sejak lama oleh mereka."Sayang, apa kamu belum merasakan sesuatu?" Entah sudah berapa kali Jonathan mengatakan itu pada istrinya, Riani."Belum, sayangku," jawab Riani dengan gelengan kepalanya, lalu memberikan senyuman manis untuk suaminya yang begitu tidak sabar menantikan dirinya melahirkan.Suami mana yang bisa sabar menunggu istrinya melahirkan anak pertama mereka, pastinya semua suami tidak akan sabar menantikan kehadiran buah hati mereka, apa lagi buah hati untuk anak pertama mereka."Kalau nanti gak kuat lahiran normal, sebaiknya lahirannya Caesar aja, ya?" Tidak tahu sudah berapa kali Jonathan mengatakan ini pada istrinya, tapi Jonathan sangat khawatir jika istrinya tidak kuat untuk melahirkan normal."Siap suamiku sayang." Riani manggut-manggut dan paham sekali d
Mendengar bisikan seperti itu dari Jonathan membuat Riani kembali mengulas senyum yang lebar, dan detak jantungnya Riani semakin berdetak tidak karuan, Riani mulai merasa bangga dan begitu bahagia saat Jonathan mengatakan seperti itu padanya seolah-olah Riani begitu berarti di dalam kehidupannya Jonathan."Aku akan selalu izin pada mu jika akan pergi ke mana-mana," balas Riani yang tidak akan tega membantah perkataan pria yang sebentar lagi akan menikahinya."Bagus." Jonathan langsung mengecup leher belakangnya sang gadis."Ih geli." Riani sedikit menjauhi tubuhnya agar sang pria tidak mengecupnya terus."Hei, sebentar lagi aku akan selalu mengecup ini," kekeh Jonathan yang terlihat sangat mesum sekali, dan sang gadis hanya tertawa saja saat mendengar kekehan seperti itu.Riani selalu melamun dengan mengingat semua nasib yang di alami olehnya saat ini, nasib yang entah baik atau buruk. Namun, Riani bersyukur bisa bertemu dengan sosok pria seperti Jonathan yang sebentar lagi akan menja
"Bawa Riani pergi dari sini," titah sosok gagah itu pada beberapa bodyguard yang ada di belakangnya."Siap Bos." Beberapa bodyguard itu langsung membawa Riani dengan menyentuh tangannya. Namun, Jihan menahan tangan para bodyguard itu agar tidak membawa Riani begitu saja."Biarkan Riani hidup dengan tenang di sini tanpa perdebatan kalian," ucap Jihan pada sosok gagah itu, dan terlihat sekali jika Jihan begitu berani dengan mengucapkan seperti itu.Riani sudah menggeleng-gelengkan kepalanya pada Jihan agar tidak bertingkah seperti itu pada sosok pria gagah itu, pria yang tidak lain adalah Ayahnya Jonathan, Daniel Prawira."Cepat bawa Riani!" Daniel kembali memerintahkan para bodyguard nya."Siap Bos." Para bodyguard itu langsung membawa Riani pergi begitu saja dari dalam kamar.Jihan terlihat ingin mengejar Riani, tapi Jihan di tahan oleh dua bodyguard yang berada di dekat Daniel."Riani ingin hidup bebas dari tekanan istri anda, Tuan Daniel!" Jihan begitu berani sekali saat mengatakan
Hari berganti begitu cepat, tapi Jonathan belum juga menemukan Riani semenjak dirinya sudah kembali ke Yogyakarta. Jonathan juga meminta orang suruhannya agar memantau Jeri, karena Jonathan yakin jika Jeri adalah dalang, dalang dari menyembunyikan Riani."Sayang, kamu di mana?" Jonathan terus saja bermonolog sendiri saat tatapannya memandangi foto gadisnya yang ada dalam wallpaper ponselnya.Jonathan pasti mengkhawatirkan Riani dan calon anak mereka, tapi Jonathan sulit sekali menemukan keberadaan Riani yang entah berada di mana. Jonathan juga sudah menghubungi nomor Jihan selaku sahabatnya Riani, tapi Jonathan tidak mendapatkan respon apapun dari Jihan."Oh Tuhan, aku harus ke mana." Jonathan memukul pelan kepalanya saat dirinya merasa bodoh tidak bisa menemukan gadis nya, gadis yang sedang mengandung anaknya.Setelah Jonathan di tipu oleh Tania yang katanya Daniel sakit dan di rawat di rumah sakit, Jonathan langsung kembali ke Yogyakarta menggunakan pesawat umum, dan Jonathan sudah
