Share

Maju Mundur Kena Duda Anak Satu
Maju Mundur Kena Duda Anak Satu
Author: Si Mendhut

Mengalah

Author: Si Mendhut
last update Last Updated: 2023-10-03 17:41:12

"Kamu harus memilih, anak itu atau istrimu!"

Jiya tersentak mendengar teriakan yang berasal dari sebuah ruangan yang sedang dilewatinya. Dia yang merasa penasaran pun langsung mengintip dari celah pintu ruangan yang tidak tertutup rapat.

“Mas Adam?” batin Jiya. Matanya terbelalak ketika mengetahui ternyata salah satu orang yang ada di dalam ruangan itu adalah suaminya.

"Aku tidak bisa memilih," jawab Adam setelah beberapa saat hanya diam saja. "Aku akan mempertahankan keduanya."

Adam dan Jiya awalnya menikah karena sebuah kesalahan di mana mereka sama-sama dijebak di dalam sebuah pesta dan berakhir ditemukan di dalam kamar yang sama. Tapi setelah melewati berbagai hal selama beberapa bulan pernikahan, akhirnya mereka berhasil membuka hati mereka untuk satu sama lain.

"Jangan serakah! Karena kamu tidak bisa memilih, maka aku akan membawa anak itu bersamaku. Bagaimanapun aku ini juga kakek buyutnya, aku punya hak untuk mengasuhnya."

“Kakek akan membawa Bumi?” batin Jiya dengan mata membola. Tiba-tiba ia merasa takut.

Ya, Adam pernah bercerita tentang ancaman kakek mertuanya mengenai hak asuh Bumi pada dirinya. Suaminya itu bercerita kalau hak asuh anak dari adik iparnya yang sudah meninggal itu akan diambil oleh kakeknya jika dia tidak bisa mengurus perusahaan dengan baik. Namun, ketika Adam menceritakan hal itu perusahaan sedang berjalan dengan baik, hingga dirinya maupun Adam tak memusingkan masalah itu.

Tetapi berbeda dengan sekarang, saat ini kondisi perusahaan sedang menurun dan Adam memang terlihat cukup kewalahan menghadapi masalah perusahaan kali ini. Namun, siapa sangka kalau laki-laki tua berumur 80 tahunan itu datang secepat ini untuk menekan Adam.

"Secepat mungkin aku akan menyelesaikan masalah perusahaan, aku—" Kalimat Adam terhenti ketika laki-laki tua yang duduk di atas kursi roda itu mengangkat tangannya.

"Aku beri kamu waktu satu minggu untuk menyelesaikan masalah perusahaan. Jika dalam waktu satu minggu kondisi perusahaan tidak membaik, maka aku akan langsung membawa anak itu pergi!" tegas laki-laki tua tersebut.

"Tidak bisa," tolak Adam.

"Kalau begitu istrimu yang harus pergi."

Jiya yang terkejut mendengar hal itu langsung saja menutup mulutnya. 'Bagaimana ini?' batinnya.

Namun, disaat pikirannya masih dipenuhi dengan banyak pertanyaan, tiba-tiba laki-laki tua itu menggerakkan kursi rodanya ke arah pintu kamar. Sontak saja Jiya pun langsung pergi tanpa suara meninggalkan tempat tersebut.

Satu minggu berlalu, saat ini kondisi perusahaan belum juga membaik. Jiya yang diliputi rasa gelisah akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan masalah hak wali yang membuat Adam tak bisa tidur selama beberapa hari ini.

Suaminya tampak tidak dapat memilih. Jiya paham bahwa Adam mencintai keduanya, menyayangi baik Jiya maupun Bumi, anak yang sudah mereka anggap sebagai anak mereka sendiri. Namun ... jika memang harus memilih–

"Maafkan aku, Mas," ucap Jiya sembari meletakkan sebuah surat di bawah vas bunga yang ada di atas meja riasnya.

Bulir air mata merembes membasahi pipinya, dan sesaat kemudian dengan cepat Jiya mengusapnya sambil melangkah keluar dari kamar tersebut.

Dia melangkah dengan tenang seperti biasanya, menyusuri lorong demi lorong yang membawanya dari pintu kamarnya ke arah ruang utama.

Dirinyalah yang harus mengalah.

"Mbak, di mana Bumi?" tanya Jiya pada salah seorang pelayan yang ia temui.

"Tuan kecil sedang istirahat, Nyonya."

"Kalau Nyonya Besar?" tanya Jiya lebih lanjut.

"Nyonya Besar sedang menghadiri pesta amal, mungkin pulangnya agak larut," beber pelayan tersebut.

"Baiklah," gumam Jiya sembari berganti arah menuju kamar utama anak tiri yang juga sekaligus keponakan suaminya itu.

Setelah beberapa menit melangkah dan akhirnya memasuki kamar anak laki-laki tengil yang selama setahun ini sudah menjadi salah satu bagian hidupnya itu, Jiya pun segera mendekati ranjang dan dengan lembut mengecup kening anak laki-laki tersebut.

