MASIH TENTANGMU
- Move On, Dea"Antik sudah pulang apa belum?" tanya Gama memandang ke arah Dea."Aku belum tahu. Sejak pagi aku takziah. Mungkin malam nanti, Antik baru di antar oleh Mas Rizal. Maaf, Mas. Aku pulang dulu.""Tunggu!" tahan Gama saat Dea hendak melangkah."Bisa kita bicara sebentar."Apa yang hendak dibicarakan oleh Gama? Apa akan memberitahu tentang hubungannya dengan Alita? Degup jantung Dea terasa nyeri."Bicara apa?""Aku dan Alita ....""Aku sudah tahu," sahut Dea cepat sambil bersitatap dengan Gama. Lantas lebih dulu mengalihkan perhatian pada tempat lain."Apa yang kamu tahu?""Kalian sudah bertunangan dan akan menikah." Oh, rasanya sangat sakit mengatakannya.Hening. Yang terdengar hanya gemerisik dedaunan yang bergesekan karena tertiup angin.Sebenarnya Gama tidak ingin membicarakan hal itu. Tapi Dea pasti melihat mobilnya yang dipakai oleh Alita tadi.Gama menghela nafas panjang sambil memandang nisan kecil, di mana anak pertamanya telah tenang di sana. Tempat yang rajin ia sambangi. Walaupun ia sempat mengabaikan Antika beberapa waktu setelah pulang dari Amerika. Namun tak pernah absen untuk datang pada putranya. Kepergiannya waktu itu menimbulkan luka parah dalam jiwanya. Aryandra.Keduanya masih saling diam hingga gerimis turun. Gama menatap wajah sendu Deandra. Apa yang dia sembunyikan? Apa karena dia sudah tahu hubungannya dengan Alita, makanya mulai menghindar darinya. Kenapa? Apa Dea masih menyimpan rasa untuknya?"Aku pulang dulu, Mas. Semoga kamu bahagia dalam pernikahanmu dengan Alita." Dea tersenyum meski kalimatnya terdengar kaku. Ia melangkah pergi meninggalkan Gama yang masih berdiri di tempatnya.Sambil melangkah, Dea merasa lega. Dia tidak menunjukkan sikap kampungan di hadapan Gama. Meski hatinya seperti gerimis yang turun sore itu. Sedikit pun ia juga tidak menoleh lagi ke belakang. Semua harus berakhir detik ini. Gama sudah mengakui dan apa yang harus ia harapkan lagi.Dea meraih tisu untuk mengelap air mata. Isaknya tak terbendung. Namun buru-buru ia menyalakan mesin mobil dan harus pergi dari sana sebelum Gama ke luar.Gerimis telah menjadi hujan deras ketika Dea meninggalkan pemakaman. Meninggalkan insan masa lalunya yang tengah kehujanan di belakang sana."Mama," sambut Antika yang berdiri di ambang pintu, saat Dea keluar dari garasi."Hai, Sayang. Anak mama sudah pulang." Didekapnya gadis kecil itu beberapa saat. Lantas bersama-sama masuk ke dalam rumah.Sang mama muncul dari dalam sambil membawakan sosis solo di piring. "Kok baru pulang? Apa baru selesai pemakaman?" tanya Bu Wetty sambil meletakkan piring di meja ruang keluarga."Ya, Ma. Tadi aku juga pergi ke makam Arya." Dea duduk di sofa dan melepaskan kacamatanya. Sedangkan Antika duduk menonton kartun di karpet depan televisi.Bu Wetty melihat sembabnya mata sang anak, tapi ia mengira Dea menangis karena habis takziah. Dea pernah cerita kalau bosnya ini sangat baik. Mungkin juga menangis karena ingat putranya. Wanita itu tidak tahu, Dea menangis karena hal lain."Jam berapa Antik di antar Mas Rizal, Ma?""Udah jam dua tadi. Pulang langsung tidur. Antik baru bangun itu. Terus mama suruh mandi. Kamu juga buruan mandi sana. Waktu salat asar keburu habis nanti."Dea langsung bangkit dari duduknya. Naik ke kamarnya di lantai dua. Hari ini puncak dari rasa duka laranya. Sebab meski tidak secara blak-blakan, Gama