Share

4

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2025-11-04 12:44:38

Kenzo duduk di meja makan sambil menatap Marvella dengan wajah kecewa.

“Ma, kok Mama usir Om Dastan? Padahal seru banget tadi. Aku suka kalau Om Dastan dan Oreo ada di sini.”

Marvella menghela napas panjang, lalu mengelus kepala anaknya. “Ken, dia itu tetangga, bukan bagian dari keluarga kita. Jangan terlalu dekat, ya.”

“Tapi Oreo suka sama aku, dan aku juga suka sama Oreo. Lagian… Om Dastan nggak jahat, kok.”

Marvella terdiam. Meski hatinya menolak, tapi dengan mata kepalanya sendiri tadi ia melihat dengan jelas bagaimana Oreo bisa membuat anaknya tertawa sepuas itu.

Jarang sekali tawa Kenzo begitu lepas sejak perceraiannya.

Wanita itu lalu tersenyum kepada putranya. “Sudah, yuk kita makan dulu. Masih ada sisa spageti di panci.”

Beberapa saat kemudian, rumah Marvella akhirnya tenang. Kenzo sedang duduk menonton TV sambil mengunyah sisa spageti.

Sementara itu, Marvella menatap piring penuh spageti yang tadi sudah ia susun rapi. Porsinya masih terlalu banyak untuk dirinya dan Kenzo.

Dengan mendesah pasrah, ia menaruh sebagian spageti di piring saji, lalu menutupinya dengan cling wrap.

Kenzo yang memperhatikan langsung nyengir nakal. “Mama pasti mau bawain buat Om Dastan, ya?”

“Bukan, Mama cuma nggak mau makanan jadi mubazir," kilah Marvella, seraya menaruh piring yang telah dibungkus cling wrap itu ke dalam kantung belanja bahan spunbond.

***

Di rumah sebelah, Dastan baru saja mengganti kausnya ketika bel pintunya berbunyi. Oreo yang sedang rebahan di sofa seketika menyalak riang sambil berlari ke arah pintu.

Begitu dibuka, berdirilah Marvella dengan wajah setengah sebal tapi juga setengah canggung. Kedua tangannya menenteng kantung biru.

“Ini,” ucapnya singkat, seraya mengulurkan kantungnya kepada Dastan. “Daripada mubazir.”

Dastan menatapnya selama beberapa detik, sebelum kemudiam senyum tipis muncul di wajahnya. “Terima kasih. Dari dulu aku memang selalu suka sama masakan kamu.”

Marvella pun terdiam, saat kilasan ingatan masa lalu menyeruak di dalam benaknya. Dulu Dastan sering berkata begitu setiap kali ia memasakkan sesuatu, hal yang membuatnya semakin semangat untuk mencoba resep baru, dan akhirnya membuat Marvella memiliki hobi memasak.

Ia buru-buru mendorong kantung itu ke tangan pria itu. “Jangan banyak omong. Habisin saja makanannya. Awas kalau sampai dibuang, aku kutuk kamu dan Oreo jadi ubi nanti!”

Dan tanpa menunggu jawaban, Marvella pun langsung berbalik pergi.

Tapi Dastan masih tak bergeming berdiri di depan pintu sembari menatap punggungnya yang menjauh, dengan seulas senyum tipis yang masih menghiasi bibirnya.

***

Sekitar pukul delapan malam, suasana di komplek sudah cukup tenang. Lampu-lampu jalanan menyala redup, sementara beberapa rumah tetangga sudah tampak gelap tanda penghuninya memilih cepat beristirahat.

Marvella masih sibuk membereskan piring kotor di dapur ketika suara Kenzo terdengar dari ruang tamu.

“Mama! Mama! Lihat, deh! Cepat, Mamaaa!” teriak bocah itu dengan semangat membuncah.

Marvella mendesah. Awalnya ia enggan menanggapi, namun teriakan kedua Kenzo pun tak pelak membuatnya bergegas menghampiri. Ia mendapati putranya sudah berdiri di jendela besar ruang tamu dengan wajah penuh kegirangan.

“Ada apa, Ken?” tanyanya sambil mengeringkan tangan dengan lap.

“Om Dastan, Ma! Lihat di sana!” Kenzo menunjuk ke arah halaman rumah sebelah.

Marvella refleks menoleh. Dan saat itulah ia mendapati sebuah pemandangan yang membuatnya terpana.

Di halaman rumahnya, Dastan sedang menyalakan kembang api kecil. Bukan jenis besar yang berbahaya, tapi kembang api berwarna-warni yang menyemburkan cahaya indah ke udara malam.

