Share

Bab 4

Author: Tansera
Setelah mengungkapkan semua isi hatinya pada sang nenek, Rena berdiri dengan langkah sempoyongan seperti orang yang kehilangan arah. Jeremy masih berdiri di depan makam, menunggu api persembahan benar-benar padam, barulah dia berbalik dan mengejar Rena.

Namun, Rena sudah sampai di tangga. Begitu dia berbalik hendak menuruni anak tangga, tiba-tiba terdengar suara jeritan dari samping. "Jeremy!"

Nadia jatuh terguling menuruni tangga batu.

"Nadia!"

Jeremy langsung berlari panik ke arah Nadia. Dalam kepanikan, dia bahkan menabrak tubuh Rena hingga terjatuh, tanpa menyadarinya sedikit pun. Seluruh fokus dan pikirannya hanya pada Nadia yang tergeletak di bawah tangga sambil menggigil kesakitan.

"Kamu nggak apa-apa? Ada yang patah? Aku antar kamu ke rumah sakit!" Dia mengangkat Nadia dalam pelukan dan pergi begitu saja, tanpa menoleh.

Rena masih terduduk di atas tangga dengan tubuh yang terhuyung. Lengan kanannya menghantam keras sudut anak tangga yang dingin dan tajam. Luka di lengannya terbuka lebar, bahkan sampai terlihat tulang di balik kulitnya. Darah langsung mengucur deras, membasahi lantai batu di sekelilingnya.

Rena menarik napas tajam, tubuhnya gemetar karena menahan sakit.

Dengan susah payah, Rena bangkit dan tertatih keluar dari pemakaman. Saat tiba di gerbang, mobil Jeremy sudah tidak ada.

Seorang petugas makam yang melihat tangannya berlumuran darah langsung panik. Dia segera membantunya memesan taksi dan saat mobil datang, dia membantu Rena masuk ke dalam dan berpesan pada sopir dengan wajah cemas, "Tolong, antar dia ke rumah sakit secepatnya, ya. Luka dia parah."

Rena hanya tersenyum pahit.

Bahkan orang asing saja bisa memperlakukannya dengan begitu tulus. Tapi Jeremy ....

Di rumah sakit, saat lukanya dibersihkan dan dijahit, Rena berkeringat dingin karena rasa sakit yang tak tertahankan, tetapi dia tidak mengeluarkan suara sedikit pun.

Dokter yang menangani tak kuasa merasa kagum. "Kamu nggak takut sakit, ya? Jarang ada wanita sekuat kamu."

Rena menatap keluar jendela. Setelah neneknya pergi, dia dulu mengira Jeremy akan menjadi sandarannya. Namun kini, dia sudah menghapus Jeremy sepenuhnya dari hidupnya.

Di dunia ini, dia telah sendirian. Mau ditunjukkan kepada siapa lagi kelemahannya? Satu-satunya pilihan yang dia miliki adalah menjadi kuat.

Saat hendak keluar setelah menyelesaikan pembayaran, Rena berpapasan dengan Jeremy yang sedang memapah Nadia masuk ke rumah sakit.

Jeremy melangkah ke arah Rena dengan wajah muram. "Rena, aku sudah bilang 'kan, Nadia menderita kanker. Waktunya tinggal sedikit. Kenapa kamu masih tega menabraknya? Kamu tahu nggak, itu bisa membahayakan nyawanya?"

Rena menatap pria yang dulu dia percaya akan menemaninya seumur hidup, hati terasa begitu hampa dan perih. "Aku menabraknya? Hanya karena dia bilang begitu, kamu langsung percaya? Kalau aku bilang aku nggak melakukannya, kamu percaya?"

Tatapan Jeremy penuh kekecewaan. "Rena! Rumah batu itu aku yang putuskan untuk diberikan ke dia. Kalau kamu marah, marahlah padaku. Tapi kenapa kamu harus melampiaskan amarah ke orang sakit? Di mana hati nuranimu? Rasa belas kasihmu ke mana?"

Bagi Jeremy, semuanya sudah jelas. Dia bahkan tidak memberi ruang sedikit pun bagi Rena untuk membela diri.