sudah memberitahunya. Besok pagi saat ia membuka mata, harus dengan suasana baru. Walaupun pasti akan bertambah sulit.Bagaimana tidak, ia akan berhadapan dengan Alita setiap hari di kantor. Hubungan pertemanan mereka pasti akan berubah drastis.Hubungannya dengan Alita tentu saja tidak akan seperti sebelumnya. Pasti akan ada jarak yang kentara di antara mereka. Dan hal itu akan menimbulkan kecurigaan teman-teman kerja. Sebab mereka memang dekat sebelum ini.Kali ini Dea tidak menangis di kamar mandi. Tapi terisak-isak di atas sajadahnya. Ia tumpahkan segala luka sore ini. Semuanya dan harus selesai saat itu juga. Mengharapkan Sang Maha Pencipta mencabut segala perasaannya untuk Gama. Memohon kekuatan agar bisa melewati semuanya dengan kelapangan dada.Ia akan mampu melewati fase ini. Membiarkan segalanya berjalan seperti biasa, mengalir begitu saja. Tak perlu lagi ia banyak bicara, banyak kata untuk membahas tentang Gama dan Alita. Ia harus menjadi ibu yang bahagia untuk putrinya. Memang butuh waktu untuk bisa berproses seperti itu.Dea bangkit dari atas sajadah. Melepaskan mukena dan melipat seperti biasanya. Kemudian berdiri di samping jendela kamar, menyaksikan hujan yang tumpah di luar sana.Jika belum sampai rumah, mungkin Gama basah kuyup di sana. Sebab pergi dengan motor sport yang tadi dilihatnya. Kalau ia tahu itu motor Gama, tentu Dea tidak akan nekat masuk dan bertemu di makam anak mereka. Bukankah cara agar tidak terluka adalah menghindari sumbernya. Sumber yang menyebabkan kecewa.Diraihnya ponsel kemudian menekan tombol power. Ia tidak akan menerima telepon dari siapapun malam ini.***L***Dea baru saja merebahkan diri di atas pembaringan dan ingin membacakan buku cerita untuk Antika. Tapi pintu kamar diketuk dan terdengar suara Mbak Sri di luar. "Mbak Dea.""Ya, Mbak Sri. Ada apa?""Ada Mas Gama."Degup jantung yang sudah mulai tenang, kini kembali bergemuruh. Sebenarnya dia ingin mengajak putrinya tidur lebih awal."Papa, Ma." Antika lebih dulu bangun dan turun dari ranjang dan segera membuka pintu. Gadis kecil itu sangat bersemangat tiap kali papanya datang.Namun setelah Gama menikah dengan Alita, masih bisakah ia memperhatikan Antik seperti sekarang ini. Atau berubah lagi tidak peduli.Ini sudah malam. Kenapa Gama nekat datang?Dea ikut bangun dan menghampiri Mbak Sri. "Temani Antik turun, Mbak. Saya mau istirahat. Kepala saya agak pusing.""Njih, Mbak Dea. Ayo, Mbak Antik.""Yeay, Mbak Sri lupa ya. Mesti memanggilku apa?"Mbak Sri terkekeh. Wanita bertubuh subur itu mencubit gemas pipi majikan kecilnya. "Ya, Nona Antik."Antika tersenyum lebar. Dia ingin dipanggil seperti princess di film kartun kesukaannya. Kemudian memandang ke arah sang mama. "Mama, nggak ikut?""Nggak, Sayang.""Tapi ada Mbak Astrid juga, Mbak," kata Mbak Sri baru ingat. Ah, dia jadi pelupa sekarang. "Mbak Astrid ingin bertemu Mbak Dea tadi."Dea diam sesaat. Enggan rasanya turun dan bertemu mereka untuk saat ini. Tapi sudah didatangi, masa iya tidak ditemui. Dea bergerak ke meja riasnya. Mengambil jepit rambut dan mengikat asal saja rambut panjangnya.Akhirnya men
