Share

Mas, Ayo Bercerai!
Mas, Ayo Bercerai!
Author: Imamah Nur

BAB 1

Author: Imamah Nur
last update Last Updated: 2025-11-18 14:36:01

“Kamu mau ke mana, Mas? Ini makanannya sudah siap loh,” ujar Zola bingung ketika melihat suaminya melangkah pergi dari area ruang makan.

Haidar hanya menoleh sekilas, seperti terganggu oleh keberadaan Zola. Tangannya tetap mencengkram ponsel yang masih berdering. “Urusan kerjaan. Kamu gak paham.”

“Tapi, Mas—”

Belum selesai Zola bicara, Haidar sudah mendorong pintu dan melangkah keluar tanpa menunggu jawaban. Suaranya hilang ditelan dinginnya malam.

Zola memandang jam dinding. 20.30. Ia menarik napas panjang, menahan rasa yang tidak pernah benar-benar terucap.

Dulu, Haidar pulang dengan senyum dan tangan hangat yang menariknya ke pelukan. Sekarang, ia pulang seperti tamu yang tidak peduli tuan rumahnya ada atau tidak.

Zola menunduk, lalu menoleh pada gadis kecil yang duduk di bangku makan dengan kaki menggantung. Ia tersenyum kecil.

Gadis itu, Kirana, adalah anak tiri Zola. Usianya hampir menginjak 8 tahun. Rambutnya hitam, wajah polos, mata fokus pada tablet di pangkuannya. Sejak tadi tidak bersuara, seolah keberadaan orang tuanya tidak memengaruhi dunianya yang kecil dan sunyi.

“Kirana, mau makan duluan, sayang?” tanya Zola lembut.

Kirana mengangguk dan menoleh sekilas, “Mau, Tante.”

Zola tersenyum kecil. Selama ini, gadis itu masih terus memanggilnya tante. Namun, Zola tak keberatan dengan hal itu. Kirana masih kecil, mungkin memang belum begitu paham dengan apa yang terjadi.

“Oke, sebentar, ya.” Zola langsung mengambil porsi kecil untuk Kirana.

Beberapa menit kemudian, pintu depan terbuka. Haidar masuk kembali. Tanpa penjelasan. Tanpa tatapan. Tanpa memperdulikan istrinya yang menunggu.

“Sudah, Mas?” tanya Zola, suaranya dibuat selembut mungkin.

Haidar tidak menjawab. Matanya tetap terpaku pada layar ponsel di tangannya, seolah dunia di layar itu lebih penting dari apa pun yang ada di rumah ini.

Dengan status Haidar sebagai seorang CEO, Zola selalu memaklumi kesibukan suaminya. Namun, jujur saja hatinya juga merasa hampa karena sikap Haidar yang tak lagi hangat.

Zola mengangguk pelan, berusaha tidak memperlihatkan rasa perihnya. Ia berdiri dan mulai menyendok makanan ke piring Haidar. “Kita lanjutin makan ya, Mas.”

Belum sempat mereka menyuap makanan, sebuah suara melengking dari arah meja.

Tuut… Tuut…

Suara video call dari tablet Kirana.

Kirana mengangkat wajah kecilnya, bingung. Namun, begitu melihat nama penelpon di tabletnya, gadis itu langsung tersenyum lebar.

“Ibu!” seru Kirana begitu telepon tersambung.

Haidar langsung mendongak. Menatap putrinya dengan rasa penasaran.

Sementara itu, Zola mematung.

Raisa, ibu kandung Kirana, mantan istri Haidar, adalah sosok yang belakangan membuatnya merasa semakin kecil di keluarga ini.

Meskipun wanita itu telah bercerai dengan Haidar sejak 4 tahun lalu, tetapi bayangannya tak pernah benar-benar hilang dari keluarga ini.

“Kirana, sayang!” suara Raisa terdengar lega sekaligus cemas. “Kamu di mana? Ibu kira kamu ada di sini sama nenek!”

Kirana berkedip, lalu menjawab dengan polos, “Aku di rumah sama Ayah, sama Tante Zola.”

Raisa mendesah, wajahnya memelas. “Ibu kangen, Kirana. Ibu kira kamu di sini makanya ibu ke sini .…”

“Kirana juga kangen Ibu!” seru Kirana dengan bibir yang tampak sedikit mengerucut. “Ibu tunggu di rumah nenek ya!”

Setelah itu, Kirana memutuskan panggilan itu. Pandangannya langsung beralih ke arah Haidar, matanya penuh harapan. “Ayah, ayo ke rumah nenek. Kirana mau bertemu Ibu!”

Belum sempat Haidar bersuara, Zola lebih dulu berkata, “Tapi ini sudah malam, Kirana. Udara malam gak baik buat kamu. Apa gak mau besok aja? Kan besok kamu libur sekolah.” Zola tampak khawatir. Kirana memang tipikal anak yang mudah sakit.

Namun, Kirana justru semakin cemberut.