Dalam sekejap, hati Rena hancur berkeping-keping. Dia memalingkan wajah, lalu berkata datar, "Hati nurani dan belas kasihku nggak untuk orang yang pura-pura sakit lalu memanipulasi orang lain dengan moral palsu."

Nadia menangis pelan dan menyembunyikan wajahnya di dada Jeremy.

Jeremy mengerutkan kening dan menatap Rena tajam. "Nadia nggak pura-pura sakit!"

Rena sudah terlalu lelah untuk terus meyakinkannya. Dengan suara tenang, dia berkata, "Kalau kamu bilang begitu, ya sudah. Aku nggak mau berdebat."

"Kamu ...."

Belum sempat Jeremy melanjutkan, suara dari sisi lain tiba-tiba memotong percakapan mereka.

"Rena?"

Rena menoleh dan melihat sosok Claude yang berambut putih di antara sekelompok dokter berseragam jas putih.

Wajah Rena langsung berubah cerah, senyum tipis muncul di bibirnya. "Pak Claude? Kenapa Bapak bisa di sini?"

Claude melangkah mendekat. "Ada pasien dengan penyakit langka yang baru dirawat di sini. Aku diundang untuk ikut diskusi medis. Tapi kamu kenapa bisa di sini? Bukannya kamu sudah mengundurkan diri ...."

Rena buru-buru memotong, "Tadi tanganku nggak sengaja terluka. Jadi ke sini buat dijahit."

Jeremy ikut mendekat dan menyapa dengan penuh hormat, "Pak Claude."

Tiba-tiba, Jeremy mendorong Nadia sedikit ke depan, suaranya terdengar tergesa dan penuh harap. "Dokter bilang umurnya tinggal sebulan lagi. Pak Claude, keahlian Bapak sudah diakui dunia. Bisa nggak ... tolong bantu selamatkan dia?"

Secara prosedural, sangat sedikit orang yang bisa mendapatkan kesempatan untuk diperiksa langsung oleh Claude.

Beberapa orang di sekelilingnya sudah hendak menghentikan permintaan Jeremy, tetapi Claude mengangkat tangan sedikit, memberi isyarat untuk tenang.

Dia lalu melirik sekilas ke arah Rena sebelum beralih mengamati wajah Nadia dengan cermat. Setelah itu, dia menekan beberapa titik tertentu di tubuh Nadia dan terakhir menunduk membaca hasil pemeriksaan laboratorium.

Beberapa detik kemudian, dia mengerutkan alis. "Ini konyol. Siapa yang mendiagnosis gadis ini hanya punya sisa hidup satu bulan? Dia nggak sakit. Coba periksa ulang di beberapa rumah sakit lain."

Nadia meringis pelan lalu memalingkan kepala, menyemburkan sedikit darah dari mulutnya.

Tanpa berpikir panjang, Jeremy langsung berseru, "Pak Claude, meskipun Rena adalah murid Bapak, nggak seharusnya Bapak berbohong hanya demi membelanya, bukan?"

Secercah harapan yang baru saja muncul di hati Rena langsung padam total. Dia melangkah maju dengan cepat dan memelototi Jeremy. "Jeremy! Kamu ... kamu berani meragukan integritas guruku?!"

Jeremy terdiam sejenak, lalu segera mencoba memperbaiki ucapannya, "Aku salah bicara ... maksudku mungkin pemeriksaan ulang akan memberi hasil yang lebih akurat ...."

Rena tidak ingin melihat wajah pria itu lagi. Dia segera berpaling, menatap Claude dengan mata penuh permohonan. "Pak, boleh kita pergi sekarang?"

Claude mengangguk, ekspresinya serius dan dingin.

Orang-orang di sekeliling langsung bergerak mengikutinya. Dalam sekejap, mereka semua sudah masuk ke dalam lift.

Jeremy sempat mengulurkan tangan untuk menahan Rena, tetapi tidak berhasil. Dia pun menoleh kembali untuk memeriksa kondisi Nadia, lalu langsung mengangkat tubuhnya dan berlari menuju ruang rawat.

Claude berjalan di samping Rena sambil menghela napas pelan. "Pantas saja kamu bilang mau putus."

