Share

4. Berita Viral

Author: Putri Cahaya
last update Huling Na-update: 2024-07-22 21:39:28

[Tidak ada ibu yang akan menyakiti anaknya. Kalau ada, dia bukan manusia, tapi binatang!]

Deg!

Sejenak, detak jantung Naina terasa berhenti. Tubuhnya lemas hingga membuatnya langsung luruh ke lantai. Badannya gemetar hebat.

Tanpa dosa, Freya juga men-tag akunnya untuk memperlihatkan kepada semua orang bahwa dialah pelakunya.

Beberapa saat terunggah, postingan itu langsung diserang komentar netizen.

[Wanita gila! Yang tega meracuni anaknya sendiri sampai meninggal. Dia tak layak menjadi ibu. Pembunuh!!!]

Naina merasakan ada pukulan kuat yang menghantam dadanya ketika membaca komentar kakak iparnya di bagian paling teratas.

Belum lagi berbagai komentar jahat di bawahnya membuat ia semakin diliputi rasa kecewa.

[Binatang aja masih punya rasa sayang untuk anaknya. Ini sih bukan binatang lagi, tapi iblis!]

[Iblis berkedok manusia]

[Dasar pembunuh!]

[Wanita seperti itu nggak pantas hidup. Lebih baik mati!]

[Anj lo! Lo tuh yg seharusnya mati! Bukan anak lo yg nggak salah apa-apa]

[Pembunuh!!!!]

[Mati saja kau!]

Jantungnya berdegup kian cepat disertai dengan denyutan menyakitkan. Seakan ada sebilah pedang yang menghunus di sana. Tangannya bergetar tanpa bisa dikendalikan.

Cairan bening mengalir deras dari mata indahnya. Naina tak mampu lagi menyembunyikan kesedihannya. 

Ya Tuhan, sakit sekali.... Mereka berkomentar sesuka hati tanpa memikirkan perasaannya.

Sosial medianya pun tak luput dari hujatan dan makian. Bukan hanya di kolom komentar, tetapi juga lewat pesan pribadi yang masuk silih-berganti.

Seakan belum cukup, muncul lagi postingan video dari orang lain yang berisi Naina ketika ditampar Bu Anita sepulang dari pemakaman. Di caption tertulis.... 

[Awalnya saya takut mengunggah video ini karena dia menantu di keluarga Wirabuana. Tau sendiri kan se berpengaruh apa keluarga mereka? Tapi karena didorong oleh seseorang, akhirnya saya berani upload biar nggak ada korban lagi]

Akibatnya, sejumlah orang yang mungkin datang melayat di hari itu berbondong-bondong meng-upload video yang serupa meski dari posisi yang berbeda. 

Hal itu menunjukkan bahwa video tersebut asli bukan editan semata. Tak lupa akunnya pun di-tag. Komentar-komentar pedas semakin banyak berdatangan.

[Penjarakan dia!]

[Hukum mati sekalian!]

Naina menjatuhkan ponselnya. Tangannya tak sanggup lagi menggenggam ponsel yang terus-menerus bergetar. 

Ia duduk meringkuk sambil memeluk lututnya. Tangisannya tak kunjung berhenti dengan isakan memilukan.

Apa belum cukup luka yang diterimanya selama ini? Kenapa harus ditambah lagi?

Ponsel kembali berdering. Dengan tangan yang masih gemetar, wanita berusia 27 tahun itu mengangkat panggilan dari sahabatnya.

“Nai, kamu nggak papa?” tanya Zelda terdengar sangat khawatir. 

“Zel….” Naina menyahut pelan. Suaranya serak dan bergetar.

“Kamu tenang, ya. Kita cari solusi bareng-bareng, oke?”

“Gimana aku bisa tenang? Semuanya menyerangku, Zel.” Naina menggigit bibir bawahnya gusar.

“Iya, aku sangat mengerti perasaanmu. Tapi kamu nggak boleh panik. Ingat janin dalam perutmu masih sangat rentan. Tenangkan dirimu dulu, ya.”

