Home / Romansa / Melihat Daisy / Bab 2: Kabar yang dinanti

Share

Bab 2: Kabar yang dinanti

last update Last Updated: 2025-09-21 21:58:04

Sore itu, setelah kelas selesai, Arya menyalakan aplikasi ojolnya. Ia berkeliling di area sekitar tempat yang ia duga adalah tempat kerja Daisy. Ia sudah berulang kali melakukan ini, dan setiap kali ia melakukannya, hatinya dipenuhi campuran antara harapan dan kekecewaan. Kali ini, saat ia memutar motornya di sebuah tikungan, matanya menangkap sosok yang tak asing.

Berjalan gontai di trotoar, sambil membetulkan tas jinjingnya, adalah Daisy. Wajahnya terlihat lelah, sama seperti saat pertama kali mereka bertemu. Jantung Arya berdegup kencang. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Awalnya ia ingin diam-diam melewatinya, tetapi entah keberanian dari mana, ia meminggirkan motornya dan melepas helm.

"Daisy?" panggilnya.

Daisy menoleh, matanya melebar saat melihat Arya. "Arya? Kok... kamu di sini?" tanyanya, kaget.

"Iya, lagi narik," jawab Arya, sambil menunjuk jaket ojolnya. "Mau pulang? Kalau mau, aku antar sampai stasiun atau rumah."

"Boleh, tapi sampai stasiun saja, ya," kata Daisy dengan senyum yang tulus. "Kasihan kamu kalau kejauhan."

Arya tersenyum. Bukan karena tawaran itu, tetapi karena betapa perhatiannya Daisy. "Enggak apa-apa, kok. Aku senang bisa bantu."

Di perjalanan, obrolan mereka mengalir dengan lancar. Mereka tidak lagi dibatasi oleh layar ponsel. Di atas motor, mereka bisa saling mendengar suara satu sama lain, merasakan kehadiran satu sama lain. Arya tidak lagi bertanya tentang pekerjaan Daisy, tetapi tentang perasaannya. Ia bertanya, "Bagaimana rasanya kerja seharian?" dan Daisy menjawab dengan jujur tentang betapa lelahnya dia. Arya menyadari bahwa di balik senyum itu, ada seorang perempuan yang berjuang keras.

Ketika mereka sampai di stasiun, Daisy mengucapkan terima kasih. Ia menawarkan uang, tapi Arya menolak. "Anggap saja ini balasan untuk senyum kamu di stasiun waktu itu," kata Arya, tersenyum.

Meskipun percakapan mereka singkat, Arya merasa sangat senang. Ia berharap ini bukan pertemuan terakhir mereka.

Dua hari setelah pertemuan di jalan, Arya kembali ke rutinitasnya sebagai mahasiswa dan pengemudi ojol. Hatinya kembali terasa hampa. Ia terus memeriksa ponselnya, berharap ada kabar dari Daisy. Namun, ponselnya tetap sepi.

Suatu malam, saat Arya hendak tidur, sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya. Itu adalah Daisy. "Arya, maaf ya baru bisa kasih kabar. Aku sibuk banget kemarin," tulisnya. Hati Arya berdebar kencang, ia buru-buru membalas. "Gak apa-apa, aku ngerti kok.

Setelah beberapa minggu bertukar pesan, Arya merasa sudah saatnya untuk melangkah lebih jauh. Ia memberanikan diri untuk mengutarakan niatnya.

"Daisy, aku tahu ini mungkin mendadak, tapi aku mau ajak kamu naik gunung," tulis Arya. "Mungkin ke Merbabu atau ke mana pun kamu mau."

Beberapa jam berlalu. Arya menahan napas, menunggu balasan. Ketika notifikasi akhirnya datang, hatinya berdebar kencang.

"Arya, maaf banget, ya," balasan Daisy dimulai. Hati Arya langsung mencelos. "Aku senang kamu ajak aku, tapi aku enggak bisa. Kerjaanku sulit banget untuk dapat libur lebih dari satu hari."

Arya merasa kecewa, tapi ia mencoba memahami. "Oh, iya, enggak apa-apa kok. Aku ngerti," balasnya. Ia tidak ingin terlihat putus asa. "Kapan-kapan, kalau ada waktu, kasih tahu aku ya."

"Pasti," jawab Daisy. "Terima kasih banyak, Arya. Kamu baik sekali."

