Share

Her

Author: Ely Adalia
last update Last Updated: 2022-05-16 21:01:09

Atha terbengong-bengong melihat Difan datang dengan senyum sumringah bak ibu-ibu yang baru dapat arisan. Memberikan makanan dengan cuma-cuma bahkan menawarkan diri untuk memasakkan mie instannya. Dia menatap mienya curiga. Apakah senyuman Difan menandakan adanya zat beracun sejenis sianida di makanan tersebut. Mungkin saja kerena masalahnya dengan sang ayah dan statusnya yang sering gonta- ganti pasangan membuat Difan frustasi sehingga ingin meracuni Atha. Memang tidak nyambung. Tapi, yang namanya frustrasi siapa yang tahu.

Setelah memastikam makanan sejuta umatnya aman untuk dimakan,Atha mulai menyantap helai-helai mie instan yang menguarkan aroma nikmat sambil menatap Difan yang masih saja tersenyum.

"Kau kenapa, Fan? "Tanya Atha yang tidak tahan melihat Difan senyam-senyum sok manis. Membuat matanya perih saja.

"Mas tahu tadi aku bertemu gadis yang kutemui pas di kampus. Dia meminjamiku payung supaya aku bisa pulang. Ohhh indahnya dunia ini." Ucap Difan dengan satu kali tarikan nafas tanpa jeda.

Atha hanya menatapnya dengan pandangan bloon. Dasar bocah labil. Seingatnya baru satu jam lalu lelaki baru datang itu mengeluh mengenai hidupnya dan sekarang tiba-tiba sumringah begini.

"Dasar aneh." Tukas Atha sambil mengalihkan perhatian pada berkas laporan yang ditulis oleh seorang Mahasiswa Praktik bernama Hasan

"Ya Allah..mas dia muanissss..." tambahnya tak menghiraukan komentar pedas Atha barusan.

"Mas. Mas cepat periksa mas. Periksa aku." Atha mengatap ngeri pada Difan yang mengacung-acungkan lengannya kepada sang dokter." Periksa mas. Mungkin aku diabetes setelah melihat wajah manisnya. Kyaaaa!" Difan berteriak ala cewek k-popers yang bertemu idolanya.

Atha menggulung laporan yang tengah dia baca sebelun kemudian memukulkannya ke kepala Difan sampai yang lebih muda terdiam. Memeriksa suhu tubuh Difan melalui punggung tangannya, kemudian membandingkannya dengan ketiak sendiri.

"Wah sama, Fan." Ucap Atha kemudian tertawa terbahak-bahak melihat wajah bete Difan.

"Huh...Mas itu SMS, ya. Susah melihat orang senang."

***

Malam sudah sangat larut ketika Atha sampai di rumah. Salahkan Difan yang memberinya satu pekerjaan tambahan sebagai sopir pribadi. Membuatnya harus membuang setengah jam waktu istirahatnya untuk mengantar sang 'adik' pulang.

Tangannya baru saja akan memutar knop pintu tapi, benda itu sudah terbuka sendiri. Seorang wanita menyambutnya dari dalam. Menampakkan senyum yang dipaksakan dan kedua mata yang sepertinya nyaris tidak bisa terbuka akibat kantuk mendera.

Atha melirik jam tangannya. 12.56 malam. Wah..dia kagum bahwa Alya masih terjaga menunggunya.

"Mas Atha sudah makan." Tanya Alya seraya menyingkir dari depan pintu. Memberi Atha cukup ruang untuk masuk.

"S-sudah. "Jawab lelaki tinggi itu agak gugub. Entah karena apa dia merasa gugub begitu. Mungkin masih tidak terbiasa dengan keberadaan Alya di rumahnya. Walau Atha masih mencintai sang mantan, dia tetep lah seorang Lelaki yang memiliki nafsu. Melihat wanita bertubuh mungil dengan dibalut piyama yang kebesara, dan rambut sebahu yang tampak amat lembut, Atha tentu bersyahwat untuk menggaulinya. Tapi entah mengapa dirinya selalu menahan diri untuk tidak menyentuh wanita tersebut.

"Oh...sayang sekali." Gumam Alya pelan sambil menutup pintu dan menguncinya." Padahal aku sudah memasak untuk Mas Atha." Dia tersenyum lagi. Menguap. Lalu mengerjab-kerjabkan kedua mata yang berat." Mas Atha mau mandi dengan air hangat. Biar kusiapkan." Alya beranjak ke arah kamar mandi tapi, Atha dengan cekatan menahan tangannya. Kemudian langsung melepaskannya lagi.