Zelda benar. Naina tidak boleh stress yang berakibat buruk pada kandungannya. Ia menarik napas dalam-dalam lalu dihembuskan. Begitu terus hingga dirinya merasa lebih baik.

“Udah tenang?” 

Naina berdehem sebagai balasan membuat Zelda melanjutkan ucapannya. “Sebelumnya aku mau tanya. Video itu beneran kamu?”

“Iya, tapi bukan racun yang kumasukkan.” Naina pun menceritakan semuanya tanpa ditutup-tutupi.

“Freya brengs*k!” Zelda mengumpat kesal.

“Aku harus apa, Zel? Aku… aku bingung.”

Zelda berdehem pelan. “Gini, kamu abaikan semua komentar sama pesan mereka. Jangan dilihat ataupun dibaca demi menjaga perasaanmu.”

“Terus yang kedua, kamu bisa bikin klarifikasi tentang kebenaran yang kamu ceritakan barusan,” jelasnya memberikan solusi.

“Klarifikasi? Apa mereka bakal percaya? Semua orang udah kemakan sama omongan Freya dan Kak Devira.”

“Percaya nggak atau nggak percaya itu hak mereka, Nai. Yang terpenting kita udah berusaha menjelaskan yang sebenarnya. Daripada nggak sama sekali. Yang ada malah kamu terkesan membenarkan tuduhan itu.”

“Tapi… aku nggak yakin akan berhasil.” Naina berkata dengan lesu.

“Dicoba aja dulu. Aku akan bantu kamu. Sekarang kamu bikin kalimat yang bagus untuk klarifikasi terus kamu posting.”

“Iya.” Naina menutup panggilan telepon. Baru saja ia hendak menjalankan saran dari Zelda tetapi….

Brak!

“Naina!”

Naina terlonjak kaget. Ia mendongak dan mendapati suaminya yang tampak dikuasai amarah.

“Jadi benar, kamu yang udah meracuni Altair?” Dhafin menunjukkan video yang diposting Freya.

Sekuat tenaga, Naina berusaha bangkit berdiri sambil berpegangan pada tepi ranjang. Tubuhnya masih lemas dan gemetar.

“Jawab, Naina!”

“I-itu… itu….” Naina tergagap. Sejenak, otaknya tiba-tiba blank bingung memulai penjelasan dari mana.

“Jelaskan!” tekan Dhafin tidak sabaran.

Naina menarik napas dalam-dalam untuk mengendalikan diri lantas menatap suaminya.

“Di video itu memang benar aku. Tapi bukan racun yang kumasukkan, melainkan vitamin. Kamu tau sendiri, Altair sering mengalami GTM.”

“Jadi, aku tambahkan vitamin dalam makanan ataupun minuman Altair. Itu pun nggak setiap hari. Kamu sendiri yang membelikannya langsung atas saran dari dokter.”

Dhafin terbungkam mendengar penjelasan Naina. Pria itu pasti sedang mengingat ketika pertama kali Altair mengalami GTM sampai berhari-hari, ia sangat panik dan langsung membawanya ke dokter.

Sang dokter pun merekomendasikan sebuah vitamin yang bisa dicampurkan dalam makanan atau minuman kesukaan Altair serta mampu memenuhi nutrisi dalam tubuh.

“Bahkan saat vitaminnya hampir habis, kamu buru-buru membeli lagi buat stok. Apa kamu lupa?”

Naina tahu, Dhafin sangat menyayangi Altair dan pastinya tidak akan melupakan apapun yang berkaitan dengan anaknya.

“Coba kamu amati lebih jeli. Di situ ada kemasan vitamin yang tak jauh dari posisi tanganku. Meski tampak samar, kamu pasti mengenalnya.”

Naina memperhatikan ekspresi Dhafin yang sedang meneliti video itu. Raut wajahnya terlihat datar membuat ia tidak bisa menebak isi pikiran sang suami.

Besar harapannya Dhafin akan mempercayainya. Namun, kenyataannya…. Dhafin kini tersenyum miring padanya.