Meskipun percakapan itu berakhir dengan manis, Arya merasakan kesedihan yang mendalam. Ia menyadari bahwa perasaannya mungkin tidak akan terbalas, dan jarak yang memisahkan mereka bukan hanya jarak fisik, tetapi juga jarak kesibukan dan prioritas.

3 hari pun berlalu. kemudian Daisy mengirimkan kabar lewat chat yg membuat Arya begitu kegirangan

"Aku dapet cuti, bisa buat naik gunung," jawab Daisy, disertai dengan emoji senyum. Arya tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Mimpi yang ia kira sudah sirna, kini kembali hidup.

Arya kegirangan dan bertanya, "Kita mau ke gunung mana?"

"Aku mau ke Gunung Prau," jawab Daisy. "Aku mau lihat bunga daisy."

Meskipun Arya sudah menduga, mendengar langsung dari Daisy membuatnya begitu bahagia. Ada perasaan hangat yang menjalari hatinya, seolah semua penantian dan usahanya tidak sia-sia.

"Bagus. Berarti kita akan pergi ke sana," balas Arya dengan penuh semangat. "Kapan kamu ada waktu luang?".

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Melihat Daisy    Bab 11: Akhir dari sebuah kisah cinta

    Pagi itu, Daisy bangun dengan perasaan ringan. Ia mengingat kembali pertemuan manisnya dengan Arya semalam, dan senyumnya merekah. Ia mengambil ponselnya, yang sudah ia isi dayanya, untuk menghubungi Arya. Namun, sebelum ia sempat mengetik pesan, sebuah panggilan masuk. Nomor yang tidak dikenal."Halo?" ucap Daisy."Daisy... ini aku, Intan," jawab suara di seberang, terdengar serak."Intan? Ada apa? Kamu terdengar tidak baik-baik saja," tanya Daisy, nadanya cemas."Arya... dia... dia mengalami kecelakaan," ucap Intan, suaranya bergetar.Dunia Daisy terasa berputar. "Apa? Kecelakaan apa? Di mana dia sekarang?""Dia ditabrak mobil. Sekarang dia di rumah sakit. Lukanya serius... dia kritis," isak Intan.Ponsel Daisy jatuh dari tangannya. Kata-kata "kecelakaan" dan "kritis" bergaung di kepalanya. Ia tidak bisa bergerak. Ia tidak bisa bernapas.Sesaat yang lalu, ia masih memeluk Arya. Sesaat yang lalu, mereka masih tertawa. Dan sekarang...Tanpa membuang waktu lagi, Daisy mengenakan jaketn

  • Melihat Daisy    Bab 10: Kejadian di Tengah hari

    Rian tidak bisa tidur. Malam itu, bayangan Daisy yang tersenyum di atas motor Arya terus menghantuinya. Ia memutar-mutar ponselnya, melihat foto-foto Daisy di media sosial. Ia begitu terobsesi, hingga tidak bisa menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang bisa membuat Daisy bahagia.Keesokan harinya, Rian memutuskan ia harus bertindak. Ia tidak bisa hanya duduk diam dan melihat kebahagiaan itu. Ia merasa Daisy adalah miliknya, dan ia berhak atas perhatian Daisy."Aku akan memberimu pelajaran," gumam Rian, menatap layar ponselnya.Ia mengambil kunci mobilnya dan pergi ke kantor maskapai. Ia tahu ada cara untuk mendapatkan informasi penerbangan Daisy.Ia menemukan bahwa Daisy akan pulang dari penerbangan subuh. Rian memutuskan untuk menunggunya di depan mes pramugari. dan ia akan memastikan bahwa Daisy tahu siapa yang benar-benar peduli padanya.Setelah berbicara dengan Intan, Arya merasa senang. Ia berjalan menyusuri jalan setapak, langkahnya ringan. Ia masih memikirkan Daisy, memimpi

  • Melihat Daisy    Bab 9: Ketegangan dimalam hari

    Arya berdiri terpaku di depan gerbang mes pramugari. Di depan mata Arya, yang ada hanya lorong sepi dengan beberapa mobil yang terparkir rapi. Ia merasa kecil, dipenuhi ketakutan. Ia menatap gedung tinggi itu, berharap, namun juga takut.Tiba-tiba, sebuah suara yang ia kenal memanggil namanya."Arya?"Arya menoleh. Jantungnya terasa seperti berhenti berdetak. Di belakangnya, berdiri Daisy, mengenakan pakaian kasual. Rambutnya diikat, wajahnya terlihat sedikit lelah, namun ia ada di sana, di hadapannya, utuh dan hidup.Arya tidak bisa berkata apa-apa. Air matanya langsung mengalir. Tanpa ragu, ia berlari ke arah Daisy dan memeluknya dengan erat. Ia mencium aroma tubuh Daisy, dan ia tahu ini bukan mimpi."Daisy... kamu... kamu baik-baik saja," bisik Arya, suaranya tercekat. "Aku melihat berita kecelakaan pesawat. Nomor ponselmu tidak aktif. Aku... aku takut."Daisy membalas pelukan Arya. "Aku baik-baik saja, Arya. Penerbanganku ditunda karena ada masalah teknis. Aku baru saja sampai di

