Share

Part 4 Dua Perempuan 1

MASIH TENTANGMU

- Dua Perempuan

"Dea, ternyata Alita sendirian. Cuman yang dipake mobilnya Gama," bisik Hani di telinga Dea.

Dea hanya mengangguk tanpa kembali memandang ke arah Alita yang melangkah masuk pintu pagar. Gadis itu tampaknya juga tidak menyadari keberadaan Dea dan Hana yang berbaur dengan para pelayat yang berpakaian serba hitam, duduk di tenda depan rumah sebelah barat. Apalagi Dea dan Hani kali ini memakai jilbab. Sedangkan Alita mengenakan selendang panjang yang dikalungkan pada lehernya. Namun mereka sama-sama memakai kacamata hitam.

Hampir semua karyawan yang datang meneteskan air mata. Mereka teringat sosok manager yang humble dan sangat perhatian pada karyawan. Lelaki berwajah oriental itu tiada dalam usia lima puluh lima tahun. Setelah sakit beberapa lama.

Setelah mengucapkan bela sungkawa pada keluarga almarhum, Alita duduk bergabung dengan rekannya yang berada di sebelah timur rumah. Namun pada akhirnya ia melihat Dea dan Hani yang duduk di bawah tenda. Gadis itu bisa melihat Hani yang menatap tajam ke arahnya, sedangkan Dea hanya menunduk diam.

"Alita itu nggak punya otak, Dea. Nggak punya perasaan." Hani geram sendiri.

"Ssttt, jangan ngomong gitu, Han. Biar saja. Aku sadar kok. Antara aku dan Mas Gama memang sudah nggak memiliki hubungan apa-apa lagi. Sakitku ini, pasti akan pulih dengan sendirinya."

"Tapi tetap saja dia nggak ada otak. Dia tahu kan kalau Antik sempat demam. Buktinya nggak ngomong juga ke Gama. Basa-basi ngasih tahu juga nggak ada. Nggak tahu diri dia," sungut Hani meski dengan suara lirih.

Dea menarik napas dalam-dalam sambil membenahi letak kacamata hitam yang dipakainya. Ia juga mengusap air matanya dengan tisu. Tentu saja tidak ada yang curiga, karena mereka memang tengah berduka.

"Kenapa dia make mobilnya Gama. Sengaja mau menunjukkan ke kamu agaknya. Telah siap terbuka dengan hubungan mereka." Hana terus mengomel sedangkan Dea tetap diam.

Mungkin waktu Alita tahu kabar itu, dia sedang ada di rumah orang tua Gama. Bukankah keluarga Gama tengah berkumpul sekarang ini. Sebagai calon anggota keluarga, pasti Alita hadir di sana.

"Sudahlah, Han. Apa yang mau disalahkan. Toh, mereka juga sama-sama single. Biar saja."

"Iya. Memang sama-sama masih single, tapi nggak punya empati. Kecuali awalnya memang Alita nggak tahu apa-apa. Nah, ini tahu semuanya. Dia jadi teman curhatmu, kan? Harusnya dia jujur. Entah apa tanggapanmu mestinya ngomong aja terus terang. Ini enggak. Malah keliatan sengaja mengejekmu." Hani emosi.

Dia tahu betul bagaimana perasaan Dea. Dan sahabatnya itu tidak memiliki teman bicara selain pada dirinya. Bercerita kepada kedua orang tuanya tidak mungkin. Hubungan antara Gama dan keluarga Dea juga baru membaik akhir-akhir ini. Cerita sama Rizal juga lebih mustahil lagi. Kakaknya Dea memang marah pada Gama, ketika laki-laki itu mulai mengabaikan sang adik ketika mereka masih bersama.

Terkadang Hani juga jengkel pada Dea. Kenapa masih saja mencintai lelaki seperti Gama. Apa karena memang cinta itu buta, lalu mata hati Dea juga tidak bisa lagi memfilternya.

Namun sekesal apapun, Hani tetap menyediakan telinga untuk mendengar, memberikan bahu untuk bersandar, dan menyiapkan pembelaan untuk Deandra.

Dea hanya butuh waktu dan perlahan semua akan kembali normal. Seperti waktu baru bercerai kala itu. Dunia Dea serasa runtuh meski ia sendiri yang memutuskan untuk berpisah. Dipikir, Gama akan memperjuangkannya dan berusaha untuk berubah. Nyatanya tidak. Justru dia mengamuk pada Dea karena nekat pergi darinya.