“Aku tetap nggak percaya. Bisa jadi kamu salah memasukkan vitamin.” Dhafin menutup ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celana. 

Deg!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
Udah Naina jangan terlalu berharap cepat pergi dari rumah itu sambil persiapkan segalanya untuk membuktikan KEBENARANMU
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
JAHAT nya nih orang
goodnovel comment avatar
Peggy Maspaitella
ngeri kali komen mu bu lisanmu ga sesuai dgn foto profilmu bu
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   321. Antara Percaya dan Ragu

    Dhafin tertawa kecil. Bukan tawa bahagia, melainkan tawa getir yang menyimpan banyak luka. Pandangannya kosong, terarah pada gelas di depannya. Jari-jarinya bergerak memutar sedotan dalam minuman, seperti mencari pelarian dari kekalutan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. “Bahkan sejak bercerai dari Lora, saya sudah hancur, Grissham,”ucapnya lirih, “hidup saya berantakan. Tidak ada arah, tidak ada tujuan.” Matanya sedikit berkaca, tapi ia cepat mengedipkannya. Ia tidak ingin terlihat rapuh. “Sekarang yang tersisa hanyalah anak-anak. Si kembar… mereka satu-satunya hal paling berharga yang saya punya.” Ia menghela napas, panjang dan berat. “Yang penting bagi saya, saya masih diperbolehkan bertemu mereka, masih bisa memeluk mereka, menjadi seorang ayah yang baik. Itu sudah lebih dari cukup.” Grissham menyandarkan tubuh di sandaran kursi, melipat tangan di depan dada. Satu kakinya disilangkan di atas yang lain, sikapnya tenang tapi tak sepenuhnya dingin. Tatapannya menyorot pe

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   320. Apa Kau Pelakunya?

    Ngotea AjaTempat yang dipilih oleh Grissham untuk memenuhi janji bertemu dengan seseorang. Kafe teh yang berlokasi di pusat kota ini sedang naik daun dan menjadi primadona di berbagai kalangan.Nuansanya kekinian dengan interior bergaya hangat dan nyaman, sangat cocok untuk tempat berkumpul bersama teman, keluarga, maupun untuk sekadar me time. Meski terbilang baru berdiri, kafe ini telah berhasil menarik banyak pengunjung berkat strategi pemasaran yang jitu dan atmosfer yang menyenangkan.Setiap hari, kafe ini selalu ramai. Pengunjung datang silih berganti, apalagi saat sore seperti ini.Bukan hanya anak muda, para pekerja kantoran pun kerap menyempatkan diri mampir untuk melepas penat selepas bekerja seharian penuh.Grissham termasuk salah satu pelanggan di kafe ini. Ia sudah beberapa kali datang kemari, terutama saat ingin menyendiri atau mengerjakan proyek-proyek yang bersifat rahasia. Contohnya seperti sekarang.Laki-laki itu duduk sendirian di salah satu meja dekat jendela kac

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   319. Saatnya Bertindak

    Grissham tidak langsung menjawab, membiarkan keheningan menyelimuti ruangan. Ia terdiam, menyusun kata-kata yang tepat sebagai jawaban. “Karena aku belum menemukan waktu yang tepat, Ayah. Aku berencana mempertemukan Lora dan Annelies, lalu menceritakan semuanya.”“Ayah tahu sendiri akhir-akhir ini kami sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga belum sempat,” ucapnya menjawab pertanyaan sang ayah.Pak Albern mengangguk perlahan, tetapi sorot matanya penuh penilaian. “Kali ini Ayah tidak setuju dengan tindakanmu itu.”“Seharusnya sejak awal kau sudah menjelaskannya. Ketika kau memutuskan untuk meminang Lora, di situlah seharusnya kau membuka semuanya tentang Annelies.”“Bukannya menunda-nunda yang justru memberi celah bagi musuh untuk menghancurkanmu,” balasnya.Grissham menghela napas panjang, lalu mendongak menatap langit-langit kamar. “Aku juga tidak menyangka kalau akan berakhir seperti ini.”“Kedatangan Annelies ke sini, awalnya memang aku rencanakan untuk mempertemukan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   318. Kebenaran yang Terlambat

