Kami pulang kerumah malam. Ibu sejak tadi menelphone ingin kami segera pulang. Tapi tak mau bicara apa yang sebenarnya ibu khawatirkan.Sampai dirumah, ibu bahkan sudah menunggu di teras rumah. "Ada apa bu?" Aku turun lebih dulu. Kania memasukkam mobil ke dalam garasi."Ada tamu." Suara Ibu setengah berbisik."Siapa? Ibu kok khawatir begitu" Aku merasa heran dengan sikap ibu."Bapaknya Aisyah katanya." Ibu menatapku cemas.Dari mana Bapak Aisyah tau rumah ini? "Ibu takut Sari, dari tadi Aisyah dikamar ketakutan. Bapaknya maksa mau ajak Aisyah. Dia bawa teman, wajahnya seram.""Aisyah sudah ketemu?""Tadi dia sama ibu didepan. Dia lihat orangnya datang. Langsung tarik Aisyah. Dia takut, lari kekamar."Aku berjalan kedalam. Ibu membantuku menaiki tangga teras. Hatiku berdebar, bahkan takut. Jika benar Aisyah di ajak pergi, bagaimana aku bisa menahan rindu bila jauh dengannya.Saat aku masuk, seorang pria dengan rambut di ikat kebelakang memandangku dengan sedikit senyuman. Di samping
Kami memutari kota lebih dari dua jam. Hingga hari mulai gelap. Kami mampir kesebuah masjid untuk sholat magrib. Air mataku tumpah tak tertahan. Aku tak akan sanggup jauh dari Aisyah.Jaga anakku ya Allah. Jaga dan lindungi anakku!Kami kembali memutari kota. Ibu sudah menangis sejak tadi. Kepalaku juga semakin berat dan sakit. Lelah memang kurasakan. Namun membayangkan dimana anak itu akan tidur, membuat amarahku memuncak. Tak terima dengan perlakuan mereka pada anakku.Jika sampai sehelai saja rambut anakku terlepas. Akan aku pastikan mereka membayarnya!Mas Yuda menelphoneku saat di jalan. "Assalamualaikum mas"'Waalaikumsalam. Dimana?' Suaranya diseberang jalan nampak juga tegang. 'Aku sudah baca pesanmu. Semuanya baik?'"Aiysah dibawa orang mas!" Akhirnya aku menangis kencang. Rasanya dadaku sesak karena menahan gejolak sejak tadi. 'Dibawa yang katanya Bapaknya?'"Iya. Aku sekarang di depan mall Harmoni mas. Kami sudah memutari seluruh kota. Bagaimana mas, bagaimana kalau Aisyah
Berjuang antara hidup dan mati. Allah buktikan aku mampu melaluinya. Setelah menunggu pembukaan sempurna hingga lewat tengah malam, Bayi mungil ini kini kudekap. Sakit yang kurasakan hilang sudah tak berbekas. Ia sibuk menyusu sekarang, meski belum benar tapi kulihat lelaki kecil ini tak menyerah mencari Asinya.Rambutnya hitam nan tebal, bibirnya merah dengan alis yang nyaris bertaut. Pipinya menyembul seperti mochi yang siap digigit. Mengemaskan.Ibu tak berhenti memelukku, menciumku bahkan mengusap-usap rambut cucu lelakinya ini. Mas Yuda masih setia menemani. Bahkan hari ini, dengan paksaan dia mendesak cuti. Sejak semalam, dia yang paling heboh mengendong saat sikecil menangis. Mungkin karena pernah memiliki bayi, dia pandai sekali membantuku merawat bayiku.Mas Yuda yang meng Azani saat lahir dini hari tadi. Di sudah berperan menjadi Bapak yang luar biasa sebelum waktunya. Sejak bangun, Aisyah selalu mendekati tempat tidur bayi. Dia tak berhenti mengelus-elus pipi adiknya. Gadi
Hari demi hari kami lalui dengan tenang. Beberapa kali mas Aldo menghubungi, beberapa kali juga dia mencoba datang. Namun sudah aku minta pada satpam depan, untuk tak membiarkan dia masuk.Hari ini polisi memanggilku sebagai saksi, kasus Bapak Aisyah dan temanya itu masih terus berlanjut. Aku melaporkannya dengan pasal berlapis. Sudah aku bilang, akan membuat mereka membayar bila sedikit saja Aisyah terluka.Mas Yuda menjemputku lebih pagi. Karena mungkin akan memakan banyak waktu hari ini. Aku bahkan sudah memeras ASI kedalam beberapa kantung. Persiapan minum fatih hari ini.Aisyah dan Fatih tinggal dirumah bersama ibu, Kania dan dua ARTku. Mas Yuda bahkan mempekerjakan Satpam didepan rumahku. Karena aku tak memiliki pos untuk berjaga, dua satpam itu menunggu di gazebo depan. Kami tak mau kecolongan lagi. Baik Aisyah ataupun Fatih."Kami berangkat dulu bu" Aku pamit pada ibu. Mencium Aisyah dan Fatih juga.Mas Yuda membukakan pintu mobil untukku. Kami melaju menuju kantor polisi. Sam