Rena hanya terdiam, tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Claude menepuk lembut pundaknya. "Dalam hidup ini, nggak ada yang lebih besar dari kematian."

Rena mengangguk pelan.

Memang benar.

Malam itu, saat dia mendengar suara Jeremy meninggalkannya, saat melihat video yang menghancurkan harapannya, dia sempat merasa bahwa rasa sakit itu akan membunuhnya. Namun, seberapa sakit pun, seberapa dalam pun lukanya ... dia tetap bertahan.

Disakiti berkali-kali, lama-lama rasa sakit pun menjadi sesuatu yang terbiasa.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Melepas Cintaku Demi Cintamu   Bab 14

    "Aku boleh datang menemuimu? Kita bicara langsung bertatap muka," tanya Jeremy.Namun, Rena menolak, "Nggak perlu. Di mana pun tempatnya, jawabanku tetap sama."Jeremy belum menyerah. "Kalau begitu ... aku tunggu kamu pulang ke negara kita. Nanti aku akan mengejarmu lagi dari awal. Kali ini aku akan melakukannya dengan benar. Aku akan membuat seluruh kota ... nggak, seluruh negeri ini, bahkan seluruh dunia tahu kalau aku mencintaimu. Aku ingin ...."Rena menyela, "Maaf, Jeremy Hardez. Sekarang aku telah menemukan terlalu banyak hal bermakna dalam hidupku. Untuk sementara, aku nggak tertarik menjalin hubungan. Kita nggak perlu berhubungan lagi ke depannya."Begitu selesai mengucapkan kalimat itu, Rena langsung memutus sambungan telepon.Tanpa peduli Jeremy yang masih terus memanggil namanya di seberang sana. Di telinganya hanya tersisa suara tut ... tut ....Jeremy terdiam lama.Lalu tiba-tiba, dia memegangi dadanya dan akhirnya mengeluarkan jeritan pilu yang penuh derita. Rasa sakit it

  • Melepas Cintaku Demi Cintamu   Bab 13

    Meski perjalanan belajar ke luar negeri itu diprakarsai oleh sang guru, Claude sama sekali tidak menetapkan jadwal maupun rute tertentu. Ketika Claude menerima telepon darurat dari dalam negeri dan harus segera pulang, Rena masih ingin melanjutkan perjalanannya.Claude tidak menahannya, bahkan mendukung sepenuhnya.Sejak dulu, dia memang percaya bahwa seorang dokter harus banyak menemui pasien agar kemampuan medisnya semakin matang.Akhirnya, Rena pun tetap tinggal di luar negeri bersama dua rekan dokter lainnya yang juga memiliki bakat luar biasa. Mereka terus bepergian, mengobati lebih banyak pasien, sambil menikmati keindahan dunia yang luas dan beragam.Setelah menyaksikan luas dan agungnya alam semesta, serta betapa kecil dan berharganya kehidupan manusia, hati mereka perlahan menjadi semakin damai.Saat baru pergi ke luar negeri, meski sesekali memaksakan diri untuk tersenyum, ekspresi Rena tetap terlihat seperti sedang menangis. Sebagian besar waktu, dia hanya diam membisu.Namu

  • Melepas Cintaku Demi Cintamu   Bab 12

    Jeremy bekerja tanpa henti sepanjang hari, tidak makan ataupun tidur untuk menyelesaikan semua urusan pekerjaannya lalu segera menaiki pesawat.Namun setelah melewati berbagai rintangan dan akhirnya tiba di rumah sakit tempat Rena berada, dia malah tidak menemukan Rena.Bagai disambar petir, Jeremy menggeleng dengan kuat. "Nggak mungkin .... Rena nggak mungkin sudah meninggal! Nggak mungkin!" Dia mencengkeram orang di hadapannya dengan kekuatan yang luar biasa. "Ke mana dia?!"Orang itu menjelaskan, "Dokter Rena memang sedari awal hanya datang untuk membantu. Dia bukan bagian dari organisasi Dokter Lintas Batas. Dia pergi bersama gurunya, Pak Claude. Mereka bilang ingin lanjut ke tempat lain untuk mengobati pasien."Mendengar hal itu, Jeremy sempat menghela napas lega, tapi justru merasa semakin tegang. "Kamu tahu ke mana mereka pergi?"Orang itu menggeleng. Tidak tahu. Namun yang penting, Rena tidak mengalami kecelakaan. Dia masih hidup.Selama dia masih hidup, Jeremy tidak takut apa