"Aku bisa melakukannya sendiri. Kamu tidur saja. Besok kan harus kuliah." Ucap Atha dengan cepat. Dia tidak ingin Alya berusaha terlalu keras untuk menjadi istrinya, karena Atha sendiri masih belum bisa mencintai wanita yang dulu sering bermain ke rumah orang tua sang dokter tersebut. Sikap baiknya hanya akan membuat rasa bersalah Atha semakin lebar.

sementara Alya hanya tersenyum lembut.Baik sekali ya mas Atha itu. Sekali pun mereka menikah dengan terpaksa. Bagi sang suami tentunya, Alya sangat bahagia atas pernikahan ini. Tapi, lelaki itu memperlakukannya dengan sangat baik.

"Kalau begitu aku tidur dulu ya." Alya menguap lagi. Mengucapkan istighfar lalu beranjak ke kamar.

****

Usai membersihkan diri Atha memasuki kamarnya. Mendapati Alya yang sudah tertidur. Atha memandangi wajah yang tampak tenang tersebut tanpa berani menyentuhnya. Perlahan mengambil sebuah bantal yang tak dipakai dan kembali keluar dari ruangan 3 kali 4 meter tersebut.

Sudah hampir dua bulan dia menikahi Alya tapi, Atha tidak sekalipun tidur satu ranjang dengan wanita bersurai hitam ikal tersebut. Dia selalu tidur di ruang tamu atau di kamar tamu.

Herannya, Alya tidak sekalipun protes tentang kelakuan sang suami. Mungkin Alya memakluminya. Lagipula sebelum menikah Atha sudah mengatakan bahwa dia belum mencintai Alya.

***

Alya menatap papan tulis putih yang telah berhias beberapa kata di atasnya. Memutar mata pada dosen cantik yang menjelaskan tentang sejarah inggris dan segala seluk beluk keinggrisan. Harus diakui bahwa dosen baru itu lebih mudah dimengerti daripada Mr. Erik. Kata-katanya mudah luwes dan komunikatif. Tidak seperti dosen lamanya yang terasa kaku saat mengajar.

Kelas yang berlangsung hampir dua jam itu berakhir saat jam makan siang menjelang. Perut yang sudah mengadakan orkestra membuat Alya segera mengajak Nafia untuk pergi ke kafetaria.

***

Sesampainya di kantin, mereka bertemu sapa dengan anggota organisasi Himpunan mahasiswa, Ketuanya lebih tepat tengah membawa nampan berisi satu mangkuk bakso dan satu gelas teh hangat. Nafia bergidik ngeri, siapa yang makan bakso ditemani teh panas di siang yang lumayan terik ini. Siapa lagi kalau bukan Hasan Stya Mahesa, mahasiswa tingkat akhir yang sekarang sedang menjalani praktikum di rumah sakit ternama di Surabaya.

"Hasan!" panggil Alya dengan suara cempreng yang tidak hanya menarik perhatian si empunya nama, melainkan hampir seluruh penghuni kafetaria itu.

Hasan menatap wanita yang hanya setinggi dadanya itu sebentar sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju bangku pojok yang sepi. Alya segera menyusul sang sahabat sejak SMA itu. Dengan seenak hati duduk tepat di hadapan pemuda dengan baju kaos hitam dibalut Jas anggota HMJ.

"Nanti bisa kumpul,San?" tanya Alya seraya menyerobot satu buat bulatan bakso kecil dari dalam mangkuk bergambar ayam jago. Hasan yang melihat kelakuan sahabatnya itu menyipitkan mata dengan tajam dan menarik mangkuk tersebut agar jauh dari jangkauan yang lebih muda.

"Nanti aku jaga di Rumah sakit." balas Hasan kali ini dengan wajah dingin. Mengambil garbu yang ada di tangan Alya untuk menyatap makan siangnya.

"Mas Hasan sibuk sekali, nggak mau kencan saja dengan ku?" Nafia yang duduk di samping Alya berucap sambil mengedipkan satu mata, menggoda lelaki tinggi tersebut.

"Mending aku kencan bareng stetoskop," jawab Hasan seraya menarik satu sudut bibirnya mendapati wajah kecewa Nafia yang di dramatitasi.

