Home / Romansa / Marry with Sugar Daddy / 2. Kekerasan Hati Ibu

Share

2. Kekerasan Hati Ibu

Author: Momy3R
last update Last Updated: 2025-07-14 22:45:34

Luna akhirnya bersedia ikut, ia ingin tahu apa yang diinginkan pria tua itu. Selain karena ingin yang dan ponselnya laku, ia juga ingin tahu apa sebenarnya yang diinginkan pria asing yang baru dikenalnya itu.

Mereka duduk di kafe yang cukup ramai itu. Masing-masing orang pasti tidak menyadari jika mereka datang untuk bertransaksi ponsel usang.

Luna menatap pria itu, setelah mereka duduk, lidahnya kelu. 

"Ponselmu, biar aku yang beli," ucapnya sesaat setelah mereka duduk.

Pria ini akan membeli ponselnya? Untuk apa ponsel usang ini dibelinya. Luna merasa ragu tapi pria itu setengah memaksa.

Pria itu minta dia memberikan harga untuk sebuah ponsel dengan banyak bekas jatuh dimana-mana.

Dan untuk harga yang dibutuhkan, ia memberikan harga yang memang pantas untuk ponselnya.

Tapi ini terlalu aneh untuk menjadi nyata. Apakah ini semacam modus penipuan, yang dilakukan pria itu tak wajar, karena tertarik pada barang kuno dan setengah rusak ini.

Otaknya berputar cepat mencari celah, tetapi wajah pria itu—begitu tenang dan penuh keyakinan—tidak menunjukkan gelagat buruk sedikit pun.

"Berapa yang kamu butuhkan?" ulang pria itu, kini melayangkan pandangannya ke arah pramuniaga yang masih berdiri canggung di samping mereka. 

“Mau pesan apa, Tuan ehm Nona?”

Pria itu memesan jus lemon, dan menyuruhnya untuk memesan juga. Luna menolaknya tapi pria itu memberikan pilihan dan Luna terpaksa memilih segelas jus alpukat, salah satu minuman impiannya.

Pramuniaga itu berlalu pergi menyiapkan pesanan mereka. Sedangkan Luna, ia meremas ponselnya. Harga yang ia butuhkan, setidaknya untuk napas sesaat, adalah satu juta rupiah. 

Jumlah yang terasa sangat besar untuk sebuah ponsel bekas dengan layar retak. Pria itu menatapnya, menunggunya menjawab untuk memberikan harga yang pantas dan dibutuhkanya.

"Jadi, berapa harganya? Katakan saja?"

"S-satu juta, Tuan," ucapnya lirih, hampir tak terdengar. Ia bersiap untuk cibiran atau tawa dari pria itu.

Namun, pria itu hanya mengangguk. "Baiklah. Satu juta. Kamu yakin cuma butuh satu juga untuk harga ponsel itu?"

"Ya, cuma itu saja, apa Tuan mau mengeceknya dulu?"

"Tak perlu, aku bukan sales ponsel. Oh ya, namaku Jonathan." Ia mengulurkan tangannya.

Luna menyambutnya ragu. Telapak tangan Jonathan terasa hangat dan kokoh. "Sa-saya Luna, Tuan."

"Tidak usah pakai 'Tuan', Luna. Cukup panggil Jonathan saja," ujarnya ramah. 

Lalu tiba-tiba, pria dengan kisaran usia 35 tahun itu mengeluarkan dompetnya dan menghitung uang sejumlah yang ia inginkan.

Satu juta rupiah, dan uang yang terdiri dari uang kertas 10 lembar ratusan ribu itu membuatnya menganga. Karena tanpa di tawar apalagi dikatakan banyak cela dan kerusakan, orang itu malah langsung memberikan uangnya tanpa basa basi.

"Ini, Luna," katanya sambil menyerahkan uang itu. "Dan ini … ponselmu. Aku tidak memerlukannya."

Luna menatap uang yang diterimanya dengan ponsel di tangannya secara bergantian. "Anda... Anda tidak mengambil ponselnya?"

Jonathan tersenyum tipis. "Tidak. Aku hanya ingin membantu. Anggap saja ini rejekimu, Nona Cantik."

"Tapi ... Anda membelinya, aku juga menjualnya. Tolong Tuan terima ini!"