Kilatan biru, merah, dan emas berputar membentuk pola, sementara Oreo berlarian mengejar percikan yang jatuh ke tanah sambil menyalak riang.

Kenzo menempelkan wajahnya ke kaca jendela dengan mulut menganga. “Woooow! Mama lihat kan? Keren banget!” teriaknya girang.

Marvella mengerjap beberapa kali. Di satu sisi, ia ingin mengomel karena itu bisa saja menimbulkan gosip baru dari ibu-ibu komplek.

Tapi di sisi lain, melihat ekspresi bahagia Kenzo membuat hatinya melunak tanpa bisa ditahan.

“Om Dastan jago banget! Kayak lagi bikin pertunjukan sirkus,” ujar Kenzo sambil terkikik geli.

Pada saat itulah Dastan menoleh. Pandangan matanya sempat beradu dengan Marvella dari balik jendela.

Senyuman tipis kemudian terukir di bibirnya, seakan berkata, 'lihat kan, aku tahu caranya membuat anakmu bahagia.'

“Mama, boleh nggak aku ke sana sebentar?” pinta Kenzo tak sabar, ia bahkan hampir melompat-lompat di tempat.

Marvella buru-buru menggeleng. “Tidak, Ken. Ini sudah malam dan besok kamu sekolah. Lihat dari sini saja juga bisa, kan?”

Kenzo pun sontak menjadi manyun, tapi ia segera kembali kegirangan saat Dastan tiba-tiba mengibaskan tangannya, membuat bunga api berputar membentuk lingkaran yang bercahaya.

Seolah-olah Dastan sengaja melakukan pertunjukan itu untuk Kenzo semata.

“Mamaaa, coba deh Mama lihat baik-baik. Kayak ada bentuk love, lho! Om Dastan bikin love!” Kenzo menunjuk dengan penuh antusias.

Marvella spontan menoleh lebih dekat, dan benar saja. Untuk sesaat, percikan api itu membentuk pola hati yang samar meski tak sempurna.

Kening Marvella berkerut. Ia buru-buru mundur selangkah dari jendela, sementara Kenzo masih bersorak-sorai kegirangan.

“Om Dastan hebat banget!” Kenzo memekik lagi, suaranya nyaris menggema ke seluruh komplek.

Di luar sana, Dastan berdiri dengan wajah puas meski peluh tampak membasahi pelipisnya. Ia mengangkat tangan memberi salam kecil ke arah Kenzo dan Marvella, sebelum akhirnya meniup kembang api terakhir dan membiarkan malam kembali sunyi.

Kenzo menoleh ke arah ibunya dengan mata berbinar. “Mama… aku suka banget punya tetangga Om Dastan. Rasanya kayak punya pesulap di sebelah rumah!”

Dan Marvella pun hanya bisa terdiam seraya merasakan hatinya yang berdenyut aneh, karena hadirnya sekelumit nostalgia yang tak ia harapkan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mantan Jadi Tetangga    5

    Marvella pun akhirnya tak tahan. Begitu pertunjukan kembang api itu akhirnya selesai, ia segera melangkah keluar rumah dengan tatapan waspada, takut ada tetangga yang keburu mengintip dan mulai bergosip. Saat langkah Marvella memasuki pagar, Oreo yang antusias langsung menghampirinya sembari menggoyangkan ekor penuh semangat. Sementara Dastan yang baru saja meletakkan batang kembang api terakhir di ember berisi air, terlihat tenang saat menoleh ke arahnya. “Kamu gila, ya? Jam segini bikin pertunjukan kayak gitu?? Kalau ada yang lapor ke satpam komplek gimana?” suara Marvella terdengar ketus, matanya menatap Dastan tajam. Dastan mengangkat sebelah alis. “Tapi yang penting Kenzo senang, kan?” Marvella refleks menoleh ke samping. Dari balik jendela, ia bisa melihat Kenzo masih berjingkrak-jingkrak sambil bertepuk tangan riang. Anak itu tampak lebih hidup dari biasanya. “Bukan gitu intinya,” potong Marvella cepat, mencoba menutup perasaan yang mulai sedikit goyah. “Kamu itu

