Share

4. Pulang

“Ikan?”

Dalam gendongan ibunya, Mulan yang belum genap berumur 12 bulan meronta-meronta ke arah air mancur di lobi hotel. Putri kecilnya itu sangat menyukai ikan yang berwarna-warni. Arina duduk di tepi kolam menanti suaminya yang sedang berbicara dengan seorang pegawai kantor WH Organization. Suaminya terlihat berbicara serius atau mungkin itu memang kebiasaannya. Arina diminta menunggu di mobil tetapi putri kecilnya mengisyaratkan untuk pergi ke air mancur yang berisi ikan.

“Ayo kita hitung ikannya. Satu... dua... tiga... empat... lima...  Lihat itu, ikannya berwarna merah. Cantik bukan?”

“Sudah selesai menghitung ikannya?” tiba-tiba Jillian sudah berada di belakangnya.

“Kamu sudah selesai berbicara dengan orang tadi?”

Jillian mengangguk, “Ada berapa ikannya?” Jillian berusaha mengajak bicara Mulan. Tetapi intonasi datar dan dingin sangat sulit Jillian rubah.

“Ada lima, Daddy...” bisik Arina untuk membantu Mulan menjawab. Putri kecil mereka hanya bisa  membalas dengan senyum lucu bayi.

“Selamat tinggal ikan...” Arina menggerakkan lengan kecil Mulan untuk melambaikan tangan.

Setelah satu setengah jam penerbangan, mereka tiba di Surabaya. Arina mulai penasaran seperti apa keluarga suaminya. Dia hanya memiliki seorang ibu dan kakak perempuan di Indonesia. Terakhir menghubungi keluarganya yaitu dua tahun yang lalu sebelum pernikahan. Itu sangat buruk untuk hubungan keluarga. Tetapi Arina tidak memungkiri bahwa Jillian memiliki sifat yang dingin dan sangat gila bekerja sebagai hunter. Beruntung sifatnya perlahan berubah sejak ia mengandung buah hati mereka, sejak itu pula Jillian menjadi suami yang penuh perhatian.

“Jillian!” sapa laki-laki yang menunggu pada rombongan kedatangan penumpang bandara. Semua mata berfokus ke laki-laki itu dan dia baru merasa tidak harus berteriak. Orang-orang di bandara pun mulai berdecap kagum saat tahu seorang hunter paling terkenal di dekat mereka. Dua cewek remaja berlari untuk meminta foto bersama.

“Maaf, istriku harus segera istirahat,” jawab Jillian dalam bahasa Indonesia. Arina hanya tahu dua kata yang diucapkan suaminya, maaf dan istriku. Dua remaja itu terlihat kecewa tetapi sedetik kemudian mereka seperti kagum.

Laki-laki yang menyapanya tadi kini berjabat tangan dengan Jillian. Mereka saling bertukar senyum, pertanda yang baik. Ia mengulurkan tangan untuk berjabat tangan ke Arina.

“Aditya, suami kakaknya Jillian,” sapa Aditya.

Arina mencoba mengingat pembelajaran bahasa Indonesia yang ia pelajari kurang dari satu bulan. Jillian menerjemahkan dalam bahasa Inggris, “Aditya, He is my brother in law.”

Arina mengangguk, membalas jabat tangan dan mencoba menjawab dalam bahasa Indonesia yang dia mengerti, “Aku Arina, istri Jillian.”

“Dia belum begitu bisa berbahasa Indonesia,” ucap Jillian.

“Tidak apa-apa. Cantik sekali putrimu. Siapa namanya?” Aditya mencubit lembut pipi Mulan.

“What’s her name?” terjemah Jillian.

“Mulan. Dia berumur dua belas bulan.” Arina menjawab dengan logat bahasa Indonesia yang masih belajar.

“Ayo kita segera pulang,” ajak Aditya yang membantu menarik koper mereka. Decap suara dan pandangan terkadang mengarah ke mereka. Arina tidak mempermasalahkan karena semua orang pasti mengenal wajah suaminya. Tetapi itu berarti rencana Jillian gagal agar tidak ada yang mengetahui kedatangannya ke Surabaya.

***

Setelah satu jam perjalanan, mereka tiba di deretan rumah yang cukup rapat sama seperti perumahan di Tokyo ataupun blok di London. Mobil terus masuk ke dalam pedesaan dengan rumah-rumah yang tidak tersusun rapi. Beberapa orang di jalan sangat sering dijumpai dan Aditya menebarkan senyum dengan ramah.

Mobil berhenti di halaman rumah yang sangat bersih, sebuah pohon membuat teduh dari teriknya panas matahari dan di depan rumah tertulis papan besar Catering Bu Milati. Tak ada sambutan sedikit pun persis seperti rencana suaminya. Arina sedikit gugup karena tidak bisa menebak seperti apa orang tua Jillian — ibunya.

Arina mengikuti suaminya yang begitu saja masuk ke dalam rumah. Pintu sedikit terbuka dan di baliknya terdapat sebuah ruang tamu kosong beralaskan tikar. Jillian terus berjalan masuk tanpa kata-kata. Rumah itu cukup besar, berbelok dan dinding rumah berwarna putih kusam. Dinding berisi beberapa foto lama, seorang wanita muda dan dua anaknya. Foto pernikahan Aditya dengan seorang wanita cantik — kakak Jillian. Seorang wanita tua yang mengendong cucu perempuan. Foto terakhir membuat Arina kaget yaitu sebuah foto pernikahannya yang diambil dari internet.

“Ibu masak apa?” suara Jillian terdengar pelan.

“Jillian!” suara wanita terdengar berteriak.

Arina datang saat Jillian dipeluk ibunya. Ia menangis bahagia. Saat membuka mata wanita itu melihat Arina, ia tersenyum lebih bahagia.

“Itu istrimu? Arina Katsuko?” Milati, Ibu Jillian melepas pelukan. Arina mengangguk. Mereka berpelukan dengan lembut.

“Siapa namanya?” Milati menyentuh jemari Mulan yang tertidur.

“Mulan, Ibu,” jawab Arina.

“Dia bisa berbahasa Indonesia?”

“Sedikit,” jawab Jillian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status