“Nggak mau! Kirana mau ketemu Ibu sekarang!” Kirana beralih menatap Haidar lagi. “Ayah, ayo pergi sekarang sebelum Ibu pulang.”

Haidar mengangguk pelan, lalu bangkit dan mengusap kepala putrinya dengan lembut. “Iya, Kirana ganti baju dulu ya, ambil jaketnya.”

Zola mengernyitkan dahinya. “Mas, tapi ini sudah malam. Apa sebaiknya nggak besok aja supaya bisa lebih puas juga ketemunya kalau dari pagi.”

“Besok Raisa ada acara kantor di luar kota, jadi gak akan ada waktu untuk Kirana,” jawab Haidar terus terang. Namun, jawaban itu justru membuat Zola tak paham. Kenapa suaminya bisa tahu apa yang akan dilakukan mantan istrinya?

Terlebih pekerjaan mereka tidak berkaitan sama sekali. Mungkin, jika acara itu ada hubungannya dengan Kirana, Zola akan paham kenapa Haidar bisa tahu. Namun, ini terlalu jauh.

“Kok kamu bisa tahu besok Raisa ada acara?” tanya Zola tak paham.

“Raisa kasih tahu aku kemarin,” jawab Haidar santai, seolah tak ada yang salah.

Zola menatap Haidar lebih lama kali ini. Rasanya ada sesuatu yang mengusik pikirannya.

“Raisa kasih tahu kamu… kemarin?” ulang Zola lirih.

Haidar mengangguk santai sambil memasukkan ponselnya ke saku celana. “Iya. Dia telepon sebentar.”

Telepon dan sebentar.

Kata-kata yang selalu dipakai Haidar ketika ingin mengakhiri percakapan.

Zola memperhatikan gerak tubuh suaminya, bagaimana pria itu tampak begitu nyaman mengucapkannya, seakan itu adalah hal paling wajar di dunia. “Mas, kamu masih komunikasi sama Raisa… sesering itu?”

Haidar mendengus. “Ya kan dia ibu kandung Kirana. Apa salahnya?”

“Aku gak bilang salah.” Zola menahan napas, menahan getaran suaranya. “Tapi… kenapa kamu gak kasih tahu aku?”

Haidar menatap Zola seakan wanita itu sedang membesarkan hal yang bahkan tak pantas dibahas. “Kamu ini kenapa sih? Kami cuma bahas Kirana.”

“Tapi kenapa kamu gak bilang? Kenapa aku harus tahu dari kebetulan?” suara Zola mulai pecah. “Aku bukan orang luar, Mas…”

Haidar mendecak pelan. “Kamu selalu bawa-bawa perasaan. Padahal ini cuma obrolan ringan soal anak.”

“Kenapa kamu bilang ‘cuma’?” Zola menggeleng, air mata menggenang meski ia mencoba menahannya. “Hubungan sama mantan istri bukan hal sepele. Harusnya kamu kasih tahu aku juga karena sekarang Kirana juga anak aku, Mas.”

Haidar menatap istrinya dari ujung rambut sampai ujung kaki, sinis dan lelah. “Kamu ini terlalu membesar-besarkan masalah kecil.”

Zola meremas ujung bajunya sendiri. “Aku cuma tanya… kenapa kamu gak jujur?”

“Sudahlah, kamu ini memang gak kayak Raisa yang gak pernah permasalahkan hal kecil begini.”

Usai mengatakan itu, Haidar langsung meraih tangan putrinya dan mengajaknya bersiap untuk pergi menemui Raisa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mas, Ayo Bercerai!   Bab 5. Raisa Lagi

    Sebulan kemudian.Taman belakang rumah mereka disulap menjadi negeri dongeng mini. Balon-balon berwarna pastel merah muda, ungu, dan biru langit bergelantungan di antara dahan pohon mangga. Pita-pita berkilauan melambai-lambai ditiup angin sore. Di tengah-tengah halaman, sebuah meja panjang ditutupi taplak bergambar unicorn, dipenuhi dengan kue-kue kecil, jeli aneka warna, dan sebuah kue ulang tahun megah bertingkat dua dengan hiasan pelangi di puncaknya. Ini adalah pesta ulang tahun kedelapan Kirana. Pesta yang Zola rencanakan selama berminggu-minggu dengan seluruh hati dan tenaganya."Ibu! Teman-temanku sudah datang semua?" Kirana, dengan gaun ungunya yang mengembang dan bando tanduk unicorn berkilauan, menarik-narik ujung blus Zola dengan tidak sabar."Sudah, Sayang. Tuh, mereka lagi main di sana," jawab Zola sambil menunjuk segerombolan anak kecil yang sedang tertawa-tawa di dekat ayunan. Senyumnya tulus saat melihat binar kebahagiaan di mata Kirana. Semua kegelisahan sebulan tera

