공유

Ancaman

last update 최신 업데이트: 2025-11-15 15:33:27

Ia membuka pintu lalu masuk ke dalam. Namun, baru beberapa detik setelah menutup pintu ia disambut oleh sesuatu yang tidak pernah duga sebelumnya...

Sebuah cangkir melayang dari arah ruang tengah — terbang begitu cepat hingga Nadine bahkan tak sempat menghindar.

PRAAANG!!!

Cangkir itu menghantam daun pintu di samping wajahnya, pecah berantakan. Pecahannya memantul ke lantai, beberapa serpihan kecilnya nyaris mengenai pergelangan kakinya.

Nadine sontak menutup telinganya, tubuhnya gemetar. Jantungnya berdetak tak karuan, dan napasnya tersengal.

“Mas…” suaranya nyaris tak terdengar. “Mas Rhevan—”

Tapi kalimat itu belum selesai ketika suara langkah berat bergema dari arah ruang tengah. Rhevan muncul — wajahnya gelap, rahangnya mengeras, matanya merah seperti menahan amarah yang sudah terlalu lama direm.

“Dari mana kamu?” suaranya dalam, pelan, tapi menakutkan.

Nadine tertegun di tempat. Tubuhnya terasa kaku. “Aku baru pulang kerja, Mas. Tadi lembur di kantor, terus—”

“LEMBUR?” R
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Pengaruh Buruk

    Di kamar lantai atas, Rhevan duduk di pinggir ranjang dengan dada yang naik turun. Ia menatap ponselnya beberapa detik sebelum akhirnya menekan nama yang sudah sering muncul di daftar panggilan, Amanda. “Halo, Mas… Akhirnya kamu telfon juga." Suara lembut Amanda terdengar oleh gendang telinga Rhevan. "Gimana? Nadine udah pulang?" “Iya,” jawab Rhevan pendek. “Baru aja.” “Terus gimana? Kamu marahin dia kan?” Rhevan mengusap wajahnya kasar, lalu menyandarkan punggung ke headboard. “Iya. Kami berantem lagi. Begitu melihat dia pulang malam dan kondisi rumah yang tidak terurus aku gak bisa nahan diri." "Emang apa yang kamu lakuin, Mas?" tanya Amanda lagi. Penuh rasa penasaran. "Aku melemparkan cangkir ke arah Nadine dan menamparnya." Amanda terdiam cukup lama di seberang. Suara napasnya saja terdengar samar. "Mas? Kamu serius ngelakuin itu ke Nadine?" “Aku serius, Amanda,” Rhevan menjawab cepat, suaranya parau, seperti campuran antara marah dan menyesal. “Aku melakukan persis yang k

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Ancaman

    Ia membuka pintu lalu masuk ke dalam. Namun, baru beberapa detik setelah menutup pintu ia disambut oleh sesuatu yang tidak pernah duga sebelumnya... Sebuah cangkir melayang dari arah ruang tengah — terbang begitu cepat hingga Nadine bahkan tak sempat menghindar. PRAAANG!!! Cangkir itu menghantam daun pintu di samping wajahnya, pecah berantakan. Pecahannya memantul ke lantai, beberapa serpihan kecilnya nyaris mengenai pergelangan kakinya. Nadine sontak menutup telinganya, tubuhnya gemetar. Jantungnya berdetak tak karuan, dan napasnya tersengal. “Mas…” suaranya nyaris tak terdengar. “Mas Rhevan—” Tapi kalimat itu belum selesai ketika suara langkah berat bergema dari arah ruang tengah. Rhevan muncul — wajahnya gelap, rahangnya mengeras, matanya merah seperti menahan amarah yang sudah terlalu lama direm. “Dari mana kamu?” suaranya dalam, pelan, tapi menakutkan. Nadine tertegun di tempat. Tubuhnya terasa kaku. “Aku baru pulang kerja, Mas. Tadi lembur di kantor, terus—” “LEMBUR?” R

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Jawab Jujur!