  • Melepas Cintaku Demi Cintamu   Bab 11

    Setelah menghabiskan banyak uang dan melewati berbagai rintangan, akhirnya Jeremy berhasil mendapatkan kembali foto Rena.Dalam foto itu, Rena berada di sebuah rumah sakit dengan fasilitas seadanya. Dia mengenakan jas dokter berwarna putih, rambut panjangnya sudah dipotong menjadi sebahu. Penampilannya tampak bersih dan rapi, dengan sorot mata yang jernih dan tenang.Jeremy menatap wajah yang selalu dia rindukan itu dengan penuh kerinduan.Sejak kepergian Rena, hampir setiap malam dia bermimpi tentang wanita itu.Namun, mimpi itu selalu berulang pada hari di tempat pemakaman. Abu jenazah nenek Rena dihempaskan ke tanah oleh Nadia, dan dia malah memilih untuk berpihak pada Nadia.Tatapan mata Rena saat itu ....Tatapan itu terus menghantui Jeremy, membuatnya terbangun dari mimpi dengan jantung berdegup kencang. Karena dalam tatapan mata Rena saat itu, begitu jelas tergambar bahwa Rena sudah sepenuhnya kehilangan harapan terhadap dirinya.Setiap kali dia terbangun dari mimpi buruk itu, h

  • Melepas Cintaku Demi Cintamu   Bab 10

    Jeremy tahu, jika saat ini dia bisa segera memperbaiki semua kesalahannya, menggunakan ketulusan hati untuk menebus luka yang dia berikan pada Rena, membuat gadis itu melihat kesungguhan dan niat baiknya, maka masih ada kemungkinan Rena akan kembali padanya.Namun, jika anak yang dikandung Nadia sampai lahir ... kesempatannya akan hilang selamanya.Jeremy pun menyatakan sikapnya pada kedua orang tuanya, "Aku nggak menginginkan anak dari Nadia. Aku masih muda. Kalau ingin punya anak, kapan saja bisa."Namun, orang tuanya tidak semudah itu diyakinkan. "Kamu ingin Rena kembali, 'kan? Kamu hanya mau anak yang lahir dari dia. Tapi, gimana kalau hubungan kalian sudah nggak mungkin diperbaiki? Kalau dia nggak pernah kembali padamu, lalu bagaimana? Keluarga Hardez akan kehilangan penerus?"Ucapan "Rena tidak akan pernah kembali" itu seperti menghantam dada Jeremy dengan keras. Wajahnya langsung menunjukkan rasa sakit yang mendalam.Dia terdiam cukup lama. Lantaran tidak ingin lagi menutupi apa

  • Melepas Cintaku Demi Cintamu   Bab 9

    Di sisi lain, Rena bergabung dengan organisasi Dokter Lintas Batas bersama dosennya dan langsung menuju negara yang sedang dilanda perang. Di sana, peperangan terjadi di mana-mana dan korban luka berserakan di setiap sudut.Rumah sakit setempat sangat sederhana. Kekurangan tenaga medis dan obat-obatan sudah menjadi hal yang biasa.Ketika mereka tiba di rumah sakit, kebetulan baru saja terjadi kecelakaan beruntun akibat serangan bom. Ambulans terus berdatangan, membawa para korban yang harus segera diselamatkan. Karena jumlah ambulans tidak mencukupi, warga setempat bahkan menggotong korban di atas tandu seadanya menuju rumah sakit.Rena tidak sempat berpikir panjang. Dia langsung ikut bergabung dalam tim medis untuk menangani para pasien.Satu per satu nyawa mereka selamatkan. Ketika Rena akhirnya keluar dari ruang operasi dalam kondisi nyaris ambruk, sudah lebih dari sepuluh jam berlalu sejak kedatangannya.Kakinya terasa lemas dan nyaris gemetar. Lengannya begitu pegal hingga seperti

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status