Pria itu meliriknya, lalu mengatakan jika ia akan segera pergi. "Simpan saja, kalau masih berfungsi kamu pakai saja, aku dengar tadi juga kamu masih pakai, ya kan?"

Luna mengangguk pelan, antara malu dan ragu, ia menerima uang itu tapi pria itu menolak menerima ponselnya.

Hati Luna menghangat. Ia merasa terharu sekaligus malu. Belum pernah ada orang asing yang membantunya sebesar ini tanpa pamrih. 

Air mata yang tadi tertahan kini benar-benar ingin menetes. "Terima kasih banyak, Tuan Jonathan. Aku ... Aku tidak tahu harus bagaimana membalasnya."

"Tidak perlu dibalas," jawab Jonathan lembut. "Semoga bisa meringankan bebanmu dan juga ibumu." Ia lalu melirik jam tangannya. 

"Kalau begitu, aku harus pergi. Tapi … berikan nomormu supaya aku bisa mencatatnya, apakah kamu sudah bekerja?”

Luna menatap pria itu dengan penuh harapan, sebuah pekerjaan ditanyakan orang baik itu. Ia terlibat sumringah, siapa tahu ada loker untuknya.

“Aku … hanya bekerja serabutan, kadang di toko membantu jadi kasir atau mencatat keuangan dan beberapa stok barang,” jawabnya dengan penuh kehangatan.

Pria itu manggut-manggut, lalu mengeluarkan sebuah kartu untuknya. “Ini kartu namaku, dan berapa nomor ponselmu?”

Luna menyebutkan nomornya, tanpa merasa ragu dan curiga, ia sudah mempercayainya. Ia melihat pria itu sebagai orang yang baik, sangat baik.

“Ok, siapa tahu ada lowongan kerja untukmu jadi aku bisa menghubungimu dengan cepat. Senang berkenalan denganmu, Luna."

Sebelum Luna sempat berkata apa-apa lagi, Jonathan, pria itu sudah berbalik dan melangkah keluar dari kafe, menghilang di antara kerumunan. 

Luna masih terpaku, memegang ponsel dan uang di tangannya, berusaha mencerna semua kejadian yang baru saja ia alami. 

Uang satu juta rupiah di tangannya ... ini sungguh seperti mimpi untuknya. Jumlah uang yang diterimanya ini cukup untuk membeli beras, membayar listrik, dan mungkin sisanya untuk membeli sebagian obat ibunya.

Sebuah keajaiban di tengah keputusasaan. Tapi ia masih bertanya-tanya kenapa orang itu begitu baik padanya padahal mereka baru saling kenal.

**

Luna memilih untuk langsung membelanjakan barang-barang yang dibutuhkan orang rumah. Sisa uangnya masih cukup banyak dan ia akan menyimpannya.

Ia pulang dengan membawa banyak barang di tangannya. Dilihatnya ibunya memandangnya dengan heran. 

Mungkin ibunya bertanya-tanya, dari mana ia pulang membawa banyak bingkisan di tangannya.

Dan benar saja, ibunya bertanya dengan penuh kecurigaan. "Darimana kamu dapatkan itu semua, Lun? Kerjamu saja tidak mendapatkan gaji yang banyak untuk membeli itu semua,"

Luna mendekat pada ibunya yang langsung terbatuk-batuk saat ia duduk. "Bu, ada orang baik yang membeli ponsel Luna,"

Belum selesai ia bercerita, ibunya memotong ucapannya. "Kamu menjual ponselmu?"

"Hampir akan terjual, Bu,"

"Lalu ... katanya tadi kamu menjualnya?"

Luna tersenyum, kemudian menceritakan apa yang terjadi. Ibunya berdecak, seolah semuanya mustahil. Malah menuduhnya telah melakukan sesuatu pada pria itu.

"Luna ketemu orang itu di toko ponsel, dia menawarkan diri untuk membeli ponsel Luna, ibu jangan salah sangka. Luna nggak akan berbuat macam-macam, Bu,"

Ibunya diam saja, malah memanggil Tio untuk mengambilkan minum. Tio datang dan terkejut dengan banyak belanjaan yang dibawa Luna kakaknya.