"Pokoknya kalau kamu punya uneg-uneg dan nggak mungkin cerita ke siapapun termasuk pada keluargamu, datanglah padaku. Aku siap menampung semua keluh kesahmu. Jangan disimpan sendiri. Aku nggak mau terjadi sesuatu denganmu. Kamu harus menjadi Deandra yang periang dan selalu percaya diri. Jadi ibu yang hebat buat Antik," bisik Hani yang disambut anggukan kepala oleh Dea.

Menjelang sore, jenazah diberangkatkan dari rumah duka ke peristirahatan terakhir. Para karyawan sebagian mengiringi hingga ke pemakaman dan sebagian lagi langsung pulang.

Tampak Alita mengajak beberapa rekannya yang tidak membawa kendaraan untuk naik ke mobil yang dikendarainya. Sementara Hani dan Dea juga langsung masuk ke mobil.

"Kamu nggak apa-apa nyetir sendiri?" tanya Hani setelah mereka duduk bersebelahan dalam mobil. Khawatir saja karena tengah kalut, Dea tidak bisa berkonsentrasi. Sedangkan Hani sendiri tidak bisa nyetir.

"Bisa."

Jarak rumah ke pemakaman tidak seberapa jauh. Mobil para penggiring jenazah berjajar di sepanjang tepian jalan depan makam.

Acara pemakaman berjalan khidmat. Semua orang menunduk untuk memanjatkan doa bagi salah satu orang penting di perusahaan.

Kemudian mereka beriringan meninggalkan tempat pemakaman setelah selesai pengebumian. Yang masih tinggal di sana hanya keluarga almarhum.

"Kamu tunggu aku di mobil. Nanti aku susul!" kata Hani setelah mereka keluar pintu gapura makam.

"Kamu mau ke mana?"

"Sebentar saja. Kamu tunggu aku di mobil sampai aku nyamperin kamu lagi."

Dea yang heran akhirnya melangkah ke arah mobilnya yang terparkir paling belakang sendiri, di sebelah utara. Sedangkan Hani melangkah ke arah selatan. Mencari salah satu kendaraan yang cukup ia kenal.

Diketuknya kaca mobil samping kemudi.

"Ada apa?" tanya Alita sambil melepaskan kacamatanya.

"Bisa kita bicara sebentar. Kamu turun saja dulu. Kutunggu di sana!" Hani menunjuk sebuah pohon akasia yang mepet di pagar makam.

Alita yang sudah bisa menerka dengan maksud ajakan Hani, segera turun dari mobil setelah pamitan pada beberapa rekan yang menumpang pada kendaraannya.

"Jadi tunanganmu itu mantan suaminya Dea?" Tak sabar Hani langsung bicara pada pokok permasalahan.

Tanpa rona kaget, karena ia tahu pasti hal ini bakalan terungkap juga. Alita mengangguk. "Ya, kenapa?"

"Kamu tahu kalau Gama mantannya Dea?"

"Tahu. Memangnya kenapa? Masalah? Kan mereka sudah bercerai sebelum aku kenal Gama dan Dea." Alita tentu saja membela diri.

"Enggak. Nggak salah."

"Lalu ...." Alita bicara dengan nada biasa. Dirinya tidak merasa bersalah karena memang kenal Gama ketika laki-laki itu sudah berstatus duda.

"Tapi kamu nggak punya adab. Kamu tahu kan kalau Dea pernah curhat padamu tentang perasaannya pada Gama. Setidaknya kamu kasih tahu dia kalau kamu dekat dengan Gama. Bahkan sekarang sudah tunangan. Kamu dan Dea kan deket. Sebagai teman kenapa kamu nggak bisa jaga perasaannya. Okelah, kamu berhak menjalin hubungan dengan Gama. Tapi tolonglah hargai sedikit saja perasaan temanmu. Kasih tahu sendiri dan bicara sebagai teman, bahwa kamu punya hubungan dengan Gama. Biar Dea tahu sendiri darimu daripada dari orang lain."

Mga Comments (5)
goodnovel comment avatar
Nuniee
Sampai sini dah ketebak sifat /karakter Alita..oke fine kita lihat langkah mereka selanjutnya.. fighting Dea
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
tuh sepakat hani... alita mmg g puny adab.....
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
kok bisa bisanya Alita gk merasa bersalah. gk punya hati.
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status