  • Mas, Ayo Bercerai!   BAB 4

    “Mas …” lirih Zola, suaranya nyaris hilang. Haidar menatapnya dengan rahang mengeras. Bukan marah yang tersisa di matanya, melainkan kejengkelan yang sudah terlalu lama dipendam. “Setiap kali ada masalah, kamu selalu bermain perasaan,” ucapnya tajam. “Seolah aku ini orang jahat yang selalu salah.” Zola menggeleng lemah. “Aku cuma ingin rumah tangga ini baik-baik saja, Mas.” “Justru caramu itulah yang bikin semuanya makin rumit,” balas Haidar cepat. “Aku muak dengan sikapmu yang selalu merasa terancam.” Zola menunduk, jemarinya saling mencengkeram. “Aku hanya takut kehilangan kamu.” Haidar mendengus. “Kamu terlalu berlebihan.” Haidar berbalik menuju kamar, meninggalkan Zola dengan kata-kata yang menggantung dan dada yang terasa runtuh. Tak lama kemudian, suara pintu kamar dibuka kembali. Haidar muncul dengan tas di tangan, wajahnya sudah tertutup keputusan. “Mas…” Zola spontan melangkah maju. “Sudah,” potong Haidar singkat. “Aku butuh keluar sebentar.” Langkahnya terus berla

  • Mas, Ayo Bercerai!   BAB 3

    Haidar menghela napas berat, tatapannya semakin dingin. "Enggak usah drama Zola! Aku malas berdebat." Selesai bicara, Haidar merapatkan tubuhnya ke sisi ranjang dan meraih tubuh Kirana ke dalam gendongannya. "Kalau kamu tidak bisa membawa Kirana ke dokter, biar aku bawa sendiri!"Haidar berbalik dan berjalan ke arah pintu."Mas, tunggu! Aku nggak bermaksud menahan Kirana untuk dibawa ke dokter! Tapi di luar–"Brak!Pintu kamar Kirana dibanting keras dari luar. Zola terperanjat, hampir terjungkal ke belakang. Ketika ia hendak mengejar, tablet Kirana di atas meja belajar menyala. Ia terpaksa memeriksa tablet Kirana."Raisa?"Suara Zola keluar seperti bisikan serak, nyaris tak bertenaga. Satu kata yang muncul di layar seperti pecahan kaca di tenggorokannya. Nama itu telah berhasil membuat darah Zola berdesir hebat serta memporak-porandakan hatinya.Zola menghela napas panjang, mencoba menstabilkan detak jantung sebelum mengangkat telepon dari Raisa."Halo," sapa Raisa di seberang sana.

  • Mas, Ayo Bercerai!   BAB 2

    Zola terpaku di tempat, tatapannya mengarah pada punggung Haidar yang berlalu tapi pandangannya seolah kosong.Zola terduduk lemas di kursi, membiarkan keheningan menelannya. Ia merasa hampa. Kosong.Semakin lama, Haidar benar-benar semakin tidak peduli pada perasaannya. Padahal, dulu ketika pria itu memintanya untuk menjadi istrinya, sikapnya sangat manis, penuh perhatian.Namun, ketika mantan istrinya kembali hadir, semua berubah dalam sekejap.“Kamu benar-benar berubah, Mas.” Zola mendesah kecewa.Akhirnya, wanita itu memilih untuk pergi ke kamar tidur, tanpa membereskan meja makan terlebih dahulu. Hatinya terlalu lelah menerima perlakuan Haidar yang semakin jauh dari kata hangat.Namun, hingga pukul satu malam, Zola masih tak bisa memejamkan mata. Ia mencoba mengirim pesan pada Haidar, menanyakan kapan mereka akan pulang. Pesan itu hanya dibaca, tanpa balasan.Jika saja dulu Haidar tidak membantu biaya pengobatan dan operasi adik Zola, mungkin rasa hutang budi itu tak akan sedala

  • Mas, Ayo Bercerai!   BAB 1

    “Kamu mau ke mana, Mas? Ini makanannya sudah siap loh,” ujar Zola bingung ketika melihat suaminya melangkah pergi dari area ruang makan.Haidar hanya menoleh sekilas, seperti terganggu oleh keberadaan Zola. Tangannya tetap mencengkram ponsel yang masih berdering. “Urusan kerjaan. Kamu gak paham.”“Tapi, Mas—”Belum selesai Zola bicara, Haidar sudah mendorong pintu dan melangkah keluar tanpa menunggu jawaban. Suaranya hilang ditelan dinginnya malam.Zola memandang jam dinding. 20.30. Ia menarik napas panjang, menahan rasa yang tidak pernah benar-benar terucap.Dulu, Haidar pulang dengan senyum dan tangan hangat yang menariknya ke pelukan. Sekarang, ia pulang seperti tamu yang tidak peduli tuan rumahnya ada atau tidak.Zola menunduk, lalu menoleh pada gadis kecil yang duduk di bangku makan dengan kaki menggantung. Ia tersenyum kecil.Gadis itu, Kirana, adalah anak tiri Zola. Usianya hampir menginjak 8 tahun. Rambutnya hitam, wajah polos, mata fokus pada tablet di pangkuannya. Sejak tad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status