Aku tak pernah menyangka, menemukan pengganti hatiku yang patah dengan cepatnya. Aku juga tak pernah menduga, bahwa kosong yang kurasa tak akan lama.Cincin ini tersemat, bukan hanya sebagai pengikat, namun juga jadi jawaban, bahwa Allah tak pernah membiarkanku sendiri terlalu lama. Bahwa aku juga masih memiliki waktu untuk bahagia."Mas, mas Yuda serius mau menikahiku?" Kalimat itu yang kutanyakan saat dia melamarku. Hanya senyuman yang kudapat. Namun dia buktikan keseriusannya, dia buktikan bahwa dia layak diterima. Mas Yuda, laki yang selalu membuatku tersipu malu. Persiapan pernikahan Kami sudah hampir rampung. Hanya tinggal beberapa yang belum di siapkan. Hari ini, mas Yuda mengajakku mencoba kebaya."Cantik, dan cocok" Ucapnya menatapkuAku tersenyum, menatap pantulan diri dikaca Kebaya abu bernuansa manik dan permata. "Yasudah, ini saja." Ucapku mementukan pilihan.Ha
"Lepaskan! " Dia menolak. Namun tetap di tarik keluar. "Aku bisa sendiri. Lepaskan aku!" Rani keluar dari pagar rumah, bersama dengan mobil mas Aldo yang berhenti tepat di depan rumahku.Mau apa lagi dia kemari!Mas Aldo menatap Rani tak suka, bahkan ibu sama sekali tak melihatnya, mereka kini berjalan memasuki rumahku. Ibu nampak terkejut, melihat seluruh sudut taman depan rumah kami."Bagus sekali do rumahnya" ibu berbisik, namun masih bisa kudengar jelas.Mas Aldo mengedipkan mata, meminta ibu untuk berhenti berkomentar. Sepertinya takut aku mendengarnya, padahal sudah."Mas! Apa yang kalian lakukan disini?" Rani menghikuti langkah kaki mas Aldo. Namun tak bisa, satpam masih memegangnya dengan erat. "Lepaskan aku!" Kesalnya."Diam kamu Rani! Perempuan tak berguna, bawa sial!" Ibu memakinya tanpa mau melihat wajah menantunya itu.Sejujurnya aku terkejut, sebegitu tak berhatinya mereka. Bahkan membentak dengan kasar Rani didepan banyak orang. Mbak Yayuk sampai melihat kembali ke dep
Hay pagi, sapalah hati yang telah menemukan teduhnya kini. Dulu pernah kami terluka, patah, bahkan pecah. Namun gulir waktu tak menyerah, mempertemukan kami di atas roda bus yang memutar. Setelah itu, aku tak pernah lagi merasa sendiri. Dia yang asing perlahan masuk, menempati ruang hati. Dia yang dingin justru menghangatkan kesepianku sendiri. Aku jatuh cinta pada sikapnya padaku, namun ternyata, dia yang jatuh hati denganku lebih dulu.Pagiku, terimakasih. Kau satukan kami dibawah terikmu kini, aku sudah tak lagi sendiri. Kini kutemukan belahan jiwaku yang sejati.Sah!Kalimat itu terdengar bagai alun lagu yang merdu. Aku telah resmi menjadi nyonya dari seorang prima bernama Perkasa Yuda Manggala. Lelaki yang keras dan tangguh sebagai perajurit negara, namun lembut merengkuh sebagai suami dan ayah.Kucium takzim tangan lelaki yang kini kusebut suami. Dia mengusap pucuk kepala ini dan menciumnya hangat."Alhamdulillah dek, terimakasih" Ucapnya untuk pertama kali menjadi suamiku.
Hari ini aku berangkat ke toko. Mas Yuda masuk malam, tapi dia ingin pergi ke tokonya sebentar. Setelah mengantarku ke toko, dia segera pergi. Kami sudah beraktifitas seperti biasa.Aisyah dan Fatih aku tinggalkan dirumah. Bersama ibu dan baby sisternya. Aku masih memakai dua satpam juga didepan rumah. Mas Aldo beberapa kali masih mencoba datang. Namun tak bisa masuk dan akhirnya pulang.Saat aku didepan toko. Kulihat ada banyak coretan di pintunya. Dan ada berbau tak sedap juga di sekitar tempat kami." Aris, bau apa ini?" Aku bertanya pada Aris, salah satu pegawaiku yang baru datang.Dia terlihat mengendus juga. Lalu menutup hidungnya dengan sapu tangan. "Iya bu, bau apa ini ya?"Aris mencari disekitar toko, dan tak menemukan apapun. Namun bau ini begitu menyengat dan menganggu penciuman kami. "Coba cari semua"Aku memberi perintah saat sama-sama mereka datang pagi ini. Di samping toko, selokan, bahkan di dalam toko sudah mereka cari. Namun nihil.Satu per satu karyawanku masuk keda