Share

2. Ada Yang Ganjil

Author: Ade Esriani
last update Last Updated: 2022-12-23 19:41:36

Bagian 2

Tiba-tiba aku melihat Mas Ilyas sedang duduk di atas sofa ruang tamu, bersama Nia. Nia menyandarkan kepalanya di bahu Mas Ilyas. Tangan Mas Ilyas merangkul bahu Nia.

Aku menggeleng pelan, tidak percaya dengan apa yang kusaksikan.

Kaca-kaca bening langsung mengalir dari sudut netra. Aku sakit hati, cemburu sekaligus marah, melihat sahabatku berduaan dengan suamiku. 

Pelan-pelan, kuturuni anak tangga dan langsung menghampiri mereka dengan air mata yang berderai.

"Apa maksud semua ini, Mas?" tanyaku sambil memandangi wajah suami dan sahabatku itu.

Nia langsung berdiri dari tempat duduknya, begitu juga dengan Mas Ilyas. Keduanya gelagapan melihat kehadiranku.

"Sandra, maafin aku. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku tadi hanya curhat kepada Mas Ilyas tentang masalah rumah tanggaku, dan aku terbawa suasana. Maafin aku, San." Nia meraih tanganku, berusaha meyakinkanku, tapi aku menepisnya. 

"Apa yang dikatakan Nia itu benar, San. Nia hanya curhat kepada Mas. Dan Mas berusaha mencari solusi yang terbaik buat Nia," ucap Mas Ilyas. Membenarkan ucapan Nia.

"Curhat kok' tengah malam? Berduaan lagi. Gimana aku tidak berpikiran lain-lain, coba!"

Rasanya, aku tidak bisa percaya begitu saja. Entah mengapa, firasatku mengatakan bahwa mereka berbohong. Seperti ada yang mereka tutupi dariku.

Mas Ilyas mendekat ke arahku. Ia menyeka air mataku, kemudian mendekapku ke dalam pelukannya.

"Kamu cemburu, kan? Nggak baik loh, cemburu pada sahabat sendiri. Percaya deh, Mas sama Nia tidak ada hubungan apa-apa. Mas tadi haus dan ingin mengambil minum, Mas lihat Nia sedang duduk sendirian di ruang tamu. Lagian, Mas sangat mencintaimu dan tidak akan mungkin tega menyakitimu," ucap Mas Ilyas sambil menjawil hidungku.

"Jangan marah lagi, ya! Jelek loh kalau lagi marah." Lagi-lagi, Mas Ilyas berusaha meyakinksnku.

"Kamu beruntung bangat ya, San, punya suami seperti Mas Ilyas yang sangat menyayangimu. Tidak seperti aku yang diduakan oleh suamiku sendiri." Nia terlihat sedih saat mengucapkan kata-kata itu.

"Semoga aku bisa mendapatkan penggantinya Mas Rian. Yang baik, pengertian, romantis dan penyayang, seperti Mas Ilyas." Nia tersenyum manis kepada Mas Ilyas, kemudian berlalu dari hadapan kami.

"Kita kembali ke kamar yuk!" ajak Mas Ilyas. 

Mas Ilyas menggandeng tanganku, membawaku ke kamar kami. Setelah kami berbaring di atas ranjang, Mas Ilyas mematikan lampu, "selamat beristirahat, Sayang," ucapnya sambil mengecup keningku.

Mas Ilyas sudah terlelap, sementara aku masih diselimuti oleh pertanyaan-pertanyaan yang membuat kepalaku menjadi pusing.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 03.15, dan aku masih terjaga.

Aku masih kepikiran dengan ucapan Nia tadi. Entah apa maksud perkataannya itu. Nia mendambakan sosok lelaki seperti Mas Ilyas? Apa jangan-jangan, ia menginginkan suamiku?

Ya Allah, kenapa aku jadi curigaan seperti ini? Sejak kehadiran Nia di rumah ini, aku jadi sering berprasangka buruk dan juga menaruh curiga pada suami dan sahabatku itu.

Semoga saja, kecurigaanku tidak benar adanya.

Aku bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Aku akan menunaikan shalat tahajud. Akan kuadukan semua keluh kesah dan kekhawatiran ku kepada-Nya, Allah sang pencipta. 

Setelah selesai melaksanakan sholat tahajud, aku pun berdoa, meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah. Aku memohon kepada-Nya, agar senantiasa melindungi rumah tanggaku. Menjaga mata dan hati suamiku, agar senantiasa mencintai aku dan tidak berniat untuk melirik wanita lain.

Semoga doaku diijabah oleh Allah, dan semoga keluargaku menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Amin ya rabbal alamin.

