Share

Bab 02

Beberapa jam berlalu.  Leira berjalan keluar dari Media CT. Kakinya segera berlari saat waktunya untuk segera menghabiskan waktu bersama putranya, Leira sudah berjanji pada Haru. Jadi tidak ada hal yang bisa membuat Leira tetap berada di kantor, apalagi Haru adalah segalanya, sekeras apapun Leira bekerja, dia tidak pernah bisa menolak permintaan putranya.

Leira menaiki bus setelah menunggu selama lima menit, dia mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan pesan pada sang Ibu, menanyakan apakah Haru sudah makan atau sekarang apa yang sedang putranya lakukan. 

Leira mendapatkan email jika dirinya akan ikut tim Tuan Han dengan beberapa orang, mereka semua akan berangkat ke kantor Group Choi, untuk memberikan laporan setiap bulan, melakukan presentasi dalam banyak hal entah itu laporan laba dan rugi dalam penjualan setiap hari atau perminggu yang dijadikan satu dalam hitungan bulan.

Ini pertama kalinya Leira kesana, dia tidak pernah terpilih telah dua tahun bekerja di Media CT. Ini merupakan peluang untuknya bisa masuk ke dalam Group Choi apalagi disana segalanya lebih terfasilitasi, dan salah satu tentu saja gaji yang lebih besar. 

Bukan karena gaji Leira untuk sekarang tidak cukup, hanya saja jika ada kesempatan itu. Dirinya akan lebih bisa menunjang masa depannya Haru lebih matang lagi, menabung untuk kedepannya.

Leira segera turun setelah sampai di tujuannya, dia menelepon ibunya selama perjalanan menuju ke rumah sang Ibu. Leira tersenyum bahagia, rasa lelah bekerja hilang begitu saja, melihat sosok kecil sedang melambaikan tangan ke arahnya, menyambut kedatangannya. Leira berlari, memeluk tubuh putranya dan memberikan kecupan sayang di area wajah Haru. 

"Mom! Haru baru selesai makan!" tangan mungil itu mendorong halus wajah sang Ibu, bukan tidak menyukai tapi dirinya baru saja selesai makan dan mungkin belum sempat membersihkannya sisa makanannya.

"Mom sangat merindukanmu." "Haru mengatakan, akhir-akhir ini kau lebih sering tertidur di ruang tamu, bukankah aku sudah mengatakan jangan bekerja terlalu keras?"  kini yang ikut memarahi adalah sang Ibu, wanita paruh baya itu memang memiliki karakter yang keras, namun dialah yang membantu Leira melewati masa sulitnya. Mendukung dalam setiap keputusannya, walau terkadang dia sukai berbicara hal lain.

"jadi putera Mom, sudah pandai melapor? Siapa yang mengajarimu?" Leira melepaskan pelukannya, berjongkok untuk sejajar dengan tinggi putranya, dan sesekali mencubit pipi gemasnya.

"Leira, apakah pria itu sudah berhenti mengirimkan uang padamu?" tanya sang Ibu, membuat Leira sebenarnya sangat malas membahas pria itu, mati-matian Leira mengabaikan pria itu walau setiap hari dirinya pasti akan melihatnya.

"Ibu, aku tidak mau menerima apapun darinya, Haru putraku dan aku ingin sepenuhnya Haru hidup karenaku." Leira menerima paper bag yang berisi seragam Haru, menggenggam tangan putranya dan berpamitan dengan sang Ibu.

"Ibu, aku menyayangimu, jaga diri baik-baik, sampai jumpa." ucap Leira, dia melambaikan tangannya sebelum pergi.  "Haru juga, sampai bertemu lagi Ibu." ucap Haru sambil melambaikan tangan mungilnya, putranya ini sangat lucu, dia tidak pernah mau memanggil sang nenek dengan sebutan itu, baginya neneknya adalah Ibu.

"Haru, Mom sudah mengajarkan untuk berhenti memanggil Ibu? Panggil nenek, okey?" ucap Leira ketika dia menuntun dirinya dan Haru untuk berjalan menuju halte di depan jalan.

"Mom saja memanggil Ibu, masa Haru tidak boleh!" Leira hanya bisa menggelengkan kepalanya. Haru terlihat gembira saat Leira mengajaknya sebuah taman yang tidak jauh dari apartemen mereka, putranya tidak pernah sekalipun membuat Leira merasa hancur, bahkan Haru adalah kekuatan untuknya terus mensyukuri hidup. Bahwa tuhan masih adil, memberikan dirinya satu hal berharga.

"Hari ini, Haru menggambar apa?" tanya Leira, keduanya sedang duduk dibangku taman dengan cup ice cream coklat. Melihat banyak orang tua yang mengajak anaknya bermain disana.

Haru meletakkan Cup Ice cream di sisi bangku yang kosong, membuka resleting tasnya dan mengeluarkan buku gambar miliknya, membuka satu persatu halaman dan berhenti pada sebuah gambar selama di sekolah tadi.

"Haru menggambar di tempat dimana Haru dan Mom bisa melihat matahari terbenam." ucap Haru, itu benar. Ada Leira dan Haru seperti di pantai sambil menunggu matahari terbenam. Leira tersenyum, terkadang dirinya bertanya-tanya, apakah Haru tidak rindu bertemu dengan ayahnya, sebagian besar dalam buku itu hanya ada mereka berdua, seakan tidak ada tempat untuk orang lain, Leira mengelus lembut rambut sang putra.