Ketiganya kini terdiam seraya menanti pesanan Alya dan Nafia yang tak kunjung datang. Menyelami pikiran masing-masing. Nafia hanya menikmati wajah rupawan lelaki yang tengah menyantap makan siang, sementara Alya asyik berkutat dengan ponselnya. Berharap ada pesan dari sang suami yang memang sangat jarang sekali mengirimkan pesan.

"Eh, Kamu tahu tidak tentang Dosen baru kita?" celetuk Nafia secara tiba-tiba menarik perhatian kedua sahabat yang lain.

"Kenapa?" tanya Alya dengan wajah serius, kali ini ponsel pintar dia taruh di atas meja. Pandangan nya fokus pada Nafia yang tengah memulai acara bergosip ria.

" Beliau itu mualaf lo, "

Alya ber-oh-ria mengetahui fakta baru tersebut. Sementara Hasan tidak bergeming. Dia asyik saja dalam proses mengisi perut yang keroncongan.

" Kalian tahu, Beliau pindah agama demi kekasihnya lo. " Tambah wanita bermata coklat gelap itu penuh semangat. Apalagi saat mendapati wajah kagum Alya, dirinya jadi merasa yang paling pintar saat ini.

"Terus saja mengoceh, urusi nilaimu dari pada bergosip!" Ucap Hasan seraya berdiri lalu memukul pelan kepala Nafia.

" Hasan!!" Pekik Nafia kesal karena acara bergosipnya diganggu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membangun Cinta   When Love Break You So Bad

    Siska mengepalkan kedua tangannya. Berjalan di jalan setapak tanpa tujuan. Mungkin ini yang namannya patah hati. Rasanya lebih sakit daripada saat kedua orang tua Atha memintanya meninggalkannya. Mungkin karena saat itu, Atha terus mempertahankan keberadaannya. Memohon agar bisa bersama Siska sebelum akhirnya bungkam ketika sang ibu kehilangan kesadaran akibat hipertensi yang kambuh.Besoknya mereka bertemu. Saat itu, Siska menyerahkan cincin pemberian Atha saat upacara kelulusan mereka kembali pada pemilik pertamanya. Siska bertekad untuk merelakan Atha. Toh mereka hanya berhubungan fia telepon. Namun, cintanya tumbuh setelah Atha benar-benar bukan miliknya lagi. Entah bagaimana Siska merasa tidak rela bila lelaki itu menjadi milik wanita lain. Karena itulah tawaran untuk kembali ke Surabaya segera dia ambil tanpa pikir panjang. Dia ingin bertemu Atha. Bahkan berpindah agama agar bisa bersama sang mantan. Tapi, kenyataan bahwa Atha sudah menikah menamparnya begitu keras."Arg!!" Sisk

  • Membangun Cinta   Takdirkah?

    Atha baru saja pulang. Dia duduk di kursi depan meja makan sementara Alya mulai menyiapkan makanan. Ini pertama kali Atha melihat sang istri memasak. Pasalnya di hari biasa dia akan pulang larut malam dan akan menjadikannya alasan agar tidak perlu memakan masakan wanita yang kini tengah mencampur semua bahan masakan ke dalam penggorengan.Atha kagum dengan kecepatan tangan Alya yang dengan cekatan mencincang bahan masakan. Dia terlihat sangat mahir dan terbiasa dengan berbagai peralatan dapur."Ini mas." Alya tersenyum lembut seraya menempatkan satu piring tumis kentang dan satu piring lauk menggugah selera ke atas meja makan. Mengambil sebuah piring dan menuangkan sesendok besar nasi ke dalamnya."Mas Atha mau tempe dan tahu?" Tanya Alya setelah menuang sesendok tumis kentang ke samping nasi."Aku tidak suka keduannya." Ucap Atha membuat kedua alis Alya bertaut. Seingatnya Atha suka dengan lauk berbahan kedelai tersebut. Kenapa dia bilang tidak suka. "Kalau begitu ini. Makan yang lah