  • Mantan Jadi Tetangga    4

    Kenzo duduk di meja makan sambil menatap Marvella dengan wajah kecewa. “Ma, kok Mama usir Om Dastan? Padahal seru banget tadi. Aku suka kalau Om Dastan dan Oreo ada di sini.” Marvella menghela napas panjang, lalu mengelus kepala anaknya. “Ken, dia itu tetangga, bukan bagian dari keluarga kita. Jangan terlalu dekat, ya.” “Tapi Oreo suka sama aku, dan aku juga suka sama Oreo. Lagian… Om Dastan nggak jahat, kok.” Marvella terdiam. Meski hatinya menolak, tapi dengan mata kepalanya sendiri tadi ia melihat dengan jelas bagaimana Oreo bisa membuat anaknya tertawa sepuas itu. Jarang sekali tawa Kenzo begitu lepas sejak perceraiannya. Wanita itu lalu tersenyum kepada putranya. “Sudah, yuk kita makan dulu. Masih ada sisa spageti di panci.” Beberapa saat kemudian, rumah Marvella akhirnya tenang. Kenzo sedang duduk menonton TV sambil mengunyah sisa spageti. Sementara itu, Marvella menatap piring penuh spageti yang tadi sudah ia susun rapi. Porsinya masih terlalu banyak untuk diri

  • Mantan Jadi Tetangga    3

    Ketika malam hari tiba, Marvella mendengar ketukan di pintu depan rumahnya. Dengan ragu ia pun membuka pintu, dan terkejut kala mendapati Dastan berdiri di sana bersama dengan Oreo yang duduk manis di sampingnya. Ya Tuhan. Lagi-lagi dia...?! "Malam, Vel. Ini, mainan bola punya Kenzo ketinggalan di rumahku tadi,” ujar pria itu datar, sambil menyerahkan sebuah bola plastik biru kecil ke tangan Marvella. Baru saja wanita itu hendak menjawab dengan kalimat ketus, tapi tiba-tiba saja Kenzo sudah keburu datang melesat setara kecepatan cahaya dari dalam. “Om Dastan, Oreo!” Bocah itu tersenyum lebar dan langsung mengelus anjing kesayangannya. "Om, masuk yuk! Mama masak spageti yang enak banget, pasti Om Dastan suka, deh." Dengan penuh semangat, Kenzo menarik tangan Dastan agar masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Oreo yang menyalak riang sambil melompat-lompat kecil. Kejadiannya begitu cepat, dan Marvella pun hanya bisa bengong lalu memijit pelipisnya yang mendadak nyeri. 'Astag

  • Mantan Jadi Tetangga    2

    Udara pagi di Green Valley Residence terasa lebih segar dibandingkan siang terik kemarin.Aroma rumput basah masih menempel di udara, bercampur dengan suara burung gereja yang hinggap di kabel listrik.Marvella berdiri di dapur mungil rumah barunya, masih mengenakan piyama pink bergambar bunga. Rambut cokelat gelapnya tergerai acak, sementara ia sibuk menyiapkan roti panggang untuk sarapan.“Kenzo, ayo sarapan dulu sebelum Mama telat antar kamu ke sekolah.”Tidak ada jawaban.“Kenzo?” Ia menoleh ke arah ruang tamu yang sepi.Dengan alis mengernyit, Marvella meletakkan pisau selai lalu berjalan keluar ke halaman.Dan benar saja dugaannya.Putra semata wayangnya itu sudah jongkok di rumput bersama Oreo, si anjing husky berbulu putih abu-abu yang terlihat menempel manja di sampingnya.Bocah itu mengelus leher Oreo sambil tertawa cekikikan ketika anjing itu menjilat tangannya.“Kenzo!” Marvella setengah berteriak. “Berapa kali Mama bilang jangan main sama anjing tetangga?”Kenzo menoleh d

  • Mantan Jadi Tetangga    1

    Udara siang itu cukup terik, ketika sebuah mobil pickup bak terbuka berhenti di depan rumah nomor 11 di komplek Green Valley Residence. Sopir menurunkan tumpukan kardus, lemari kecil, dan satu kasur lipat yang diikat seadanya. Di balik mobil, seorang wanita berambut cokelat gelap yang digelung asal-asalan sibuk memberi arahan. Dengan kaus putih longgar dan celana jeans yang sudah belel, Marvella Riani terlihat berkeringat. Meski wajahnya masih menyimpan pesona, garis-garis lelah terlihat jelas di bawah matanya. “Kenzo, jangan lari-larian! Itu masih banyak barang pecah belah!” teriaknya pada bocah laki-laki berusia delapan tahun yang melesat ke halaman rumah baru mereka. Kenzo Rafi, anak semata wayangnya itu tampak sumringah. Ia mengenakan kaos bergambar robot penuh noda es krim dari perjalanan tadi, celana pendek gombrang, serta rambut acak-acakan yang membuatnya tampak seperti jelmaan energi tak terbatas. “Yeay, akhirnya punya rumah baru!” serunya sambil menendang bo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status