*** 

Pagi hari, aku memaksakan diri untuk bangun. Kepalaku masih terasa sakit, mungkin karena efek dari kurang tidur. Semalam, aku tidak bisa tidur sama sekali. 

Setelah menunaikan shalat tahajud semalam, aku membaca Alquran hingga subuh. Setelah sholat subuh, aku ketiduran di atas sajadah.

Kulirik ke atas ranjang, ternyata Mas Ilyas sudah tidak ada. Kemana Mas Ilyas? Kenapa ia tidak membangunkanku?

Aku langsung membuka mukena dan menggulung sajadah, kemudian meletakkannya di tempat semula. Aku harus segera menyiapkan sarapan untuk Mas Ilyas. 

Aku segera menuruni anak tangga untuk menuju dapur.

Saat melewati ruang makan, ternyata Mas Ilyas sudah berada di sana, ia sedang duduk di atas kursi sambil menikmati secangkir kopi. 

"Mas, maaf, aku kesiangan. Mas kenapa tidak membangunkanku, tadi?"

Biasanya Mas Ilyas selalu membangunkanku jika kesiangan, untuk menyiapkan sarapan untuknya. Meskipun sudah ada Art di rumah ini, tapi Mas Ilyas lebih suka jika aku yang melayaninya.

"Mas sengaja, kasihan kamunya!"

"Kok' gitu, sih? Ya sudah, aku siapin sarapan dulu ya, Mas," ucapku. Kemudian berlalu menuju dapur untuk mengambilkan roti tawar dan juga selai, karena pagi ini aku tidak sempat lagi memasak sarapan untuknya, takut Mas Ilyas telat masuk kantor.

Aku terkejut saat melihat Nia sudah berada di dapur bersama Mbok Yuli. Nia sedang memindahkan nasi goreng yang berada di dalam wajan, ke atas piring keramik bergambar bunga mawar. Setelah nasi goreng dipindahkan ke atas piring, Nia kemudian menambahkan telur dadar dan juga irisan mentimun, serta daun selada di atasnya. Setelah itu, ia mengelap keringat di wajahnya menggunakan tissue, lalu merapikan penampilannya.

"Sempurna. Pasti Mas Ilyas suka," ucap Nia yang belum juga menyadari kehadiranku.

"Ehem!" Aku menghampiri Nia, sehingga membuatnya sedikit terkejut.

"Eh, Sandra. Sarapan yuk, aku dan Mbok Yuli sudah masak nasi goreng nih." Nia berjalan melewatiku, tapi aku menahannya.

"Wah, sepertinya masakanmu enak. Sini aku saja yang mengantarnya untuk Mas Ilyas. Makasih ya, udah bantuin aku." 

Aku mengambil piring yang berisi nasi goreng tersebut dari tangannya. Nia sempat menolak, tapi aku merebutnya.

"Sandra, kok kamu gitu sih, kan aku yang capek-capek masak. Harusnya aku yang mengantar nasi goreng itu untuk Mas Ilyas," protesnya tidak suka.

"Makasih udah bantuin aku. Tapi, akulah yang berhak melayani Mas Ilyas karena aku istrinya," tegasku agar Nia sadar diri. 

Ia memang sahabatku, tapi bukan berarti ia bisa berbuat semaunya di rumahku. 

Aku tahu, ia pasti ingin mencari perhatian dari Mas Ilyas. Sampai bela-belain masak sarapan buat Mas Ilyas. Apa coba maksudnya? Mungkin ia pikir aku wanita bodoh, tapi aku tidak seperti itu. 

Aku meninggalkan Nia, kemudian menemui Mas Ilyas yang sudah menunggu di ruang makan.

"Ini sarapannya, Mas," ucapku sambil meletakkan sepiring nasi goreng yang masih hangat tersebut di atas meja.

"Cepat bangat! Ini bukan masakan kamu kan?" Mas Ilyas bertanya padaku sambil menatap nasi goreng tersebut.

"Aku yang masak, Mas. Nasi goreng itu spesial untukmu, Mas. Sebagai ucapan terima kasih karena telah mendengarkan curhatan ku semalam," sahut Nia. Kelihatan sekali kalau ia sedang berusaha menarik perhatian Mas Ilyas.

"Oh, gitu. Makasih ya Nia. Kamu memang baik." Mas Ilyas melempar senyum ke arah Nia, membuat dadaku bergejolak menahan amarah.

"Sama-sama, Mas. Itu adalah rutinitas yang Nia lakukan sehari-hari. Jadi, Nia melakukannya dengan senang hati." Nia menarik kursi, kemudian bergabung bersama kami.

Lama-lama, Nia semakin kelewatan. Jika dibiarkan, ia akan semakin ngelunjak. Aku harus mencari cara agar Nia secepatnya pergi dari rumah ini. 

