Arka mendekati Ayah Raka lalu pergi ke ruang tengah untuk berbincang. Mona masih mematung sampai pembantu rumah ini menepuk pundak sampai ia terlonjak. Bibi menatap heran Mona yang berdiri di depan pintu anak majikannya.
"Nona kenapa?" tanya Bibi.Mona menggeleng sebagai jawaban. "Oh iya Bi, buah yang Mona bawa apa masih di ruang tengah?" tanya Mona membalas tatapan pembantu yang membukakan pintu tadi."Ada di dapur, Nona. Bibi baru aja cuci," balasnya membuat Mona megangguk lalu pamit ke dapur untuk menyiapkan buah pencuci mulut.Mona mengambil beberapa buah lalu segera mengupas dan membawa pada Raka. Mona menaruh piring yang berisi apel, pir dan pisang sudah dikupas ke pangkuan Raka. Baru saja memerintahkan agar Raka meminum obat, bunyi chat whatsapp masuk membuat Mona mengambil benda pipih di tas.[Pulang cepat! Tunggu hukumanmu di rumah. Sampai Mas yang duluan sampai, hukumanmu akan bertambah berat.] - ArkaNetra Mona langsunMona sudah rapi, bergegas keluar saat Arka mengirim pesan padanya. Melangkah dengan cepat ke dapur, menyiapkan minuman dan cemilan. Serasa semua telah selesai, dia lekas membawa ke ruang tengah untuk disuguhkan."Dia adik ipar gue," sahut Arka menjatuhkan bokong di sofa.Semua orang hanya mengangguk, Mona mendekati mereka lalu menyajikan cemilan dan minum. Beberapa tertegun saat melihat penampilan manis adik ipar Arka. Mata teman lelaki Arka sampai tak berkedip, membuat pria itu kesal."Pergi makan sana!" perintah Arka diangguki Mona, wanita itu langsung berpamitan dan pergi."Adik ipar lo wow ya," celetuk salah satu masih menatap kepergian Mona."Maksud lo?" tanya Arka langsung menatap pria di sebelahnya."Kalau habis mandi manis banget, gak kaya tadi. Kucel, bau dapur," tuturnya memperjelas pada Arka, apalagi melihat tatapan lelaki itu. "Dia selalu ngerjain pekerjaan rumah tangga?" celetuk salah satu."Iya, s
Mona meremas roknya saat mengikuti Arka menuju kendaraan roda empat. Melangkah pelan-pelan takut Arka berhenti mendadak, membuat kedua bertabrakan. Membayangkan saja Mona sudah bergidik ngeri, saat manik mata yang memandang tajam bak elang hendak menerkam mangsa."Mas, aku ke sekolah pakai sepeda saja ya," cicit Mona dengan suara pelan, ia berdiri di dekat pintu mobil."Ayo cepat masuk! Jangan belajar membantah." Arka langsung menghadiahi tatapan tajam yang membuat Mona menciut lalu menurut.Mereka hanya diam saat diperjalanan, Arka fokus ke jalanan. Mona duduk dengan gelisah, takut hal mengerikan terjadi padanya lagi. Arka langsung memarkirkan mobil saat sampai, menyuruh turun adik ipar, tak lupa memberikan uang."Makasih, Mas," kata Mona lalu hendak menutup pintu tapi dilarang Arka."Nanti sepulang sekolah ada yang menjemputmu, turuti saja ucapan dia, itu Mas yang nyuruh. Jangan membantah!" perintah Arka hanya dibalas anggukan Mona, lal
"Kamu harus turuti ucapanku!" perintah Arka sudah memberikan wewenang saat melajukan mobil menuju tempat di mana pertemuan berada."Iya, Mas. Memang kita mau bertemu siapa?" tanya Mona memberanikan diri bertanya."Setelah sampai kamu juga akan tau," balas Arka tidak memberikan jawaban pasti.Lima puluh tiga menit perjalan akhirnya tiba sampai tujuan. Arka lekas keluar lalu membukakan pintu untuk Mona. Wanita itu dengan gugup menggenggam jemari kakak ipar dan mulai berjalan beriringan."Jangan menunduk! kamu harus tegak dan menatap ke depan. Jangan mempermalukan Mas dengan menunduk seperti itu," tegur Arka saat melihat Mona terus melihat ke bawah."Iya Mas, maaff," kata Mona lalu mendongak melihat ke depan berusaha bersikap seperti kakak iparnya."Bagusss!" puji Arka tersenyum melihat Mona menurut."Mahhhh," panggil Arka lalu mendudukkan Mona di kursi sebelahnya."Kaa," sambut wanita paruh baya itu lalu melirik s
"Bawa seragam sekolahmu saja, sama yang penting kaya buku dan lain-lainnya," kata Arka menyembukan kepala ke jendela melihat Mona yang masih duduk di kursi."Heyyyy, kenapa kamu diam aja. Ayo turun! dan rapikan yang penting, seperti seragam sekolah." Mata mereka langsung bersitatap, tatapan tajam itu membuat Mona menciut lalu lekas keluar mobil."Cepat rapikan yang penting ke koper, kita akan pindah ke apartemen dulu," ujar Arka menjelaskan, Mona langsung mengangguk mengerti."Memang kenapa kita pindah ke apartemen, Mas?" tanya Mona penasaran saat sudah selesai dan memasukan koper ke bagasi."Mau renovasi rumah," balas Arka lalu fokus mengemudi kendaraan roda empat."Mau diapakan lagi? bukannya rumah itu sudah bagus," seloroh Mona membenarkan duduknya agar nyaman."Rumah itu jadi jelek karena pernah ditinggalkan oleh Kakakmu," sinis Arka melirik sekilas Mona lalu fokus lagi ke jalanan.Mona memilih diam tak menyahuti ka