"Tio! Jangan sentuh itu, ibu nggak mau kita makan makanan yang haram, kamu sebaiknya belajar, jangan mengurusi hal yang tidak baik, kita harus jujur dan tidak berbuat kotor supaya tidak dianggap macam-macam oleh orang lain!" 

Luna kaget dengan suara keras ibunya. Ia menyayangkan sikap ibunya yang menolak semua pemberiannya.

"Bu, Luna benar-benar menerima uang dari orang yang baik. Tolong jangan berprasangka buruk!" pintunya.

Ibunya tak mengindahkan ucapannya. Tio juga akhirnya terpaksa masuk ke kamarnya dan menutup pintunya rapat-rapat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Marry with Sugar Daddy    27. Sakit

    Ia kembali ke rumahnya, beberapa barang ternyata dikumpulkan tetangganya dan ia diminta untuk menyimpannya di rumah tua yang letaknya di pinggir jalan besar.“Bagaimana keadaan ibumu, Lun?”“Ibu baik-baik saja, Alhamdulillah. Tapi harus dirawat intensif di rumah sakit, tekanan darahnya naik,”Beberapa orang mengangguk memahami yang terjadi. Satu orang tetangga yang baik memberi bantuan dengan meminjamkan mobil baknya untuk membawa barang miliknya.Malam itu, setelah semua barang-barang mereka berhasil diselamatkan, Luna memikirkan nasib ke depannya.Ia merasa lelah, tapi ia tahu ia harus kuat. Ia memegang sebuah dompet berisi perhiasan, pemberian Jonathan. Itu adalah satu-satunya hal yang ia miliki yang bisa ia jual.“Lun, sebaiknya kamu sewa kamar saja, harganya lebih murah, juga nantinya kan hanya ibumu dan adikmu saja yang akan menempati,” ucap tetangganya.Beberapa orang berbisik, menanyakan keberadaan suaminya yang sedang kesulitan tapi tak muncul juga kehadirannya.“Suamimu mana

  • Marry with Sugar Daddy    26. Musibah Baru

    Nyonya Deswanti berdiri mengawasi Jonathan yang berjalan sempoyongan. Ia menyuruh Mira untuk memapah Jonathan.Adiknya yang bernama Tono, merasa cemas dengan keponakannya. “Bukannya dia seharusnya di kantor sekarang, kamu kenapa tega sama anak sendiri, Kak?”Nyonya Deswanti melirik adiknya, tajam dan sedikit melunak karena ia tahu adiknya ini sayang dengan Jonathan sejak kecil.“Aku harus sedikit keras, John kurang berbakti padaku. Seharusnya dia sadar, wanita yang bernama Luna tidak memiliki manfaat apapun di rumah ini,” tukasnya seraya duduk dan menyesapi kopi hangatnya.Tono, begitu miris melihat keadaan keponakannya yang dianggapnya anak sendiri. Ia dan istrinya mati-matian membela sang kakak untuk membantu meluluhkan hati Jonathan agar bersedia menikahi Mira, malah akhirnya jadi begini.“Aku harus bawa dia ke rumah sakit. John memang salah, tapi otaknya tak boleh kamu kuasai, dia masih bisa melakukan segalanya,” ucap Tono cepat.Adiknya melangkah mendekati Jonathan, sedangkan Nyo

  • Marry with Sugar Daddy    25. Penyesalan

    “Kamu mau kemana, John?”Jonathan sedang berdiri dan memegang kunci mobil, ia menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada mamanya yang bangun karena mendengar suara langkah kakinya.“Aku akan ke rumah orang tua Luna, Mah. Dia istriku. Dia berhak tinggal disini,”“Luna pergi dengan keinginan sendiri. Jadi buat apa kamu mengejarnya. Dia tidak butuh kamu lagi, John. Uang sudah didapatkan,”Jonathan diam, dia terpaku tapi kemudian memutuskan untuk pergi. Langkah kakinya tampak tegas dan mantap untuk pergi ke rumah ibunya Luna. Dia tahu istrinya ada disana saat ini.Nyonya Deswanti hanya diam, tak bisa berkata-kata. Ia membiarkan putranya pergi. Tapi setelah beberapa menit, ia menyuruh seseorang untuk melakukan tugasnya.**G6ari berganti hari, sudah satu minggu Luna berada di rumah ibunya dan kali ini ibunya tidak bisa tinggal diam.Akhirnya ia bertanya dan meyakini bahwa putrinya memiliki masalah yang cukup pelik namun tak memberitahunya.Ia ingin Luna terbuka dan tahu bahwa ia sebagai or

  • Marry with Sugar Daddy    24. Kenapa Kamu Disini?

