Share

Part 5 Dua Perempuan 2

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-04 20:15:26

Alita tersenyum. Senyuman yang terlihat sinis bagi Hani. "Jadi, aku harus minta izin sama Dea. Gitu?"

Hani menahan rasa yang nyaris meledak dalam dadanya. Perempuan di sampingnya ini memang tidak tahu bagaimana menjaga perasaan orang lain. Ingin rasanya mencakar dan mencabik-cabik wajah yang tak menunjukkan empati sama sekali.

"Setidaknya kamu bisa menjaga perasaan orang lain. Apalagi kamu tahu bagaimana perasaan Dea pada Gama."

Lagi-lagi Alita tersenyum sambil membuang pandang. "Tapi Gama sudah nggak ada perasaan lagi pada Dea. Gama hanya menganggap Dea sebagai ibu dari anaknya. Itu saja. Kalau dia sudah nggak mau kenapa Dea masih berharap. Salah siapa kalau begini? Bucin sendiri."

Hani benar-benar harus mengontrol emosi. Wanita di depannya ini laiknya srigala berbulu domba. Padahal selama ini terlihat begitu manis dan lembut di depan Dea. "Kamu bisa ya ngomong seperti ini? Pada teman yang hampir setiap hari duduk makan bersamamu. Jalan dan curhat bersama. Jadi sikapmu yang terlihat baik pada Dea hanya kamuflase saja. Aku nggak nyangka kamu seperti itu, Lita."

"Loh, siapa yang mulai? Kamu kan yang mulai. Padahal jelas mereka nggak ada hubungan apa-apa lagi. Bahkan Gama sudah nggak ada rasa lagi sama Dea. Kenapa dipermasalahkan. Dea kan yang minta cerai duluan?"

"Kamu tahu permasalahan seperti apa yang mereka hadapi dulu? Apa kamu juga yakin Gama sudah hilang rasa sama Dea?"

"Buktinya Gama lebih memilih hendak menikahiku daripada rujuk dengan Dea. Ini sudah jelas 'kan, cintanya Gama sekarang pada siapa?

"Sudahlah, Han. Kamu nggak usah sewot sendiri. Toh, Dea pun diam saja. Atau memang kamu disuruh sama dia untuk bicara denganku."

Hani menarik napas dalam-dalam. Berusaha menyabarkan hatinya. Alita memang tidak memiliki rasa simpati sama sekali. Ingin rasanya ia memaki Alita. Gadis berusia tiga puluh tiga tahun itu benar-benar menguji kesabarannya.

"Nggak ada yang menyuruhku. Tapi sebagai teman aku peduli. Harusnya kamu ada empati sama Dea, terlebih kamu tahu bagaimana perasaan Dea pada Gama. Setidaknya kamu hargai dia dengan bicara terus terang sebagai teman," jawab Hani menatap lekat wajah Alita.

"Tapi sekarang Dea sudah tahu sendiri kan? Gama memilih bersamaku." Dengan bangganya Alita bicara sambil menatap lekat wanita di hadapannya. Matanya yang dibingkai oleh eyeliner memperlihatkan tatap ejekan.

"Ya, karena kamu memang lebih cantik, lebih menarik. Tapi murahan!" Selesai bicara Hani langsung melangkah pergi. Meninggalkan Alita yang geram karena dikatai murahan.

Hani melangkah cepat ke arah mobil Dea yang menunggunya. Kendaraan para pelayat sudah pergi semua. Masih tersisa tiga mobil milik keluarga almarhum.

"Kita pergi, Dea. Kamu nggak usah lagi sok baik sama Lita. Perempuan nggak punya hati," omel Hani sambil memakai sabuk pengaman.

Dea menarik napas berat. "Sudahlah, Han. Dia dan Mas Gama nggak salah. Sama-sama single, apa yang harus dipermasalahkan. Aku saja yang kebaperan."

"Kalau gitu kamu nggak usah mikirin lagi mantanmu itu. Buang jauh-jauh perasaanmu. Kamu cantik, kamu akan mendapatkan yang jauh lebih baik dari Gama. Lepaskan segala beban rasa itu, jangan sakiti dirimu sendiri." Hani bicara berapi-api.

Hening. Dua wanita itu memperhatikan mobil yang dikendarai Alita pergi lebih dulu meninggalkan pemakaman.

"Makasih banget. Kamu sangat peduli padaku," ucap Dea dengan netra berkaca-kaca.

"Sampai kapanpun aku akan terus peduli padamu. Aku akan selalu ada untukmu."