    Nadine terdiam cukup lama. Matanya menunduk, seolah berusaha menahan sesuatu yang sejak tadi ingin tumpah. Dirga hanya berdiri di hadapannya, sabar menunggu tanpa mendesak lagi. Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa begitu panjang, Nadine menghela napas berat. “Sebenarnya aku salah input data. Data yang aku masukin saya barang fisiknya beda." Ia tertawa hambar. “Dan leader team bilang itu kesalahan fatal karena buat perusahaan rugi." Dirga mengerutkan dahi. “Terus?” “Karena itu emang murni keteledoranku, aku diminta bikin kronologis, klarifikasi ke finance, dan bantu cari solusi biar gak harus ganti rugi." Nadine menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sesak di dada. “Tapi HR bilang kemungkinan aku juga harus tetap tanggungjawab dan ganti semua kerugian karena itu murni kesalahan pribadiku." “Berapa?” suara Dirga merendah. Nadine menelan ludah. “Dua puluh juta.” Dirga mengerjap pelan, lalu bersandar pada mobil. Ia tidak langsung bicara, seolah memberi waktu agar Nadine bis

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Selalu Ada

    Sebuah sentuhan dingin di pipinya membuat Nadine tersentak. “Nghh?!” Ia buru-buru mengangkat kepala. Matanya langsung membulat saat melihat sosok yang berdiri di sebelah meja kerjanya. “Dirga?!” Pria itu tersenyum kecil sambil menaruh jus kemasan di meja. "Kejutan." Nadine masih menatapnya tak percaya. “K- kamu ngapain di sini?” "Khawatir," jawab Dirga santai, bahunya sedikit terangkat. "Soalnya ada perempuan yang pas ditelfon nada bicaranya kayak mau nangis." Nadine cukup terkejut saat mendengar ucapan Dirga. Tapi ia menutupi rasa gugupnya sambil berkata, "Kamu kok tau aku ada di sini? Terus— emang kamu gak dimarahin satpam ya sampai masuk ke sini?" "Dirga dimarahin? Si satpam yang bakal aku marahin balik," balas si duda dengan kaos polo-nya yang khas itu sambil terkekeh. "Ngawur," cibir Nadine sambil buang muka. "Kamu ngapain sendirian di sini? Yang lain kan sudah pada pulang?" Nadine tak langsung menjawab, ia memilih untuk meraih jus yang Dirga berikan dan meminumnya sedik

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Si Paling Peka

    Belum sempat Nadine menarik napas panjang, ponselnya kembali bergetar di meja. Kali ini bukan notifikasi pesan — tapi panggilan masuk. "Dirga?" Nadine menatap layar itu lama, hatinya ingin menolak, tapi jempolnya justru bergerak sendiri menekan tombol hijau. “Halo...” sapa Nadine. Berusaha terlihat biasa saja dan tak membuat Dirga curiga. “kenapa chatku gak dibalas?” suara Dirga terdengar di seberang. "Kamu sesibuk itu ya sekarang?" Nadine menelan ludah. “Iya nih. Lagi ada beberapa kerjaan yang belum selesai." “Kamu kedengeran capek banget,” kata Dirga. “Ada apa? Kamu baik-baik aja kan?” Pertanyaan itu membuat dada Nadine langsung sesak. Ia menunduk, berusaha menahan getaran di suaranya. “Iya, aku baik-baik aja kok.” “Yakin?” nada Dirga sedikit menekan, penuh perhatian. “Suara kamu kayak abis nangis.” Nadine buru-buru menggeleng, meski tahu Dirga tak bisa melihatnya. “Enggak... cuma lagi pusing aja. Tadi sempat salah input data, jadi harus beresin dari siang.” Dirga terdiam

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Kesalahan Fatal

    Sepanjang siang Nadine berusaha memperbaiki data yang disebut Clara. Ia dan Sarah memeriksa laporan satu per satu, mencocokkan antara data penjualan dan stok dari sistem gudang. Namun setelah berjam-jam menelusuri file dan membandingkan catatan lama, hasilnya membuat dada Nadine terasa menyesak. Salah satu file yang ia input memang keliru — satu kolom nominal stok tertukar antar dua unit proyek. Angka kecil yang salah tempat itu, ternyata berimbas besar pada keseluruhan laporan. Nadine menatap layar komputer dengan pandangan kosong. Tangannya bergetar. “Ternyata... memang aku yang salah, Mba,” ucapnya lirih, hampir tak terdengar. Sarah menghela napas panjang. “Ini salah aku juga sebenarnya, soalnya udah ngasih tugas ini ke kamu. Padahal kamu masih anak baru." Clara kembali datang ke meja Nadine. Nada suaranya dingin tapi terselip kepuasan. “Udah aku bilang kan, pasti ini salah kamu,” ujarnya sambil menyilangkan tangan di dada. “Sekarang ayo ikut aku! HRD sama bagian keuangan ma

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status