Mendengar pertanyaan Daniel membuat Dona membulatkan matanya dengan sempurna, Dona juga langsung menatap sinis ke arah Daniel karena bisa-bisanya memberikan pertanyaan seperti itu, pikir Dona."Tidak perlu menatapku seperti itu," celetuk Daniel saat melihat pandangan yang tidak mengenakan dari istrinya sendiri.Dona berdecih kesal dan berkata. "Apa-apaan kau memberikan pertanyaan seperti itu? Jelas-jelas Jonathan akan menikahi Tania," kekeh Dona yang akan menikahkan Jonathan dengan gadis pilihannya, Tania."Apa Jonathan mau menikah dengan Tania?" Daniel memberikan pertanyaan itu untuk istrinya dengan ekspresi seperti menertawakannya."Sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau menikah dengan gadis itu," ucap Jonathan yang masih bersungut-sungut.Jefan hanya bisa geleng-geleng kepalanya saat melihat keluarganya yang selalu saja bertengkar seperti itu, dan Jefan juga tidak bisa mencampuri urusan Jonathan walaupun Jonathan adalah adik kandungnya."Aku akan kembali ke Jogja, tolong jangan
Jihan masih diam dan tidak berniat mengatakan apapun saat mendengar pertanyaan-pertanyaan yang di keluarkan oleh Riani, dan Jihan yakin jika saat ini Riani sedang bermonolog dengan diri sendiri, Jihan tidak mau ikut campur dalam hal ini, karena menurutnya ini hal yang wajar jika nomer Jonathan tidak aktif, mungkin saja ponselnya kehabisan baterai atau ponselnya sedang di charger dengan keadaan mati, semua bisa saja terjadi, pikir Jihan."Sudahlah, sepertinya dia belum bangun," ucap Riani yang terlihat menyerah saat dirinya terus menerus mencoba menelepon sang pria, tapi nomer sang pria tetap saja tidak aktif membuat dirinya hanya bisa pasrah saja.Cukup lama Riani menghubungi Jonathan melalui ponselnya Jihan, tapi nomernya Jonathan masih saja tidak aktif membuat Riani mengembalikan ponselnya pada Jihan."Masih gak aktif?" tanya Jihan yang berbasa-basi pada sahabatnya."Iya," jawab Riani dengan suara pelan dan seperti seseorang yang tidak bersemangat."Coba telepon nomer kamu, bukannya
"Gak perlu mengemasi barang-barang, aku hanya akan menengok Ayah saja, setelah itu akan kembali ke sini," jelas Jonathan pada sang Ibu.Dona yang tadinya ingin membalas penjelasan Jonathan, tapi tiba-tiba saja Tania memberikan kode dengan gelengan kepalanya dan tangannya menahan tahan Dona."Sudah, biarkan seperti itu," ucap Tania pada calon Ibu mertuanya dengan nada berbisik agar calon suaminya tidak mendengar ucapannya.Jonathan melangkah pergi untuk masuk ke dalam kamarnya, dan Jonathan akan mengambil tas dan beberapa barang yang akan di butuhkan olehnya saat pergi ke Jakarta. Jonathan juga berusaha percaya dengan sang Ibu, apa lagi semua ini menyangkut Ayahnya yang tiba-tiba sakit.'Tumben banget Abang Jefan gak hubungi aku dan memberitahu kalau Ayah masuk rumah sakit?' tanya Jonathan di dalam hatinya.Jonathan pastinya paham betul dengan Kakak kandungnya, Jefan. Jefan akan selalu memberitahu Jonathan jika salah satu keluarga mereka sakit, tapi kali ini Jefan adem ayem tanpa membe
Ke esokan harinya, pukul 8 pagi di unit Apartemen mewah yang sedang di tempati oleh Jonathan, Jonathan kedatangan tamu tidak di undang, tamu yang pastinya membuat emosinya memuncak saat melihat wajahnya, wajah yang sudah membuat gadisnya pergi dari Apartemen sejak kemarin."Ngapain kau ke sini?" tanya Jonathan dengan tatapan mengkilat pada sosok gadis di depannya."Mau menemui calon suamiku," jawab gadis itu dengan ekspresi wajah yang terlihat bahagia."Pergi, Tania!" Jonathan langsung mengusir gadis itu, gadis yang ada di depannya tanpa rasa bersalah sama sekali.Gadis yang ada di Apartemen Jonathan adalah Tania, gadis yang sudah membuat Riani pergi dari Apartemen nya sejak kemarin karena pesan yang di kirim Tania untuk Riani. Jonathan pastinya akan mengusir Tania secara terang-terangan, dan Jonathan tidak mau melihat Tania lagi setelah dirinya sudah membaca pesan itu, pesan yang menurutnya tidak pantas.Tania tidak memperdulikan perkataan pria yang ada di depannya, lalu matanya Tani