MASIH TENTANGMU - Cemburu Dea meraih ponsel yang tergeletak tidak jauh di hadapannya. Bukan panggilan masuk, tapi sebuah pesan dari mamanya.[Dea, nanti sepulang kerja kamu mampir ke rumah sakit. Sita mau melahirkan. Sekarang baru bukaan lima, tapi tadi mama dikabari oleh budhemu kalau akan dilakukan tindakan SC.]Sita ini sepupunya Dea. Anak dari satu-satunya kakak perempuan sang mama. Dea segera mengetik pesan balasan. [Oke, Ma.]"Ada apa?" tanya Hani."Sepupuku mau lahiran. Mama memintaku mampir ke rumah sakit sepulang kerja nanti."Setelah Dea selesai membalas pesan, Hani mengajak sahabatnya itu kembali ke kantor. Di lobi mereka berpapasan dengan Alita yang hendak masuk ruangan juga. Sengaja Dea memperlambat jalan supaya Alita lebih dulu melangkah. Beberapa rekan heran melihat kerenggangan mereka. Namun sudah ada beberapa orang yang tahu duduk permasalahan. Namun mereka hanya berbisik sesama rekan, tidak ada yang menanyakan langsung pada Dea atau pun pada Hani. Yang tampak ken
"Mas, mau makan apa?" tanya Alita sambil memandang Gama yang duduk dan fokus pada ponselnya semenjak mereka datang tadi.Malam itu mereka makan malam di Restoran Wijaya Kusuma milik Bu Ariana. Mengambil tempat duduk paling tepi, agar bisa leluasa untuk ngobrol.Alita yang punya ide makan di sana biar sekalian bisa bertemu dan bicara dengan ibu kedua bagi Gama. Melihat Gama yang banyak berubah akhir-akhir ini membuat Alita khawatir. Tentunya ia tidak ingin malu jika gagal lagi. Apalagi Gama termasuk pria paket komplit. Kaya dan keturunan bangsawan.Saga dan Melati juga sudah tahu kalau ia bertunangan dengan Gama. Kalau gagal, mau ditaruh mana mukanya.Sejauh ini Gama juga belum tahu tentang masa lalunya. Jika pada akhirnya terbongkar, tak masalah. Yang penting mereka telah menikah."Mas," panggil Alita lagi karena Gama masih diam."Aku pesan nasi goreng saja," jawab Gama tanpa mengalihkan perhatian pada benda pipih di tangannya.Alita yang kesal langsung berdiri dan melangkah ke belaka
MASIH TENTANGMU - Keresahan Gama "Makan dulu, Mas." Alita meletakkan nampan di hadapan Gama.Ada dua porsi nasi goreng dan dua gelas es teh manis. Karena lapar, Gama langsung melahapnya hingga tandas. "Minggu ini, papaku minta kita ke Surabaya, Mas.""Aku belum bisa kalau Minggu ini, aku masih ada urusan ke Jakarta.""Terus kapan?""Nanti kukasih tahu."Alita melanjutkan makan tanpa berselera. Sikap dingin Gama makin terasa. Memang awalnya dia hanya ingin mendapatkan Gama karena gagal dengan Saga. Namun jika kali ini gagal, musibah juga baginya. Apalagi keluarga besarnya sudah tahu kalau ia akan menikah dengan pria kaya keturunan ningrat. Teman-teman di grup alumni juga sudah pada tahu. Alita sendiri yang mengabari mereka kalau sudah bertunangan.Jujur saja, Gama juga bukan lelaki yang buruk. Meski sikap dinginnya tidak ketulungan. Namun di waktu tertentu, enak juga diajak bercanda dan bicara. Cukup menyenangkan. Dan momen seperti itu sungguh spesial dan ia rindukan. Momen langka b
Setelah pertengkaran malam itu, sebulan kemudian Dea dan Antika pulang. Hubungan jarak jauh yang dingin. Hingga suatu hari, Dea memutuskan untuk bercerai.Gama yang egois tidak mau merendahkan diri dan memohon agar Dea mau bertahan dengannya. Dea masih berharap kalau Gama akan berjuang untuk rumah tangga mereka, nyatanya Gama diam dengan sikap keras kepalanya.Dea yang masih cinta, lebih mempertahankan harga diri daripada merayu pada lelaki yang tak lagi peduli. Mengorbankan perasaan meski sangat tersiksa.Hubungan mereka berjarak. Gama yang kecewa enggan membangun komunikasi, selain tetap memenuhi tanggungjawab memberikan nafkah pada putrinya.Pada akhirnya Gama yang stres dan kalut, memutuskan pulang ke Indonesia. Bertemu pula dengan Saga yang membuatnya tambah cemburu karena perhatian beberapa orang terdekatnya beralih pada putra buleknya itu.Ancamannya yang ingin menggoda Melati hanya ancaman belaka. Mana pernah dia mendekati perempuan kecintaan Saga itu. Selain usil dengan membu