  • Membangun Cinta   Percikan

    Difan menyuruh sopirnya untuk memutar setir mobil ke arah sebuah puskesmas. Segera setelah mobil bmw nya berhenti, Difan membawa tubuh yang terkulai lemas ke dalam bangunan yang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan rumah sakit ayahnya.Kehadiran lelaki itu membuat beberapa perawat memberikan pelayanan dengan sedikit tergopoh-gopoh. Pasalnya Difan terus mengatakan hal-hal yang menakutkan semacam."Tolong, dok. Dia sudah kritis." Dan." Apa kita harus mengoperasinya?"Seorang dokter yang mendengarnya hanya menyipitkan mata, gusar. Sepertinya lelaki muda itu terlalu banyak dicekoki film-film lebay yang mengisahkan matinya seseorang setelah terserempet motor atau hanya karena jatuh menghantam meja."Mas, anda harus tenang." Sang dokter menahan tubuh Difan yang tidak bisa tenang."Teman Anda hanya demam." Tambahnya lagi dengan urat kesabaran yang nyaris putus."Hehe...maaf dok. Saya panik." Difan tersenyum bodoh.Dokter tadi segera memeriksa keadaan Alya. Memastikan temperatur tubuh wan

  • Membangun Cinta   Serendipity bagian 3

    Siska menatap layar ponselnya. Melihat nomor yang tertera di sana. Dia agak ragu untuk menekan tombol hijau di sana. Hatinya sedikit trauma dengan patah hati yang dia rasakan dahulu. Bagaimana jika meskipun dia sudah menjadi mualaf, kedua orang tua Atha masih menolaknya. Tapi, dia sendiri tidak bisa membohongi hati kecil yang terus menjerit kan rindu untuk mendengar suara lelaki pujaan. Beberapa kali sang dosen muda mondar-mandir di Koridor yang mulai sepi, waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore, tidak banyak mahasiswa yang masih berkeliaran di kampus. Namun sayang acara mondar-mandir nya terhenti ketika dia tidak sengaja menyerempet bahu seseorang.Siska segera mendongak ke atas, melihat salah satu mahasiswa yang tampak juga menatap ke arahnya. Lelaki itu meminta maaf sebelum beranjak pergi.Siska kembali menatap ponselnya, kali ini dia duduk di salah satu kursi yang memang tersedia di sepanjang lorong. Mungkin sudah saatnya dia menghubungi sang mantan. Cintanya masih terlalu besar un

  • Membangun Cinta   Her

    Atha terbengong-bengong melihat Difan datang dengan senyum sumringah bak ibu-ibu yang baru dapat arisan. Memberikan makanan dengan cuma-cuma bahkan menawarkan diri untuk memasakkan mie instannya. Dia menatap mienya curiga. Apakah senyuman Difan menandakan adanya zat beracun sejenis sianida di makanan tersebut. Mungkin saja kerena masalahnya dengan sang ayah dan statusnya yang sering gonta- ganti pasangan membuat Difan frustasi sehingga ingin meracuni Atha. Memang tidak nyambung. Tapi, yang namanya frustrasi siapa yang tahu.Setelah memastikam makanan sejuta umatnya aman untuk dimakan,Atha mulai menyantap helai-helai mie instan yang menguarkan aroma nikmat sambil menatap Difan yang masih saja tersenyum. "Kau kenapa, Fan? "Tanya Atha yang tidak tahan melihat Difan senyam-senyum sok manis. Membuat matanya perih saja."Mas tahu tadi aku bertemu gadis yang kutemui pas di kampus. Dia meminjamiku payung supaya aku bisa pulang. Ohhh indahnya dunia ini." Ucap Difan dengan satu kali tarikan na

  • Membangun Cinta   Serendipity bagian 2

    Matahari mulai tenggelam di balik horizon. Menyisakan sebaris cahaya jingga yang membias di antara awan-awan tebal. Mendung sudah berkurang tapi, tidak benar-benar pergi. Mungkin sewaktu-waktu bisa turun hujan.Atha menatap pemandangan indah tersebut dari balik kaca jendela di ruangannya. Dia melepas lelah sehabis melakukan operasi mengangkatan tumor seorang lelaki setengah baya. Menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi yang dia putar 180 derakat. Membuatnya bisa melihat pemandangan indah kota Surabaya.Lampu-lampu jalan sudah mulai menyala. Menjadi sumber penerangan jalan yang ramai oleh kendaraan. Mungkin milik mereka yang hendak pulang ke rumah. Enaknya jika punya jam kerja tetap. Beda sekali dengan dirinya yang sekarang harus jaga malam bersama beberapa KAOS. Tapi, entah mengapa dia merasa bersyukur akan hal itu. Setidaknya dia memiliki alasan untuk tidak bertemu sang istri. Mungkin terdengar kejam tapi, demikianlah yang dia rasakan. Kau tidak bisa memaksakan sebuah cinta tumbuh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status