Bab 19"Tapi aku yang berhak memberi keputusan!" ucap Mas Hamdan yang seolah ragu untuk bercerai."Kita hanya menunggu sidang, dan aku berhak menggugat cerai darimu!" ujarku lantang. Aku bergegas menuju kamar, mengambil koper dan akan mengemasi beberapa pakaian Nisa dan milikku."Jangan bawa barang milikku!" ucap Mas Hamdan yang menghentikan aku.Aku mencampakkan koper itu, aku tahu yang dia maksud. Kini aku mengambil tas yang sudah usang, dan itu memang milikku sendiri. "Aku hanya membawa pakaianku dan Nisa, yang aku beli sendiri!" sebagian barang tak muat masuk ke dalam tas, aku memasukkannya ke dalam kantong kresek hitam. Berusaha tegar menghadapi kezaliman suamiku dan keluarganya. Mas Hamdan yang bersalah, namun seolah aku lah penjahat di sini. Mereka mengeroyokku, atas apa yang terjadi.**Tatapan sinis dan mengintimidasi aku dapatkan ketika berjalan menuju ruang depan, di mana mereka berkumpul."Kamu akan menyesal melakukan ini pada Hamdan," tukas Mbak Hana menunjukku."Kita
PoV Nasna (Di usir dari rumah)Ibu-ibu itu semakin mengomeli Mega. Sumpah serapah, cacian mereka lontarkan pada gadis itu. Seorang wanita perebut suami orang, dengan jelas berzina pasti sangat mengundang emosi banyak orang terutama kaum hawa. Jiwa persatuan mereka meronta-ronta untuk menghakimi."Kalau Pak Kades, gak bisa kasih hukuman untuk dia. Biar kita yang turun tangan!" salah satu dari Ibu itu mengambil air selokan yang tergenang cukup tinggi, karena semalam hujan. Ia mengambil menggunakan gelas air mineral bekas, kemudian menyiramkan pada wajah Mega.Byyurrr...!" Mega gelagapan karena aksi mereka. "Lagi Mbak, Suwarni!" teriak mereka.Dan kembali air selokan itu menyiram wajah Mega."Tuh rasain, muka glowingnya hasil dari jual apem! Kita siram pakai air comberan!" cibir Ibu-ibu.Mobil Pak Lurah tak kalah memprihatinkan, kacanya jendela mobil pecah, penuh dengan baret. Lampu mobil pecah. Motor Mega juga sama kondisinya, entah habis berapa duit mereka nanti untuk memperbaiki.A
PoV Hamdan"Sial.. Sial..!" gerutuku ketika Nasna mereject panggilan telepon. Istri durhaka itu selalu membuat masalah baru, gegas aku mengirim pesan padanya, untuk menanggung separuh uang denda yang harus di bayarkan. "Arghh...!" Nasna membalas justru mengatai jika aku kere. Lihat saja kau Nasna aku akan lebih kaya darimu, gajiku banyak. Jika minta Mega. Kasihan dia tak punya uang sebanyak itu, terlebih keluarganya juga sudah di usir dari rumah oleh keluarga Pak Kades. Lagi dan lagi ini akibat perbuatan Nasna yang membuat onar di balai desa, hingga Pak Kades ketahuan korupsi. "Pusing Ibu, Ham. Nasna tak bisa menghargai keluarga kita, dan semakin menginjak harga dirimu!" ujar Ibu dan menyadarkan tubuhnya di sofa. Aku prihatin melihat keadaan Ibu yang tertekan, karena masalah ini. Ia harus menahan malu, karena gunjingan dari lingkungan sekitar, semua membicarakan kejadian aku dan Mega. "Ibu malu, jika keluar rumah. Mereka itu memandang Ibu, dengan remeh dan menghina kamu!" keluh Ib
PoV (3)Bu Irina kaget mendengar kabar dari Hana. Keluarga Mega tinggal di rumah kontrakan dan pastinya yang menanggung biaya adalah Hamdan."Gak bisa gitu Ham, berarti kamu juga yang bayarin?" ujarnya bertanya pada sang putra."Iya Bu, kasihan keluarga Mega. Mereka tak punya tempat tinggal lagi," jawab Hamdan gugup, ia takut Ibunya akan marah."Keluarga istrimu itu bukan keluargamu, untuk apa kamu kasihan pada mereka? Jangan mau di bodohin, baru satu hari menikah udah nanggung biaya mertua aja!" cerocos Bu Irina tak terima dan menatap tajam pada Mega.Mega tertegun mendengar ucapan Ibu mertuanya. Ia selalu mendengar perkataan manis dari bibir sang mertua, sekarang ia mendengar ucapan pedas."Tapi Bu, ini kan salah Mas Hamdan juga. Coba saja Nasna tidak membuat onar, pasti keluargaku tidak akan kehilangan tempat tinggal, jadi Mas Hamdan harus bertanggung jawab!" ujar Mega memberanikan diri untuk bicara."Itu salah Pakdemu, kenapa jadi salah Hamdan. Lagian salah keluargamu menggadaikan