MASIH TENTANGMU- Hati Lelaki Mobil berhenti di depan pagar sekolahan Antika. Di sana juga sudah berjajar beberapa kendaraan yang mengantarkan anak-anak ke sekolah. Momen di pagi hari yang menyejukkan mata. Di sebuah Sekolah Dasar favorit tempat Antika belajar."Sayang, kita sudah sampai," ujar Gama sambil tersenyum. Namun Antika cemberut. Sama sekali tidak mau memandang sang papa. Wajahnya muram sambil menarik handle hendak membuka pintu mobil."Sebentar papa yang bukain, nanti Antik jatuh." Gama lekas turun dari mobil. Tapi Antika sudah berhasil turun sendiri meski dengan susah payah. Kemudian menyeret tasnya meninggalkan sang papa. "Sayang, nggak salim sama papa dulu." Gama melangkah lebar untuk mengejar gadis kecilnya yang tengah 'ngambek'.Antika menoleh sebentar untuk menunjukkan muka cemberutnya. Gama tersenyum lantas menghampiri. Mengulurkan tangan menunggu untuk disambut putrinya.Cukup lama tangannya tertahan di udara, tanpa memandang sang papa, Antika mencium tangan lanta
Deandra memang berasal dari keluarga pengajar. Kedua orang tuanya dosen, kakak lelaki satu-satunya juga dosen. Kakak iparnya juga dosen. Hanya Dea yang berbeda arah, karena sejak awal memang sudah menyukai Gama yang kuliah mengambilkan jurusan ekonomi. Akhirnya dia pun ikut mengambil jurusan yang sama dan berkarir seperti Gama.Mengenal sejak sama-sama masih remaja, tidak menjamin hubungan bisa berkekalan. Jatuh cinta pertama kali pada Gama, yang menjadi ketua OSIS di sekolahnya kala itu. Digilai para siswi mulai dari adik kelas hingga teman seangkatannya. Karena sikap cool-nya yang membuat penasaran. Laki-laki yang sering terlibat balapan liar dan selalu jadi pemenang, saat kuliah rambutnya dibiarkan panjang dengan model under cut. Gadis mana yang tidak kepincut. Hingga suatu hari ia di datangi saat melihat pertandingan basket di gelora olahraga."De, udah makan?""Belum.""Ikut aku makan bakso. Kutraktir nanti.""Sama Hani, ya?""Oke."Gama memilih kedai bakso depan GOR. Santai dud
MASIH TENTANGMU- Pertemuan Gama masih gelisah di ruangannya. Menatap gerimis dari balik kaca jendela. Hari sudah beranjak senja. Suasana temaram dan di luar sana lampu jalanan sudah menyala.Rasa yang menggelegak dalam dada membuat tubuh tegapnya terasa gemetar dan tak bertenaga. Foto Deandra dan dokter Angkasa yang dikirim Alita sangat mengusiknya. Pesan yang dikirim pada Dea juga belum di balas. Ia bertanya tentang Antika. Ingin menelepon dan mengajak anaknya bicara, supaya ia juga bisa bicara dengan Dea. Pasti dia sudah pulang kerja.Gegas diraihnya ponsel di atas meja yang berpendar. Bukan dari Dea, tapi dari Alita.[Sudah pulang, Mas?] Ini pesan kesekian yang dikirim oleh tunangannya.[Masih di kantor.]Gama kembali meletakkan ponselnya. Dalam hitungan detik, ponsel kembali berpendar, tapi ia abaikan. Laki-laki itu duduk lantas menyesap kopinya yang sudah dingin. Dilihatnya jam tangan. Sudah pukul lima sore. Kantor sudah sepi. Hanya ada dirinya dan seorang satpam yang berjaga d