Share

Hidup Baru?

“Bayar aku sesuai kesepakatan menjadi pengasuh Bumi.”

Seketika sebuah seringai muncul di wajah Adam. "Jadi ini, begini tujuanmu? Ini yang kamu mau?"

"Ya. Aku butuh modal untuk nikah dan membuat usaha dengan calon suamiku," jawab Jiya dengan menunjukkan ekspresi datar di wajahnya.

Tatapan Adam yang awalnya diselimuti amarah kini berubah penuh kebencian dan rasa jijik.

"Oke, kalau itu mau kamu, aku berikan semuanya."

Tanpa mengucapkan apa pun lagi, kemudian Adam kembali ke dalam mobilnya dan meninggalkan tempat itu begitu saja. Sedangkan Jiya yang sedari tadi berpura-pura tenang kini langsung duduk kembali di kursinya.

"Ah, selesai," gumam Jiya sembari meneteskan air mata yang sedari tadi ia tahan.

"Minum dulu Ji, tenangkan diri kamu," ucap sahabat Jiya sembari menyodorkan segelas air teh miliknya.

Jiya pun menerima minuman tersebut, tetapi tiba-tiba rasa mual memenuhi perutnya.

"Kamu kenapa Ji?" tanya sahabat Jiya yang tentu saja berubah panik.

Jiya pun segera berlari ke halaman dan memuntahkan semua sarapannya pagi ini.

"Masuk angin? Di kamar kamu ada minyak angin kan?"

"Iya, tolong ambilkan," pinta Jiya sembari berjalan kembali ke teras.

Setelah itu Jiya yang lemas karena perutnya terkuras pun duduk kembali di kursi.

Dia mendongakkan kepalanya menatap langit-langit teras tersebut. Jiya terus memikirkan semua kemungkinan yang bisa terjadi setelah kepergian Adam, hingga tiba-tiba saja dia menyadari jika ada sesuatu yang salah.

"Tunggu, kapan terakhir kali aku haid," ucapnya yang kemudian melangkahkan kakinya secepat mungkin masuk ke dalam rumah.

Dan setelah sekian kali melakukan tes kehamilan dan bahkan memeriksakan diri ke dokter, Jiya sudah tidak bisa menyangkalnya lagi. Sungguh miris saat mengingat ia tengah mengandung anak dari orang yang akan menceraikannya.

“Tidak apa-apa, Nak,” gumam Jiya sembari mengelus perutnya yang masih rata. “Kamu sama Ibu ya. Meski Ayah tidak ada….”

**

Empat bulan kemudian.

Pagi ini dengan santai Jiya membuka pintu sebuah ruko kecil tempatnya tinggal dan membuka usaha sejak tiga bulan yang lalu, tepatnya setelah Jiya mendapatkan uang yang dimintanya dari Adam. Ya, kini Jiya memilih tinggal di salah satu kota di Kalimantan untuk menghindari berita tentang kehamilannya menyebar.

"Sudah, biar aku saja. Kamu sedang hamil besar, nyetak kue di belakang saja," ujar sahabat sejati Jiya yang juga ikut ke kota itu untuk menemani Jiya dan mendukung Jiya yang ternyata telah hamil saat memutuskan untuk bercerai dengan Adam saat itu.

"Aku nggak apa-apa kok. Kata bidannya aku harus banyak gerak biar persalinannya bisa lancar," sahut Jiya yang kini berpindah mengambil lap meja.

"Hais … nanti aku yang dimarihin ayah dan ibumu kalau kamu kenapa-kenapa," protes sahabat Jiya sembari merebut lap tersebut dari tangan si empunya.

"Pokoknya kamu diam, semuanya akan aman," seloroh Jiya yang kemudian terkekeh sambil mencolek pinggang sahabatnya tersebut.

"Kalau nggak hamil sudah aku smackdown kamu."

"Dih, main smackdown, emangnya aku guling," kelakar Jiya sambil melangkah ke arah ruang belakang.

Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba Jiya merasa ada sesuatu yang salah dengan perutnya.

"Dil, Dil, perutku–" teriak Jiya.

Langsung saja sahabat Jiya tersebut menoleh ke arah Jiya. "Loh, kok darah. Kamu mau ngelahirin, Ji?"

Mata Jiya membulat mendengar pertanyaan sahabatnya tersebut. "Ini baru tujuh bulan saat USG kemarin."

Sesaat kemudian tiba-tiba saja Jiya merasakan sakit yang tak tertahan di perutnya. Sekuat tenaga, wanita itu menggenggam tepian etalase di dekatnya.

"Tidak…”

**

Satu tahun berlalu, saat ini Jiya masih bertahan di Kalimantan. Dan masih dengan bantuan sahabat sejatinya, kini toko tersebut sudah memiliki banyak pelanggan tetap, bahkan sudah cukup terkenal di kawasan tersebut.

“Tante Jiya!” Seorang gadis kecil tiba-tiba menyapa sembari menarik celemek Jiya, membuat wanita itu menoleh.