    Sepanjang malam, ia tidak bisa tidur. Pikirannya tertuju pada Jonathan yang selalu mengirimnya pesan.Pria itu mencarinya. Dalam pesannya, Jonathan mengetik kalau ia tidak akan menikahi Mira, apapun alasannya.Sungguh ini merupakan hal yang tidak ia inginkan sepanjang hidupnya. Menikahi pria tua kaya dan mengkhianatinya.Ia tahu ini pasti akan terjadi mengingat orang tua Jonathan tidak menyukainya. Keluarga besar pria itu bahkan lebih peduli pada kesehatan mamanya Jonathan ketimbang perasaannya sebagai istri Jonathan.Sesekali ia mendengar beberapa sindiran yang cukup menyedihkan hatinya. Sast itu dia sedang berada di dapur dan keluarga Jonathan datang dengan menyerukan bahwa ia harus menikahi wanita yang berkelas seperti yang diinginkan mamanya.Jonathan, pria itu cukup baik tapi ternyata labil dan tiba-tiba pengakuan mengejutkan membuatnya berpikir.Kehamilan mantan kekasihnya menjadi pangkal utama bahwa ini harus segera diakhiri. Ia akan mengalah tapi bingung harus mengatakan apa se

  • Marry with Sugar Daddy    23. Perasaan Gelisah

    Dengan tergesa-gesa, Jonathan membawa mobilnya menuju rumah sakit. Di sisinya, Luna terus menggenggam tangannya, sesekali mengusap punggungnya, mencoba menenangkan.Pikiran Jonathan kacau. Kata "kritis" terus terngiang di kepalanya, disusul bayangan wajah mamanya yang pucat dalam mimpinya."Kondisi mamamu kritis, John," ucap pamannya.Jonathan tahu, semua keluarganya sangat memperhatikan mamanya, mereka mewanti-wanti agar ia tak menyakiti hati mamanya lagi.Tapi sekali lagi ia sadar bahwa kini ia telah memiliki Luna dan hanya bisa memikirkan yang terbaik saja.Di usianya yang telah menginjak kepala empat, ia tahu mamanya menginginkan adanya seorang keturunan yang dimilikinya.Sejujurnya ia juga tahu bahwa keinginan memiliki telah lama diidamkan, begitu juga dengan almarhum papanya.Setibanya di rumah sakit, Jonathan langsung berlari ke ruang ICU, diikuti oleh Luna. Di sana, beberapa kerabat dan juga Paman Tono sudah menunggu, raut wajah mereka dipenuhi kecemasan.Tanpa berkata-kata, J

  • Marry with Sugar Daddy    22. Memutuskan Pulang

    Jonathan mengusap keringatnya. Dari leher sampai punggung basah kuyup karena keringat.Ia merasa aneh dan harus menceritakan hal ini pada Luna. Istrinya kadang sibuk melakukan sesuatu saat ia bangung tidur. Luna selalu bangun pagi setelah melakukan shalat subuh.Ia bangkit dan membuka pakaiannya. Dengan bertelanjang dada, ia menghirup bau harum wawangian udara segar dan pepohonan yang bertiup sepoi-sepoi.Ia mendengus kesal. Pikirannya tak bisa tenang meski ia telah lari dari rumahnya. Ia lari juga dari masalah yang membelit. Mamanya seolah mengejar dirinya hingga ke villa ini."Seharusnya aku bisa hidup tenang bersama Luna," pikirnya dengan perasaan gelisah.Malam demi malam di vila, Jonathan selalu diliputi mimpi buruk. Dalam mimpinya, ia melihat mamanya yang pucat dan marah, rumahnya yang gelap dan kosong.Dan ia akan terbangun dengan napas terengah-engah, merasakan kecemasan yang mendalam. Ia melirik Luna yang terlelap dengan tenang di sisinya, dan ia merasa bersalah. Jonathan tahu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status