"Yang baik, jangan nakal lagi. Yang pinter kalau sekolah, jangan terus berkelahi," ucap Jiya lirih dengan suara paraunya.

Jiya yang mencoba menguatkan hatinya sendiri.

Tak ingin semakin merasa tak rela, akhirnya Jiya pun melangkahkan kakinya secepat mungkin meninggalkan kamar tersebut.

Satu hari berlalu, saat ini Jiya tengah berada di kampung halamannya. Sebuah desa yang cukup maju untuk ukuran salah satu kabupaten kecil di Jawa Timur.

"Ji, kamu yakin mau cerai?" tanya sahabat Jiya sejak SD yang belum lama sampai di rumah tersebut.

"Suratnya sudah dikirim ke Jakarta, kurang yakin gimana lagi," jawab Jiya yang saat ini sedang mengupas mangga di tangannya.

"Tapi—"

Belum sempat sahabat Jiya menyelesaikan kalimatnya, terlihat sebuah mobil masuk ke halaman rumah tersebut.

"Jiya!" panggil seorang laki-laki yang baru saja keluar dari dalam mobil dengan tergesa-gesa.

"Mas Adam," gumam Jiya yang kini terpaku menatap laki-laki yang sangat disayanginya itu.

"Apa maksud kamu dengan semua ini?" tanya Adam sembari membawa beberapa lembar kertas ke arah Jiya.

"Laki-laki siapa yang kamu tulis di kertas ini?" sentak Adam pada akhirnya.

Jiya dengan cepat bangun dari kursi yang didudukinya. "Ya laki-laki yang aku sukai Mas, siapa lagi," jawab Jiya dengan nada yang juga tak kalah tinggi.

"Suka, sejak kapan kamu suka dengan orang lain? Sejak kapan kamu merencanakan surat gugatan cerai ini? Katakan, sejak kapan!" teriak Adam yang diliputi rasa amarah.

Tak salah, dalam surat yang Jiya letakkan di bawah vas bunga di meja riasnya kemarin dia menuliskan kalau dia memilih berpisah dengan Adam untuk bersama dengan laki-laki yang lebih cocok dengan dirinya.

"Apa gunanya kamu tahu?” ujar Jiya dengan santainya. “Yang penting kamu setuju saja pada surat gugatanku itu, lalu bayar aku sesuai kesepakatan menjadi pengasuh Bumi seperti yang kamu katakan sebelum kita menikah dulu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Bapak Rumah Tangga

    “Sudah turunin aku, aku bisa jalan ke kamar sendiri,” ucap Jiya yang juga mendengar panggilan dari lantai satu.“Tidak perlu, biarkan saja orang itu menunggu,” sahut Adam yang mempercepat langkahnya naik ke lantai dua.Jiya pun tersenyum menatap Adam yang sedang membawanya naik tangga. “Lucu,” gumamnya.“Apa?“ tanya Adam yang kini terus menatap ke arah depan.“Nggak ada Mas,” sahut Jiya lalu kembali menunduk.Setelah mengantar Jiya masuk ke dalam kamar mandi, kemudian Adam mengganti pakaiannya dan turun ke lantai satu untuk melihat orang yang bertamu ke rumahnya pagi itu. Dia berjalan ke arah ruang tamu, tetapi dia tidak menemukan siapa pun di sana.“Apakah orangnya sudah pulang?“ gumam Adam karena dia mendengar kalau orang yang bertamu itu memanggil namanya, jadi seharusnya orang itu sudah sangat mengenal dirinya.Sesaat kemudian terdengar langkah kaki yang berasal dari ruangan yang lebih dalam. Adam pun menoleh, menunggu pemilik suara langkah kaki tersebut.“Tuan muda,” ucap pemban

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Ngompol

    Mata Jiya terbelalak ketika tiba-tiba Adam mencium pipinya. “Apa sih kamu, Mas,” ketusnya.Adam terkekeh karena merasa geli melihat Jiya yang salah tingkah. Merasa kesal dengan tawa Adam, Jiya dengan cepat mengambil sebuah potongan apel dan memasukkannya ke dalam mulut Adam. Dan seketika Adam pun berhenti tertawa.“Bagaimana kalau aku tersedak,” ucap Adam sambil mengunyah apel itu.“Ya habisnya kamu ngeselin sih, Mas,” sahut Jiya sambil cemberut.Adam kemudian tersenyum kembali lalu menggelitiki pinggang Jiya, hingga membuat Jiya tertawa terbahak-bahak. “Aduh, ampun Mas,” ucap Jiya sambil mencoba untuk menjauh dari Adam, tetapi Adam terus menahan dan menggelitiki pinggang Jiya. Hingga akhirnya dia merosot ke lantai karena lemas terlalu banyak tertawa.Namun, tiba-tiba salah satu asisten rumah tangga kiriman Nyonya Titi masuk ke dalam ruangan itu dan membuat Adam berhenti menggelitiki Jiya.“Kenapa kamu ke sini?“ tanya Adam dengan tatapan tajamnya.“Itu … saya, saya ….“ Asisten rumah