"Mass, ada di sini?" cicit Mona pelan, memegang handuk agar tidak lepas."Hmmmm." Arka hanya menyahuti dengan deheman, tatapannya masih menuju ke Mona membuat wanita itu waspada."Makasih udah diizinin mandi di sini, Mona ke kamar dulu ya," tutur Mona melangkah menuju pintu tetapi benda itu terkunci."Emmmm, Mas. Kuncinya mana? Mas pasti lupa malah dikunci," pinta Mona dengan suara pelan, ia berbalik dan menyodorkan tangannya."Ngapain keluar, di sini aja," kata Arka datar duduk di sisi ranjang menatap Mona tanpa berkedip.Mona terus memegang erat handuk agar tak terlepas. Ruangan yang ini terasa menjadi pengap, apalagi tatapan sang kakak ipar. Perlahan ia menggeleng, merasa terancam di bilik tersebut."Enggak, Mas. Mona mau ke kamar Mona saja," cicit perempuan itu pelan, ia sangat takut peristiwa itu terjadi lagi walau dia sudah menduganya.Arka terkekeh lalu bangkit dan mendekati Mona. "Kamu kenapa? takut sama Mas," s
Sebulan berlalu perlakukan Arka masib sama, Mona sekarang tengah menatap pantulan di cermin. Hari ini mereka akan berkunjung ke kediaman Ibu Arka, ia menarik dan mengembuskan napas berkali-kali. Suara Arka yang memanggil membuat Mona secepat kilat meraih tas selempang lalu melangkah keluar menemui sang kakak ipar."Ayo cepat! Mama telepon terus nih," ucap Arka menggandeng Mona lebih tepatnya menarik agar jalan wanita itu cepat. Setelah semuanya beres, Arka langsung menancap gas menuju lokasi. Melirik sekilas sang adik ipar yang terlihat tegang. Ia mengembuskan napas perlahan, lalu lengannya terulur mengelus punggung tangan Mona."Tenanglah, Mas akan menjagamu. Hanya Mas yang boleh menyiksa dan membuatmu menangis," ujar Arka membuat Mona menatapnya senyuman itu terukir tetapi sebentar, luntur saat ucapan terakhir Arka."Jangan terlalu berharap, Mon." Mona memberikan nasehat pada dirinya sendiri dalam hati."Ayo turun!" perintah Arka kelua
Setelah kedua sejoli itu tidak terlihat, Hana segera masuk ke kamar wanita yang dianggap calon mertua. Wajah dibuat sebegitu sendu, membuat Adzkia merasa bersalah. Wanita paruh baya tersebut lekas menarik Hana agar duduk disampingnya, mengusap pelan punggung tangan perempuan pilihan Adzkia untuk menjadi pendamping Arka."Sabar ya, Hana. Mama akan lebih berusaha agar kamu bisa menikah dengan Arka," tutur Adzkia pelan menatap perhatian pada calon menantu idamannya.Hana hanya mengangguk kecil sebagai jawaban. Rencana sudah ia susun, menunggu Adzkia mungkin kapan dia akan menyandang gelar Nyonya Arka. Segera bangkit pamit buat mendekati Arka."Mah, Hana turun dulu memberikan kopi buat Mas Arka," ucap Hana lalu melangkah keluar meninggalkan Adzkia."Semoga Hana tidak berbuat nekad," gumam Adzkia lalu membaringkan tubuhnya untuk istirahat.Hana bergegas mengambil secangkir kopi yang ia buat, melangkah mendekati Arka yang menonton televisi. Den
Hari kedua mereka bermalam, ada undangan untuk Adzkia. Sedangkan wanita paruh baya itu belum pulih total, akhirnya ia memiliki ide buat memerintahkan Arka dan Hana. Dengan langka pelan menuju ruang tamu, dia melihat Hana masih berusaha mendekati putranya."Arkaaaa," panggil Adzkia membuat Arka menoleh menatap orang terkasih."Ada apa, Mah?" tanya Arka mengalihkan tatapannya pada sang Mama dan meletakan laptop di meja."Mama boleh minta tolong?" tanya Adzkia seraya duduk di dekat Hana."Tolong apa, Mah?" sahut Arka lalu nada dering ponsel membuat ia meminta izin dulu menerima telepon."Iya, nanti Mas jemput, kamu tunggu dulu ya," pinta Arka lalu tersenyum saat mendengar jawaban Mona, ia lekas memasukan handphone ke saku lalu berjalan mendekati Adzkia."Mah, nanti kita bicara lagi, Mona sudah keluar sekolah. Arka harus menjemputnya," pamit Arka lalu pergi."Ishhh, Arka. Selalu saja mentingkan bocah ingusan itu," keluh