Share

3. Elma

“Kamu cukup mengantarku di sini. Aku ada urusan dan akan pulang ke hotel sendiri,” ucap Jillian pada sopir.

“Ba... baik,” sopir yang ditugaskan kaget tetapi tidak berani menolak perintah seorang pejabat tinggi.

Laki-laki bertudung jaket itu tersenyum menanti Jillian keluar.

“Mengapa kau di sini?” tanya Jillian dengan perasaan tidak suka.

“Bisakah kita berbicara berdua?”

“Ikuti aku.” Jillian memandu Elma berjalan menuju hotel yang sudah tidak jauh.

Saat di dalam lift, Elma berkata, “Aku kemari tidak untuk bertemu dengan dia tapi bertemu dengan kamu. Perkembanganmu sangat mengkhawatirkan para tetua, kamu semakin kuat Jillian dan apa penyebabnya?”

Jillian mengerutkan alis, ia tak paham maksud Elma.

“Balkanji, mereka seharusnya tidak dibunuh oleh kita. Legenda mengatakan mereka berasal dari  sisa Dark One dan seharusnya ditangkap hidup-hidup untuk dikembalikan ke Dunia Siklus. Makhluk yang membunuhnya akan tercemar hingga mereka benar-benar berubah menjadi monster.”

“Kau takut?” tantang Jillian.

“Para tertua hanya mengira para elf yang bisa tercemar, tetapi mereka mulai mengawasimu. Kekuatanmu jelas berkembang. Semakin awal....” Elma tiba-tiba berhenti berbicara.

Jillian menanti kelanjutan perkataan Elma.

“Semakin lama kekuatanmu berkembang, semakin berbahaya bila kamu berubah menjadi Makhluk Tercemar. Jika kamu seorang elf, tetua sudah pasti memberi hukuman mati.  Tetapi kamu adalah seorang pahlawan di duniamu, mereka menunggumu berubah menjadi monster agar bisa dibunuh.”

“Kalau begitu aku tunggu kalian, Tujuh Tetua yang hanya diam saat tahu 20 juta makhluk tak berdosa mati. Lihatlah, siapakah monster sebenarnya,” balas Jillian.

Elma terdiam atas sindiran keras 10 tahun yang lalu.

“Itu kesalahan kami. Balkanji seharusnya tidak pernah searah dengan makhluk lain.”

Jillian menatap Elma semakin dekat, pisau dari sihir hitam muncul dan ia ulurkan untuk elf tersebut.

“Bagaimana kalau kau membunuhku sekarang. Lakukan demi Arina, wanita yang kau cinta.”

'Demi Arina, wanita yang aku cinta'. Tangan Elma gemetar saat pisau diserahkan, hatinya bertolak belakang, dialah yang akan menjadi monster di mata Arina saat membunuh suaminya. Dia akan menyelamatkan ras dari ancaman, disebut sebagai pahlawan, dan semua elf akan berduka saat dia menyerahkan diri setelah membunuh Jillian. Mana yang harus dipilih pengorbanan seorang untuk kehormatan menjadi pahlawan atau monster di mata Arina.

Elma teringat dua tahun yang lalu saat ia sangat ingin membunuh Jillian, orang yang memperkosa wanita yang ia cintai. Saat itu Jillian melebarkan tangan seolah sengaja agar Elma bisa dengan mudah membunuhnya. Untung saja Arina menghentikannya, wanita itu memeluknya untuk pertama dan terakhir kali.

'Hentikan! Aku baik-baik saja. Jillian tidak pernah menyakitiku,' perkataan Arina terngiang beserta sumpah Elma saat itu.

'Aku akan membunuhmu Jillian jika sekali saja kamu menyakiti atau membuat sedih Arina.'

“Argh...” Elma membanting pisau hitam hingga menancap di lantai lift. Jillian tersenyum penuh kemenangan.

Pintu lift terbuka dan Jillian melangkah keluar. Ia berbalik dan berkata, “Kau tidak datang untukku. Bagaimanapun juga kau datang untuk Arina.”

Perasaan Elma memuncak, niat baiknya ketahuan tercemar dan ia tak berani untuk melangkah keluar lift.

“Satu saranku, lebih baik kamu berhenti menjadi hunter, setidaknya bisa memperlambat kematianmu,” kemudian Elma menutup pintu lift.

***

William kembali ke hotel beberapa jam kemudian. Belum sempat ia mengganti baju, bosnya tiba-tiba datang menghampiri. Tangan Jillian memegang rokok yang menyala pertanda bahwa istri dan anaknya belum pulang. Dia memaksa William duduk untuk memandang kota.

“William, apa aku berubah?” basa-basi Jillian.

'Berubah? Berubah seperti apa,' jawab William dalam hati.

“Kamu sudah mengenalku sejak 10 tahun yang lalu, menurutmu apa ada sesuatu yang berubah pada diriku?”

Sejak pertama bertemu dengan Jillian hingga sekarang, William tidak yakin apa yang dimaksud berubah oleh bosnya. Satu hal yang dia tahu sejak pernikahan, Jillian sedikit berubah dan lebih sering tersenyum. Tetapi William mulai bergidik ngeri mengingat senyum Jillian karena itu pertanda bahwa dia melemparkan tumpukan laporan pada diri William.

“Kamu lebih bahagia, Bos. Sejak menikah dengan Arina, kamu lebih banyak tersenyum bukan untuk melempar laporan tai ke arahku.”

Jillian tersenyum kecil.

“Aku mau minta maaf padamu....” Jillian mulai bercerita tentang kejadian 10 tahun lalu di Australia. Ia mengenal orang yang menyelamatkan William dari kejaran monster, orang itu dari Indonesia. Lidah terasa pahit saat memberikan intonasi dalam cerita. Alasan Jillian tidak ingin hadir ke Monumen Hunter karena para keluarga korban diundang ke sana. Laki-laki tua yang melindungi dari serangan Balkanji saat itu adalah ayah dari teman masa kecilnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status