"Tunggu, Mas. Sepertinya nasi gorengnya nggak enak, deh. Coba sini aku cicipi dulu." Aku langsung menarik piring tersebut dari hadapan Mas Ilyas, kemudian mulai menyendoknya, memasukkan suapan pertama ke mulutku.

"Tuh kan, Mas. Untung Mas belum mencicipinya. Nasi gorengnya nggak enak, asin lagi. Aku aja nggak mau makan nasi goreng ini. Nanti aku kasih sama ayam saja, Mas. Pagi ini, Mas sarapan roti dan susu saja," ucapku sambil membawa piring yang berisi nasi goreng tersebut, dan meletakkan di atas wastafel.

Aku segera mengambil roti tawar dan juga selai strawberry, tak lupa juga membuatkan susu hangat untuk sarapan Mas Ilyas pagi ini.

"Ini sarapannya, Mas." Aku meletakkan roti tawar serta susu hangat tersebut di atas meja.

Aku melirik Nia sejenak, ia terlihat kesal padaku, terlihat dari sorot matanya yang memandangku dengan tatapan tidak suka. Tapi aku tidak peduli, aku harus melindungi suamiku dari Nia. 

Bersambung 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
angel azzahra
lha jadi bini knp gak tegas
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
Nia gk tau diri ya emng Ilyas suami sapa Nia atau jangan2 kalian selingkuh lagi ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Membalas Suami dan Sahabatku   63. Ending

    Bagian 63"Sandra, izinkan aku menyematkan cincin ini di jari manismu, ya. Pertanda bahwa aku telah mengikat hatimu," pinta Mas Romi.Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Terharu, senang, bahagia semuanya berpadu menjadi satu."Ma, kalau cuma pegang tangan doang boleh ya? Nggak dosa kan megang tangan calon istri sendiri?" "Boleh, tapi sebentar saja. Kalau lama-lama bisa menimbulkan dosa. Makanya, buruan nikah biar halal." "Iya, sebentar saja, kok!""Boleh, tapi sebentar saja. Kalau lama-lama bisa menimbulkan dosa. Makanya, buruan nikah biar halal." "Iya, sebentar saja, kok!"Mas Romi meraih tanganku, lalu menyematkan cincin di jari manisku. Ia kemudian mengecupnya. Membuatku tersipu malu."Udah ya pegangan tangannya. Sekarang mari kita tentukan tanggal pernikahan kalian. Mama sudah tidak sabar pengen punya mantu!" Mamanya Mas Romi tersenyum manis padaku. Membuatku teringat kepada almarhumah mama mertua. Sifatnya tidak jauh beda dengan mamanya Mas Romi. Ah, aku jadi rindu padanya."Leb

  • Membalas Suami dan Sahabatku   62. Dilamar

    Bagian 62"Mas Romi datang bersama keluarganya, Mbok? Pagi-pagi begini? Serius?" Aku masih tidak percaya dengan apa yang disampaikan Mbok Yuli barusan."Iya, Non. Sekarang mereka sedang nungguin Non sambil menikmati teh dan juga pisang crispy buatan Mbok. Non kenapa? Kok wajahnya jadi tegang begitu? Deg-degan ya mau ketemu sama calon mertua?" Mbok Yuli masih sempat-sempatnya menggodaku."Tuh kan, pipinya bersemu merah," ledeknya."Mbok apa-apaan, sih? Biasa aja kok!" Aku memalingkan wajah agar Mbok Yuli tidak bisa lagi melihat raut wajahku. Jujur, aku deg-degan dan juga grogi."Kapan nemuin tamunya kalau kita ngobrol terus di sini? Yasudah, Non siap-siap ya. Mbok mau turun lagi ke bawah."Aku pun menganggukkan kepala dan buru-buru menutup pintu kamar.Apa Mas Romi serius dengan ucapannya semalam? Apa ia sungguh-sungguh mencintaiku? Ia bahkan membawa keluarganya untuk bertemu denganku.Ah, kenapa aku jadi salah tingkah begini sih? Nggak biasanya aku begini. Gegas aku berjalan ke kamar

  • Membalas Suami dan Sahabatku   61. Tamu Di Pagi Hari

    Bagian 61"Sebaiknya kalian pulang saja, Mas. Beri aku waktu untuk berpikir karena aku belum bisa memutuskan sekarang."Setelah diam cukup lama, akhirnya aku angkat bicara."Nggak bisa gitu dong, Sandra. Kamu harus jawab sekarang juga. Mas sudah sangat lama menunggumu. Mas mohon, mau ya jadi istrinya Mas." Mas Rian tetap memaksa. Ia sama sekali tidak mau mendengarku."Rian, sebaiknya kita pulang. Kasih waktu untuk Sandra berpikir. Lagian, Ini sudah malam dan Sandra mau beristirahat." Mas Romi memberi saran."Kamu saja yang pulang. Aku tidak akan pulang sebelum Sandra menerima lamaranku." Mas Rian tetap bersikeras pada pendiriannya."Rian, jangan paksa Sandra. Beri waktu padanya untuk memikirkan jawabannya. Biarkan dia beristirahat malam ini sambil memikirkan siapa yang akan dipilihnya.""Tidak, aku maunya malam ini.""Memang benar-benar keras kepala ya! Kamu nggak bisa diajak bicara baik-baik. Jangan salahkan jika aku berbuat kasar padamu." Mas Romi terlihat kesal melihat sikap Mas Ri