Dea menggigit bibirnya untuk menahan sesaknya dada. Kemudian membawa mobilnya pergi dari sana. Lebih dulu mengantarkan Hani pulang ke rumahnya.

"Kamu nggak singgah dulu?" tanya Hani ketika mobil telah berhenti di depan pagar rumahnya.

"Enggak. Aku mau ke makam bayiku, Han."

"Kenapa tadi kamu nggak mau bilang. Aku bisa mengantarmu."

"Setelah meninggalkan pemakaman tadi, mendadak aku ingat kakaknya Antik. Sudah lama aku nggak ke sana."

"Tapi beneran kamu nggak apa-apa pergi sendirian?"

"Enggak. Kamu jangan khawatir," jawab Dea sambil tersenyum.

Hani turun setelah menepuk bahu sahabatnya. "Hati-hati."

"Iya."

Dea kembali melaju dengan sedan warna putih susu. Kendaraan yang biasa dipakai sang mama untuk ke kampus. Namun setelah papanya pensiun, ganti laki-laki itu yang mengantarkan sang istri berangkat mengajar.

Terkadang Dea memakai mobil itu ke kantor, kadang juga enjoy naik motor maticnya. Kalau hujan, Dea lebih sering bawa mobil.

Kendaraan berhenti di sebelah pintu gerbang pemakaman. Di sana ada dua motor yang terparkir. Satu motor biasa dan satunya sebuah motor sport. Suasana sepi, terlihat ada juru kunci yang tengah menyapu di bagian selatan.

Dea turun. Kali ini dia datang tidak membawa apa-apa. Biasa menyempatkan beli bunga mawar putih dan buket bunga. Karena langit tampak mendung, makanya Dea tidak jadi mampir beli kembang. Khawatir keburu turun hujan. Sebab semalam sudah gerimis.

Kesiur angin membawa aroma khas bunga kamboja. Kembang khas yang biasa di tanam di area makam.

Wanita itu melangkah memasuki gapura sambil mengucapkan salam dengan suara pelan.

Daun-daun kekuningan dari pohon terbesi yang rindang, berjatuhan di hadapan Dea. Semilir angin sore ini membangkitkan sebuah kerinduan. Rindu pada sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan.

Langkah Dea terhenti ketika hampir mendekati makam bayinya yang langsung meninggal beberapa menit setelah dilahirkan.

Pada saat bersamaan, seorang laki-laki yang bersimpuh di samping makam juga memandang ke arahnya. "De."

Kenapa disaat ia sudah mau memulai melupakan, kini justru dipertemukan di pemakaman buah hati mereka? Dadanya kembali terasa sesak.

Dea tersenyum. Kemudian berbalik arah dan duduk di sebuah saung kecil, tempat biasa para peziarah duduk menunggu. Mungkin jika anaknya bisa tahu, pasti bahagia melihatnya datang bersama papanya. Duduk berdua menziarahi makam kecilnya itu. Namun Dea tidak ingin melakukannya. Lebih baik ia menepi lebih dulu.

Gama yang sudah sejak tadi duduk di sana, bangkit menghampiri mantan istrinya.

"Mas, sudah selesai?" Dea berdiri sambil menaruh tali tas di pundaknya.

"Ya. Kamu sama siapa?"

"Sendiri."

Tanpa memberi kesempatan Gama bicara lagi, Dea melangkah dan duduk di samping makam kecil dengan batu nisan warna putih. Ada buket bunga yang pasti dibawa oleh Gama. Menunduk di sana beberapa lama. Berdoa. Semoga kelak di alam keabadian, ia bisa dipertemukan dengan anak yang belum sempat ditimangnya.

Rasa kehilangan masih begitu terasa. Andai saja anak itu masih ada, usianya sekarang sudah delapan tahun.

Dea mengusap batu nisan setelah itu bangkit dari duduknya. Namun ia terkejut saat melihat Gama dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana, masih berdiri tidak jauh dari saung.

* * *

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
duh gama km kn Lom tau kalakuan alita ya seblmnya..kok dh tunangan aja..baru knal LG..yakin gak nyesel
goodnovel comment avatar
Nuniee
Hmmm ketemunya ditempat yg buat Dea mkin melow..mungkin Gama sengaja nunggu Dea untuk bicara soal hubungan dgn si rese...
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
b strong dea....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 145 Hidup Baru 2

    Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 144 Hidup Baru 1

    MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 143 The Wedding 2

    Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 142 The Wedding 1

    MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 141 Janji yang Ditepati 2

    Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 140 Janji yang Ditepati 1

    MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status