    “Grissham!”Grissham yang tengah merapikan rambutnya di depan cermin meja rias menoleh ketika pintu kamarnya di buka dengan keras.Ia meletakkan sisir, lalu membalikkan badan hanya untuk mendapati sang ayah yang berjalan cepat ke arahnya dengan raut menahan amarah.Plak!Tamparan keras mendarat di pipinya.“Kau ini benar-benar membuat malu!” bentak Pak Albern tajam. Di tangan kirinya tergenggam sebuah iPad yang menyala, menampilkan sebuah tayangan.Grissham memegang pipinya yang terasa panas menyengat. Matanya menatap ayahnya penuh keterkejutan. “Ada apa, Ayah? Kenapa Ayah menamparku?”“Ada apa, katamu? Lihat ini!” Pak Albern menyodorkan iPad itu kasar ke arah Grissham. Rahangnya mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat, menahan diri agar tidak kembali melayangkan tangan pada sang anak yang sepertinya belum tahu apa-apa.Grissham memperbaiki posisi iPad dan mulai menyimak tayangan di dalamnya. Seketika, bola mata abu-abunya membulat.Ia dibuat sangat terkejut menonton video berdurasi

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   317. Runtuh di Tengah Sarapan

    Lora menghembuskan napas, lalu mengangguk patuh. “Iya, Ayah.”Melawan pun percuma. Mereka pasti akan tetap memaksanya untuk istirahat di rumah. Jika dilanggar, ayahnya pasti akan menyuruh bodyguard untuk membatasi pergerakannya.“Mama!”Lora menoleh dan mendapati dua buah hatinya berlari ke arahnya. Senyum di bibirnya mengembang lebar. Ia segera berpindah posisi menjadi berlutut sambil merentangkan tangan, bersiap menyambut keduanya.Bersamaan dengan itu, para pelayan dari dapur mulai mengantarkan sarapan yang sudah matang. Aroma sedap langsung memenuhi ruangan saat makanan ditata di atas meja.“Mama!” Dua balita itu menghambur ke pelukan ibunya, seolah baru saja bertemu setelah berpisah lama.Lora membalas pelukan mereka erat-erat, mencium kepala keduanya satu per satu. Sejak kemarin, ia sama sekali belum bertemu dengan si kembar. Rasa rindu disertai perasaan bersalah menyelinap di hatinya.Masalah yang terjadi benar-benar menguras emosi dan pikirannya. Ditambah lagi kondisi tubuh ya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   316. Patah Hati di Ujung Pengakuan

    “Hu-hubungan yang sangat dekat? Tanggung... jawab?”Lora tertawa pelan. Bukan karena lucu, melainkan tawa getir yang sarat kepedihan. Perkataan Grissham mungkin terdengar ambigu dan butuh penjelasan lebih lanjut. Namun, dirinya sudah tidak sanggup lagi mendengarkan apa pun yang justru hanya akan makin mencabik-cabik hatinya. Ia tak bisa lagi berpikir jernih, apalagi positif. Entah hubungan dekat macam apa yang mereka jalani, yang pasti hal itu membuat kepercayaannya hancur berkeping-keping. Ditambah lagi dengan tanggung jawab. Semua orang pun pasti akan berpikir yang tidak-tidak.“Apa… Kak Sham menyayanginya?” tanyanya lagi, seolah masih belum puas. Ia sudah tak mampu menggambarkan bagaimana bentuk hatinya kini. Terlalu sakit, sampai rasanya kebas.Grissham mengangkat kepala, menatap Lora sendu. Ia tak ingin menjawab, tetapi sorot mata wanita itu seperti memaksanya. Tatapan yang tak bisa dibantah. “Iya, aku sangat menyayanginya. Tapi–”“Cukup!” potong Lora sambil mengangkat tangan m

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status