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Mengusir ART

    Jiya mendesis cukup keras ketika dia akan bangun dari ranjangnya. 'Pinggangku rasane koyo copot,' batin Jiya lalu berpegangan pada pinggiran ranjang itu dan kemudian berdiri.“Apa yang yang kamu lakukan?“ tanya Adam sambil memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Jiya.“Aku ngadek Mas, berdiri.“ Jiya mengucap kata Berdiri dengan pernekanan agar Adam tahu arti istilah jawa yang dia ucapkan. “Masa kamu nggak lihat,” ketusnya.Adam tersenyum kecil. “Lalu kenapa kamu seperti nenek-nenek? Ingin berdiri harus berpegangan kepada sesuatu,” selorohnya.“Pinggangku habis diseruduk truk tronton, puas?“ Jiya masih menyahut dengan ketus. Kini Jiya berjalan ke arah kamar mandi sambil memegangi pinggangnya.“Apa perlu aku bantu?“ Tanya Adam.“Nggak usah Mas, yang ada kamu malah nyusahin bukannya ngebantu,” jawab Jiya sambil masuk ke dalam kamar mandi.Adam pun merebahkan tubuhnya. Matanya menatap langit-langit kamar itu, tak lupa sebuah senyum masih terukir di wajahnya.“Jiya,” gumam Adam.*Keesokan

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Ikat Pinggang Di Pergelangan Tangan

    “Pak Adam,” gumam semua orang sambil berdiri dari kursi mereka, termasuk Nathan yang langsung meletakkan berkas di tangannya.“Berani sekali kalian!“ teriak Adam dengan tatapan tajam yang seolah ingin membakar semua laki-laki yang ada di dalam ruangan itu.Para laki-laki itu saling melirik karena tidak mengerti asal mula kemarahan Adam.Kemudian Adam menoleh ke arah Jiya. “Ke sini!“ Namun Jiya langsung melengos. “Pulanglah, aku bisa pulang sendiri,” sahutnya dengan ketus.Mendengar hal itu Adam mengepalkan tangannya dan kemudian melangkah ke arah Jiya. “Apa yang ingin kamu lakukan di sini?“ tanyanya sambil menggenggam tangan Jiya.“Tunggu Pak,” ucap Nathan yang ingin membela Jiya karena merasa kalau Adam akan memarahi Jiya, walaupun dia juga tidak tahu apa penyebab kemarahan Adam saat ini. “Dia datang ke sini untuk menjemput Leni, dia—”“Siapa kamu berani berbicara mewakili istriku!“ sentak Adam.Mata Nathan pun membulat mendengar kalimat Adam, begitu juga dengan semua orang yang ada

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Jiya Bukan Anak Baru

    Feni lebih terkejut lagi saat melihat dua orang yang sedang belutut di halaman rumah itu. “Siapa mereka?“ tanya Feni karena saat ini dua orang itu menundukkan kepala mereka.“Angkat kepala kalian!“ teriak Dimas memberikan perintah.Kemudian dua orang tersebut mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Feni.“Dia …,” ucap Feni lalu kembali menatap ke arah Dimas.“Benar, orang yang ada di foto itu adalah dia bukan aku. Ada orang yang sengaja ingin merusak hubungan kita,” sahut Dimas.“Ini benar?“ tanya Feni sambil kembali menatap ke arah laki-laki yang mirip dengan suaminya itu.“Tentu saja. Aku tidak mungkin menghianati kamu dan dua anak kita,” sahut Dimas sambil mengusap perut Feni dengan lembut.Feni pun terdiam dan menundukkan pandangannya. “Maaf,” ucapnya lirih.Dimas kemudian menggenggam tangan Feni. “Kamu tidak perlu minta maaf, ini tidak sepenuhnya kesalahan kamu,” sahutnya sambil mengecup punggung tangan Feni itu.Feni kembali mengangkat pandangannya. “Apakah kamu tahu siapa

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Berhasil

    Mereka pun cukup lama bersantai di pinggir kolam tersebut sambil terus membicarakan masalah mereka masing masing, dan juga membahas masalah rencana Dimas dan memaltangkan rencana tersebut.Hingga malam menjadi semakin larut, dan mereka pun masuk ke dalam rumah. Mereka memutuskan untuk beristirahat malam itu. Dimas pun memilih menempati salah satu kamar tamu di rumah itu. Dimas juga sempat memperhatikan pelayan yang dibicarakan Adam tadi, dan benar saja pelayan itu ternyata cukup mencurigakan.****3 hari kemudian..Setiap hari Adam menjemput dan mengantar Jiya pulang ke rumah Dimas, tapi dalam beberapa hari itu semua yang mereka bahas hanya seputar masalah Dimas dan Feni tidak ada yang lain.Hingga malam pun tiba...Adam dan Dimas sedang berada di luar sebuah club malam. Anak buah Adam menemukan bahwa wanita itu bekerja di club malam ini sebagai penari striptis. “Gimana, semua udah siap?” tanya Dimas lewat telpon yang ada di genggamannya“Siap Tuan!” suara di dalam telpon

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status