Share

Bab 3 Usaha Rayhan

"Duduk dulu, Nawang! Kita jadi pusat perhatian pengunjung lainnya," pinta Rayhan.

"Maura, kita duduk dulu deh!" sahut Caroline.

"Lo aja deh yang nego! Gue tunggu di mobil saja," ujar Maura yang hendak meninggalkan meja Rayhan.

"Nawang! Duduk dulu, jangan kayak anak kecil!" tegur Rayhan sambil mencekal lengan Maura.

Dengan terpaksa Maura kembali duduk, karena tidak enak melihat tatapan penasaran, dari para pengunjung yang ada di lantai dua.

"Lo nego dah, Aline!" pinta Maura yang langsung melihat ponselnya, karena dia malas melihat tatapan mata Rayhan padanya.

"Okay, tidak usah membuang waktu lagi. Berapa harga unit nomor delapan lima? Kalau cocok saya ambil," ujar Caroline to the point.

Rayhan tersenyum tipis melihat sikap ceplas-ceplos Caroline. 

"Ternyata kamu tidak berubah juga, Caroline. Masih ceplas-ceplos seperti dulu," ujar Rayhan.

"Ya, dan itu sudah jadi ciri khas saya, Tuan Rayhan. Jadi tidak mungkin berubah, sampai kapan pun," jawab Caroline.

"Tidak usah terlalu formal, kita kan teman lama. Jadi panggil seperti biasanya saja," ujar Rayhan.

"Baiklah, Rayhan si playboy cap kadal buntung. Bisa kita percepat transaksi penjualan apartemen kamu? Kami masih ada urusan lain lagi!" pinta Caroline dengan tegas.

"Bayu kamu mulai saja," pinta Rayhan pada sang asisten.

"Baik, Bos," jawab Bayu, lalu dia menatap Caroline. "Begini Nona Caroline, ini detail surat jual belinya. Anda bisa membacanya lebih dahulu dulu," ujar Bayu.

Caroline menerima map itu, dan membacanya dengan seksama. Dia tidak mau ada masalah di suatu hari, jika dia ceroboh dalam bertransaksi.

Rayhan menatap Maura intens, dia tersenyum tipis. Saat melihat Maura yang seolah sengaja, mengabaikan dirinya yang duduk di depan kursinya.

Rayhan mencondongkan tubuhnya, dan menaruh kedua tangannya di meja. 

"Nawang, apa kita bisa bicara berdua saja?" tanyanya dengan percaya diri.

Maura mendongak, dan menatap Rayhan dengan datar. Dia mencoba menahan gejolak di dadanya, saat melihat tatapan mata elang itu.

"Saya rasa tidak ada kepentingan di antara kita berdua, kecuali urusan jual beli apartemen ini, Tuan Rayhan yang terhormat!" tukas Maura.

Rayhan tersenyum kecut, mendengar jawaban ketus Maura. Wanita yang bertahun-tahun dia rindukan, dan tanpa kabar berita setelah memutuskan hubungan dengannya.

Sejak ditinggal Maura, Rayhan menjadi patah hati. Dan membuatnya kembali suka berganti wanita, jika dia sudah bosan seperti berganti pakaian.

"Aku hanya ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu, sebelum kamu meninggalkanku dan mengakhiri hubungan kita," ujar Rayhan.

Maura hanya diam, dan menatap mata Rayhan, dan dia bisa melihat ada kepedihan dan kekecewaan di sana.

"Semua sudah berlalu, sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Saya hanya percaya yang sesuai fakta, dan melihat langsung dengan mata dan kepala sendiri!" ujar Maura dengan datar.

*Nawang-- itu tidak seperti yang kamu pikirkan, please. Kita selesaikan dulu, setelah itu Aku akan menerima apa pun keputusan kamu nanti," pinta Rayhan.

"Saya tidak berminat!" tolak Maura dengan tegas.

Rayhan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, tangannya dia lipat di dada kekarnya. "Alright! Kalau begitu kamu harus siap, kalau Aku teror setiap hari. Dan tidak akan berhenti, sampai kamu mau mendengarkan penjelasan dariku, Maura Dyah Nawangwulan." Suara tegas Rayhan, membuat wajah Maura langsung berubah datar.

"Whatever!" jawab Maura dengan datar, dan menatap tajam ke arah Rayhan.

"Oke, deal! Mulai sekarang jangan bosan kalau kita sering bertemu," sahut Rayhan dengan santai.

Tak lama pelayan datang membawakan pesanan di meja mereka. Maura mengerutkan keningnya, saat melihat pesanan yang ada di meja mereka.