PoV (3)"Kenapa jangan?" tanya Bu Irina mendelik pada Mega. "Enggak Bu, itu aku-" Mega tergagap dan tak bisa menjawab."Hamdan saja yang pegang Bu, tenang jatah bulanan untuk Ibu, Anggi dan Ferdi tetap sama," jawab Hamdan. Ia juga enggan jika kartu ATM-nya di kendalikan ibunya."Kenapa Ham, kamu gak percaya sama Ibu? Kamu kan sekarang udah tinggal di rumah ini, pengeluaran pasti lebih banyak," ucap Bu Irina dengan raut wajah sedih, karena Hamdan tak percaya padanya. "Mas, kasih aja kartunya sama Ibu. Lihat tu, ibu jadi sedih seakan Mas gak percaya sama kita!" ucap Anggi meminta Hamdan menuruti kemauan Ibunya."Sudahlah, mungkin Mas-mu gak percaya. Takut uangnya Ibu habiskan!" ujar Bu Irina dan bangkit dari sofa, ia berjalan menuju kamar dan menangis. Hati Hamdan mencelos melihat Ibunya. Ia tidak tega, apalagi sang Ibu sampai menangis. Bagi Hamdan Ibunya adalah nomor 1 yang telah membuat hidupnya bisa seperti sekarang. Dan mempunyai posisi yang bagus di tempat bekerja. Hamdan bangk
PoV MegaSetelah mendengar janji Mas Hamdan. Aku kembali menikmati bakso, akhirnya dia menuruti keinginanku tidak mendengarkan ibunya itu. Baru 1 hari aku tinggal di sana, tapi sudah membuatku tak betah dengan sikap ibu mertua dan juga adik iparku. Mereka seperti mengendalikan hidup Mas Hamdan. Benar apa yang di katakan Nasna. Tentang kepelitan Ibu mertua, aku harus bisa membujuk Mas Hamdan untuk membeli rumah sendiri. Tak akan tahan jika serumah dengan keluarganya. Jika aku punya rumah sendiri, bisa membawa keluargaku untuk tinggal bersama, kasihan Ibu, Bapak dan adikku. Mana Ibu mertua protes, di saat tahu jika Mas Hamdan yang membayar kontrakannya. Aku tak mau suamiku menuruti Ibunya lagi. Tak mau bernasib sama dengan Nasna. Aku harus bisa membuat Mas Hamdan tunduk padaku."Uang denda itu sudah kubayar!" ujar Mas Hamdan di sela kami makan bakso."Kapan, Mas? Kamu sudah punya uang?" tanyaku penasaran, setahuku Mas Hamdan bilang kemarin ia tak punya tabungan."Sudah, kamu gak usah
PoV (3)'Gawat, aku bisa di permalukan untuk ketiga kali oleh, Nasna! Jangan sampai aku mendapat masalah baru, dan dia melaporkan aku!' batin Mega. Ia ketakutan karena Nasna akan memeriksa cctv.Mega pergi dengan jalan tergesa untuk pergi dari toko itu, sebelum Nasna melihat kejadian sebenarnya.Nasna tersenyum simpul melihat Mega yang pergi tunggang langgang karena ketakutan."Mulutnya si Mega, pasti sengaja mau fitnah Mbak Nasna!" ucap salah wanita bernama Mbak Iroh yang mengenal mereka."Tapi fitnah dia gak akan di percaya Buk, saya gak akan pernah takut sama tuduhannya," ujar Nasna dan kembali melayani pembeli."Orang jahat pasti akan kalah, Mbak. Tapi kejadian kemarin belum bikin di kapok, geram saya melihatnya!" sahut Mbak Iroh. Nasna hanya tersenyum menanggapinya.**Mega tidak membawa belanjaan karena ia kabur dari toko, sebelum di salahkan dan terbukti memfitnah. Mematikan mesin motor. Mega mengelus dadanya merasa lega, bisa menghindar. "Syukur aku cepat kabur dari sana!" g
PoV HamdanNama baikku tercoreng karena video yang telah disebar oleh wanita licik itu, dia tidak pernah puas sebelum melihatku hancur. Ia pikir semudah itu untuk membuatku kehilangan pekerjaan, tidak akan bisa karena aku mempunyai kontrak kerja dan mereka tidak bisa memecatku seenaknya.Awas kau Nasna akan aku beri pelajaran untukmu, semua ini pasti karena kecemburuan Nasna yang telah mengetahui jika aku menikah dengan Mega. Bagaimana dia tak cemburu aku bisa menikah dengan wanita cantik idamanku, kalah jauh dengan Nasna perempuan yang tak pandai merawat diri.** Ketika aku pulang ke rumah. Ibu memberikan aku surat dari pengadilan agama, yang ternyata itu adalah surat untuk persidangan pertama perceraian kami. "Kamu yakin mau bercerai dengan Nasna?" tanya ibu ketika memberikan surat itu padaku."Kenapa Ibu bertanya seperti itu?" "Ibu-ibu bilang jika Nasna itu sudah mempunyai toko sembako yang besar, bahkan seperti minimarket," jawab Ibu."Ibu yakin itu milik dia? Aku tidak percay