“Iya, Sayang. Ada apa?” tanya Jiya dengan hangat sembari berjongkok di hadapan gadis kecil yang sedari tadi menungguinya membuat kue-kue pesanan pelanggan hari ini.

“Om belum datang menjemputku,” adu gadis kecil itu dengan manja.

“Belum menjemput kamu? Tumben,” sahut Jiya sembari mengernyitkan keningnya dan kemudian mengambil ponsel yang ia letakkan di dalam saku celemeknya.

Ya, gadis kecil tersebut adalah salah satu penggemar berat kue buatannya, sekaligus keponakan dari kekasihnya saat ini.

Kekasih … pria itu adalah sosok yang selalu mendampingi Jiya di masa-masa terburuknya selama satu tahun belakangan ini. Pria yang membuat Jiya mampu melanjutkan hidupnya meskipun setiap kali masih saja dihantui bayangan Adam, mantan suaminya.

Ya, sepertinya memang Jiya harus benar-benar melupakan mantan suaminya tersebut dan melangkah lebih jauh bersama kekasihnya saat ini. Dan dunia pun seakan merestui keputusannya tersebut.

Cukup lama Jiya berkutat dengan ponselnya, tetapi ia tidak mendapat balasan dari sang kekasih.

“Ke mana sih dia?” gerutunya sembari menatap ke arah jalan raya di depan toko.

Karena tidak ada tanda-tanda kemunculan kekasihnya, Jiya berdiri dan menawarkan, “Kamu Tante antar pulang saja kalau begitu, ya?”

“Asyik …!” seru gadis tersebut sambil berlari kecil ke arah teras tempat tersebut.

“Dira, jangan lari nanti jatuh!” teriak Jiya lalu menggeleng pelan.

“Dira ... Dira,” gumamnya lagi sembari tersenyum ketika melihat gadis kecil berkuncir dua itu sedang menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah sedang menari.

Namun, senyum Jiya seketika pudar saat melihat gadis kecil tersebut tiba-tiba maju ke arah jalanan di depan toko. Matanya seketika membulat, dan dengan cepat ia berlari menyusul gadis kecil yang sudah berada di tengah jalan raya.

“Dir!” teriak Jiya ketika melihat sebuah truk melaju dari arah timur.

Si gadis kecil yang terkejut mendengar teriakan dari Jiya itu bukannya berlari, tetapi justru berhenti dan menatap ke arah truk yang sedang berusaha mengerem agar tak menabrak dirinya.

Lalu tanpa pikir panjang, Jiya pun langsung berlari ke arah Dira. Dia menyambar gadis kecil tersebut dengan satu tangannya, menggendong Dira dengan sembarangan menuju ke seberang jalan raya tersebut.

Akan tetapi, ketika hampir sampai di seberang, tiba-tiba saja Jiya kehilangan keseimbangannya hingga membuat mereka berdua terjungkal dan berguling di trotoar.

“Akhh!” pekik Jiya yang tubuhnya berhenti berguling setelah menabrak tiang listrik yang kebetulan juga ada di sana. Matanya pun terpejam selama beberapa saat ketika merasakan sakit yang terasa menusuk punggungnya.

Sedangkan di saat yang sama, Dira yang saat ini masih berada di dalam pelukan Jiya pun langsung bangun dari tempatnya.

“Tante!” teriak gadis kecil tersebut sembari menangis histeris melihat wanita favoritnya kesakitan.

Sementara itu, dari arah lain terlihat dua orang laki-laki yang tengah berlari ke arah Dira dan Jiya yang masih berada di trotoar.

“Kamu tidak apa-apa?” ucap salah seorang dari laki-laki tersebut sembari menggendong Dira yang sedang menangis tersedu-sedu.

Sedangkan lelaki lainnya sedang berlutut di trotoar dan kemudian mengangkat kepala Jiya. “Sayang,” panggilnya sembari menepuk-nepuk pipi Jiya yang saat ini masih memejamkan matanya.

“Kenapa nggak sekalian ditabok sih,” seloroh Jiya sembari membuka sebelah matanya.

Mendengar suara tersebut, Dira dan laki-laki yang menggendongnya pun langsung menoleh ke arah Jiya.

“Tante sudah bangun,” ucap Dira sembari turun dari gendongan laki-laki bertubuh tinggi tegap yang menggendongnya.

“Iya Sayang,” sahut Jiya sembari tersenyum tipis ke arah gadis kecil yang kini berjongkok di sampingnya itu.

Namun, tiba-tiba rasa tak nyaman muncul di hati Jiya. “Kenapa ini?” batinnya sembari mencoba mengalihkan pandangannya kembali pada kekasihnya.

Akan tetapi, ketika proses mengalihkan pandangannya, sekilas Jiya melihat wajah laki-laki yang tadi sempat menggendong Dira.

“Tunggu,” batinnya sembari kembali mengalihkan pandangannya pada wajah laki-laki yang saat ini tengah menatapnya tanpa berkedip.

“Mas Adam,” ucapnya tanpa suara.

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Si Mendhut
terim kasih
goodnovel comment avatar
Sel Lena
mantap pisaaaaaaaaan
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status