Makanan itu adalah kesukaan dia, dan hanya Rayhan yang tahu saat mereka liburan ke Bali beberapa tahun lalu.

"Itu menu kesukaan kamu, yang wajib kamu makan kalau ke Bali kan!" ujar Rayhan dengan santai.

Maura terdiam, dan hanya menatap makanannya tanpa berniat menyentuhnya.

"Maura, kenapa hanya dipelototi itu makanan? Itu kan makanan kesukaan kamu, kalau kita makan di restoran ini," kata Caroline sambil menyenggol lengan Maura.

Maura mengembuskan nafasnya kasar. "Kalau kamu mau, kita tukar menu saja," sahut Maura.

"No, thanks!" tolak Caroline.

"Ayo di makan dulu! Aku yakin kamu tidak berubah selera kan," ujar Rayhan dengan percaya diri.

Dengan malas dan tak berselera, akhirnya Maura mulai menikmati makanannya. Dia memang sangat menyukai menu itu, karena Rayhan yang meminta dia mencoba makanan itu.

Daging tenderloin dengan saus mushroom, sangat lezat dan pas di lidahnya. Maura sudah lama tidak ke restoran ini, karena tidak mau mengingat semua tentang Rayhan.

Namun, ternyata pria itu kembali hadir, setelah sekian tahun hidupnya tenang dan damai.

Berbeda dengan Maura yang tak berselera, Caroline menikmati makanannya dengan lahap, dan dia memang menyukai semua menu di restoran itu.

Rayhan terus melihat Maura yang hanya diam, dan tidak bicara sepatah kata pun sejak tadi.

Wajahnya semakin cantik, dan terlihat sangat dewasa. Apalagi sekarang bentuk tubuh mantan kekasihnya itu, semakin berisi dan terjaga cocok dengan tingginya yang proporsional.

Rayhan menghabiskan makanannya, lalu meneguk minumannya hingga tandas. Dia melihat Maura yang juga sudah menyelesaikan makannya.

"Apa rasanya tidak enak? Tidak biasanya kamu tidak menghabiskan makanan kamu, Maura. Bukankah kamu yang bilang, jangan membuang makanan nanti mubasir," tegur Rayhan.

"Saya sudah kenyang, kalau Anda tidak suka saya tidak menghabiskan makanan ini. Tenanglah saya yang akan membayarnya," jawab Maura dengan datar.

Rayhan hanya menghela nafasnya panjang, dia tidak mengenal lagi wanita yang mengisi hatinya hingga sekarang.

Maura yang sekarang, sangat keras kepala dan arogan. Tidak seperti saat mereka dulu masih bersama.

"Maura--" Ucapan Rayhan terhenti, saat tangan Maura terangkat ke depan.

Ponsel Maura berbunyi dan dia langsung menerima panggilan itu. "Halo, Tuan Bagus. Ada apa?" tanya Maura dengan ramah, tak ada suara judes dan datar.

Perubahan sikap Maura itu, membuat Rayhan penasaran siapa yang menghubungi Maura.

["Halo, Maura. Apa kita bisa bertemu? Saya mau membahas pekerjaan dengan kamu."]

"Kapan dan di mana?" tanya Maura.

["Bagaimana kalau di Restoran dekat GWK? Kebetulan ada meet and greet band kesukaan kamu di sini."]

"Eum ... Baiklah, tapi saat ini Saya masih ketemu klien. Mungkin satu jam lagi kami sudah sampai di sana," ujar Maura.

["Tidak masalah, saya akan menunggu sampai kamu datang."]

"Baiklah, terima kasih Tuan Bagus," ucap Maura sebelum panggilan terputus.

Maura menoleh ke arah Caroline. "Lo sudah selesai belum jual belinya?" tanya Maura.

"Sudah selesai, kita bisa pergi sekarang," jawab Caroline.

"Baiklah, kami permisi dulu Tuan Rayhan. Kami masih ada urusan penting dengan klien," pamit Maura dengan datar.

"Ada urusan apa bertemu dengan Bagus, Nawang?!" tanya Rayhan penuh selidik, dia cemburu mendengar Maura akan bertemu dengan Bagus rival bisnisnya.

"Saya rasa itu bukan urusan Anda, Tuan Rayhan. Kami permisi dulu," ujar Maura dengan tegas, lalu dia berjalan meninggalkan meja mereka bersama Caroline.

Rayhan menatap kepergian Maura dengan tatapan sendu. "Kapan kamu akan memaafkan Aku, Maura? Aku hanya ingin menjelaskan, yang sebenarnya terjadi saat itu," ucap Rayhan lirih.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status