"Mom suka, Haru ingin melihat pantai?"  Haru melipat buku miliknya, menatap kearah sang Ibu penuh harapan, dengan senang dan polosnya Haru mengangguk, mengatakan dengan semangat. "tentu saja, Haru ingin kesana bersama Mom." "Mom, akan mengajak Haru, saat liburan musim semi." Haru terkejut, dia terlihat sangat senang sampai tidak bisa menyembunyikan gigi putihnya dan sisi Ice cream diarea mulutnya. "Mom harus janji!" Leira mencubit pipi putranya, mengacak-acak surai coklat itu. "Tentu saja, apapun untuk Haru-ku"

******

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, setelah menidurkan Haru, Leira harus kembali pada pekerjaannya, semua ini harus selesai minggu depan sebelum waktu pencetakkan, belum lagi Leira tidak ada waktu untuk membaca persentasi besok, dia berharap besok hanya duduk di antara temannya yang ikut pergi ke Group Choi. Suara ponselnya terus berdering, tertulis jelas nama yang ingin sekali dirinya hindari, Leira tidak pernah bisa berpikir baik jika pria itu terus menganggu dirinya, padahal saat Leira memohon untuk sebuah kepastian, pria itu malah pergi begitu saja.  Sekarang?

Setelah tahu jika Leira hamil anaknya, saat itu juga dunia Leira kembali di ganggu, dia tidal mau apapun dari pria itu, bahkan tidak pernah berharap jika pria itu kembali, walau mungkin dirinya sudah berubah.

Tetap saja hatinya sudah tertutup rapat untuk siapapun. Leira membuang nafas panjang, mencoba untuk fokus dan kembali pada kegiatan awalnya, dia tidak boleh goyah dan tidak boleh lemah, dia sudah sampai di titik ini dan Haru adalah titik kerakhir, jadi Leira hanya perlu mengatakan pada dirinya.  Kau bisa dan abaikan segalanya.

Butuh enam tahun untuk bangkit dan bisa pada keberhasilan ini adalah hal panjang untuk Leira, walau bayang pria itu masih ada karena Haru begitu mirip dengannya, bahkan tidak ada cela untuk mirip dengan dirinya, Haru seperti versi lain dari pria itu.

Tapi tetap mencoba untuk mengabaikan bayangan kisah cinta yang begitu menyakitkan, dirinya tidak pernah bisa merasakan apa itu indahnya sebuah pernikahan, rasanya seperti setiap hari harus menelan pil pahit. Tidak! Haru adalah dirinya! dia tidak mirip pria itu! Leira memukul kepalanya, menyadarkan dirinya dari pemikiran itu, dan tangannya mulai merevisi setumpuk lembaran naskah.

Kegiatan itu terus berlanjut sampai jam sudah menunjukan pukul satu malam, Leira masih sibuk mencoret bagaian yang kurang dan menulisnya dibagaian atas, dua jam dia gunakan untuk merevisi satu novel. 

Suara dering bell membuat dirinya menghentikan kegiatannya. Membuat Leira harus membuka pintu pada tamu yang berkunjung di malam hari ini, bukan ini sudah termasuk dini hari. 

"Ya, ada yang bi---," Kalimat itu terhenti, mengambang di udara saat Leira menatap tidak percaya pada pria di hadapannya, membuat dirinya ingin sekali menutup kembali pintu itu. "Leira--" Leira menolak tegas saat pria itu melangkah ingin masuk, dia tidak akan membiarkan pria itu masuk kedalam kehidupannya, apalagi menyentuh Haru. 

"jika anda tidak mau diusir olehku, aku akan memanggil petugas keamanan untuk melakukannya." ucap Leira, sebisa mungkin menunjukkan wajah tegas, padahal hatinya begitu lemah melihatnya, pria yang sudah lama tidak dirinya lihat sedekat ini, dan secara langsung. 

"Leira--aku--" "Pergi! Kau tidak izinkan untuk menyampaikan apapun!" Leira meninggikan suaranya, menahan air matanya. Kenapa? Suara itu begitu mengoncangkan hatinya dan juga pikirannya. 

"aku akan pergi, Leira. Tapi di waktu lain, kamu tidak akan bisa menghindariku lagi." ucap pria itu, dia tidak ingin membuat keributan apapun, dirinya nekat kesana karena Leira terus mengabaikannya. Leira menutup pintu untuk tanpa mengatakan apapun, mencoba untuk tidak memperdulikan apa yang pria itu katakan dan mencoba untuk lebih kuat lagi.

"Mom? Apa terjadi sesuatu?" Haru, pria kecil itu berdiri diujung pintu kamarnya, sambil mengusap matanya yang masih mengantuk. Leira menghapus air matanya, berusaha menutupi apa yang terjadi dan melangkah mendekati putranya. "Haru kenapa bangun sayang? Haru ingin minum?"  Haru mengangguk, tangannya mengusap lehernya memberitahu jika memang dirinya haus. 

"baiklah, Mom akan mengambilnya." Leira kembali setelah mengambil segelas air, memberikan pada putranya dan mengajaknya kembali ke kamarnya. "Haru ingin tidur dengan Mom." Leira tersenyum dan mengangguk. "ayo kita kembali tidur."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status