  • Melihat Daisy    Bab 8: Kabar buruk yang menakutkan

    Setelah Arya menceritakan semuanya, Intan mencoba memberikan senyum terbaiknya. Ia mendengarkan Arya dengan saksama, mengangguk, dan bahkan sesekali tertawa saat Arya menceritakan kenangan manisnya dengan Daisy di minimarket. Namun, di dalam hatinya, sebuah badai sedang mengamuk."Aku senang kamu akhirnya bisa sebahagia ini, Arya," ucap Intan. "Kamu pantas mendapatkannya. Kamu sudah menunggu begitu lama."Arya menatapnya dengan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Intan. Kamu satu-satunya orang yang mengerti perasaanku."Hati Intan terasa sakit mendengar kata-kata itu. Ia memang mengerti, bahkan lebih dari yang Arya tahu. Ia mengerti betapa besarnya cinta Arya pada Daisy, karena ia merasakan cinta yang sama besar pada Arya."Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Intan, mencoba mengalihkan pembicaraan dari perasaannya."Aku akan menunggu Daisy menghubungiku lagi. Aku ingin kami bertemu lagi. Aku tidak akan membiarkan dia menghilang lagi," jawab Arya, tekadnya kuat."Bagus," ka

  • Melihat Daisy    Bab 7: Ancaman Baru

    Kembali ke Jakarta, kehidupan Arya kembali seperti semula. Namun, kini ia memiliki harapan. Arya memeriksa Instagram Daisy, dan benar saja, akunnya kembali aktif. Ia segera mengirim pesan, "Daisy, ini aku Arya." Setelah beberapa jam, Daisy membalas, meminta maaf karena baru melihat pesan. Sejak itu, komunikasi mereka semakin intens. Mereka saling bertukar cerita tentang kehidupan sehari-hari.Pada suatu hari, Arya memberanikan diri untuk mengajak Daisy bertemu. "Ada waktu luang untuk jalan atau makan?" tanyanya."Lusa aku ada waktu luang," jawab Daisy.Arya menjemput Daisy di mess pramugari di Tangerang. Namun, tanpa mereka sadari, ada seorang pria bernama Rian yang terobsesi pada Daisy, melihat mereka pergi berdua. Rian sangat cemburu, dan kecemburuannya memuncak. Ia adalah pria yang nekat dan gila, yang rela melakukan apapun untuk mendapatkan Daisy.Ketika Arya tiba di mess pramugari di Tangerang, Daisy sudah menunggunya di gerbang. Dia terlihat sangat cantik dengan pakaian kasual,

  • Melihat Daisy    Bab 6: Pertanyaan yang Berarti

    Arya berdiri di samping meja Daisy. Intan melihat dari kejauhan dengan cemas. Percakapan mereka tidak bisa tersembunyi dari telinga-telinga lain, tetapi hal itu tidak lagi penting bagi mereka. Dunia serasa lenyap, hanya menyisakan mereka berdua."Ke mana aja, Daisy? Kenapa tiba-tiba menghilang?" tanya Arya, suaranya bergetar. Kerinduan yang selama ini ia pendam kini bercampur dengan rasa sakit dan kelegaanDaisy menunduk, matanya memancarkan kesedihan yang mendalam, namun tidak ada air mata yang jatuh. "Maaf, Ar. Aku pergi karena harus rawat ibu yang sakit. Selama ini, aku nggak bisa kasih kabar ke kamu karena... aku fokus sama ibu."Arya terdiam, mencerna setiap kata. Selama ini, ia berpikir Daisy meninggalkannya begitu saja, tanpa alasan. Namun, kenyataan ini jauh lebih menyakitkan dan memilukan. "Aku... aku ngerti," ucapnya, suaranya kini lebih lembut.Daisy mengangkat wajahnya. Matanya penuh dengan kesedihan. "Ibu sekarang sudah enggak ada, Ar. Aku harus kerja buat adikku di kampu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status