  • Membalas Suami dan Sahabatku   60. Di Antara Dua Pilihan

    Bagian 60"Hentikan, Mas. Tolong jangan membuat keributan di sini. Jika pelanggan butik ini melihat ada keributan di sini, pasti mereka enggak akan mau berbelanja di butik ini. Aku mohon, Mas!" Aku menangkupkan kedua tangan, berharap Mas Rian mendengar permintaanku."Maafin Mas, Sandra. Mas hanya terbawa emosi. Mas sudah mencarimu ke mana-mana. Tiap hari tiada lelah untuk mencari keberadaanmu. Mas juga sudah bertanya pada Romi, dia bilang tidak mengetahui keberadaanmu. Tapi nyatanya dia bohong, bahkan dia sedang menemuimu sekarang. Benar-benar licik!" Mas Rian terlihat kecewa pada Mas Romi. Padahal ini bukanlah salah Mas Romi. Ia melakukan itu atas permintaanku."Aku memang sengaja meminta Mas Romi agar tidak memberitahu siapapun tentang keberadaanku. Aku ingin hidup tenang, Mas. Sudah terlalu banyak masalah dan ujian hidup yang harus kuhadapi. Itu sebabnya aku memilih untuk pergi jauh, aku tidak ingin diganggu oleh siapapun. Jadi tolong mengertilah!"Aku sengaja menjauh dari Mas Rian

  • Membalas Suami dan Sahabatku   59. Gagal Mengatakan Cinta

    Bagian 59Enam bulan sudah aku menetap di tempat kediamanku yang sekarang. Sekarang, hari-hariku disibukkan dengan urusan butik. Seminggu sekali aku juga menyempatkan diri mengikuti pengajian untuk memperdalam ilmu agama. Kuakui ilmu agama yang kumiliki masih sangat dangkal. Aku harus sering-sering mengikuti pengajian untuk menambah kecintaanku kepada Allah SWT, sang pemilik kehidupan.Aku tahu, di balik ujian dan cobaan hidup yang diberikan oleh Allah padaku, pasti ada hikmah di balik semua itu."Sarapan yuk, Non. Nasi gorengnya sudah Mbok hidangkan di atas meja!" Ucapan Mbok Yuli tersebut seketika membuyarkan lamunanku."Iya, Mbok. Kita sarapan sama-sama ya," ajakku sambil menyunggingkan senyum manis kepada wanita yang sudah kuanggap seperti orang tuaku tersebut. "Baik, Non, mari!" Mbok Yuli tidak lagi memanggilkan dengan sebutan Bu Sandra, kini beliau memanggilku dengan sebutan Non. Padahal aku sudah memintanya untuk memanggilku dengan menyebut namaku saja, tapi beliau tidak mau

  • Membalas Suami dan Sahabatku   58. Move On

    Bagian 58Akhirnya rumah ini pun terjual. Rumah yang sudah dihuni selama empat tahun lebih. Rumah yang dulu di dalamnya terdapat kehangatan dan kasih sayang. Tapi itu dulu, sekarang semuanya telah sirna. Saatnya membuka lembaran baru dan mengubur semua kenangan pahit. "Mbok, mohon maaf ya. Sandra tidak bisa lagi mempekerjakan Mbok. Rumah ini sudah dijual dan sebentar lagi akan ditempati oleh pemilik yang baru. Maaf jika Sandra ada salah selama Mbok tunggal di sini," ucapku saat memberikan gaji terakhir kepada Mbok Yuli beserta pesangonnya. Mata si Mbok terlihat berembun, mungkin ia sedih karena tidak bisa tinggal di rumah ini lagi. Sebenarnya aku jauh lebih sedih dibanding Mbok Yuli. Telah kehilangan suami, sekarang bahkan rumah ini juga terpaksa kujual.Jujur saja, aku tidak menginginkan harta yang berlimpah. Keinginanku cukup sederhana. Hanya ingin hidup bahagia bersama suami. Tapi ya sudahlah! Hati akan semakin sakit jika mengingatnya terus-menerus."Mbok nggak tahu harus tingg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status