Kediaman Bram ....
Vira Astanti sedang memberikan les privat pada Adinda di kamar Adinda. Tiba-tiba saat menunggu Adinda mengerjakan tugas yang Vira berikan, Vira merasa ingin buang air kecil. Vira segera mengatakannya pada Adinda. "Din, mbak ke belakang dulu ya, sepertinya Mbak kebelet pipis, kamu nggak apa-apa kan mbak tinggal sebentar?" pamit Vira pada Dinda. Adinda menatap Vira sejenak lalu menganggukkan kepalanya. "Iya, Mbak, nggak apa-apa," jawabnya. Vira yang sudah tidak bisa menahan cairan pada kantung kemihnya segera berlarian menuju ke kamar mandi yang ada di dapur. Pikir Vira kediaman tersebut hanya ada dirinya dan Adinda seorang karena biasanya Bram ayah Vira sibuk di tempat kerjanya sementara ibu Adinda sedang pergi ke acara arisan komplek sebelah. Vira tidak tahu kalau hari ini Bram sengaja berangkat lebih siang karena ingin melihat Vira. Sudah lama Bram menaruh rasa kagum pada adik sepupu istrinya itu. Vira sangat cantik dan memiliki lekuk tubuh seksi seperti model-model di majalah dewasa yang sedang tren. Dari dalam kamarnya Bram mendengar suara sandal berlarian di dalam rumahnya, Bram segera keluar untuk melihat dan tidak disangka dia menyaksikan Vira berlari seraya menjinjing rok ketat hitamnya hingga memperlihatkan bokongnya dengan balutan celana dalam yang super tipis. Bram membuntutinya dan dia melihat Vira masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dapur. Vira sangat terburu-buru dan tidak mengunci pintu kamar mandi. Ketika Vira menurunkan celana dalam berenda itu Bram langsung disuguhi dengan pemandangan menawan. Vira terlihat sedang berjongkok sambil memejamkan matanya. Bram langsung menelan ludahnya sendiri. Setelah selesai buang air kecil Vira segera membasuh area intimnya dan berdiri memunggungi pintu untuk mengambil tisu di dinding. Bram segera mengambil kesempatan dengan menyelinap ke dalam kemudian langsung memeluk tubuh Vira dari belakang. Vira kaget sekali, dia tidak mengira ada seseorang mengamatinya saat dia buang air kecil, kini rasa sesal dalam hatinya muncul gara-gara dia tidak mengunci pintu. "Astaga! Om Bram? Kenapa Om ikut masuk ke dalam?" Tanya Vira dengan gugup dan panik. Vira terus meronta-ronta dari pelukan Bram. Bram memeluknya dengan sangat erat. "Tenanglah, aku nggak akan nyakitin kamu Vir, aku sangat kagum sama bentuk tubuh kamu, kamu tidak hanya pintar tapi kamu juga sangat cantik. Apalagi hari ini, cantik banget, baju putih yang kamu pakai begitu seksi," pujinya sambil melepaskan kancing kemeja putih ketat yang membalut tubuh sintal Vira. Selama ini Vira belum pernah berpacaran. Dia juga tidak berpikir untuk menggoda Bram yang merupakan suami dari kakak sepupunya sendiri. Bram bukan pria muda lagi, tapi penampilannya cukup elegan dan terlihat energik di usianya sekarang. Bram juga berpenampilan modis dan memiliki gaya tren pemuda masa kini. Vira ingin menolak sentuhan jemari Bram pada awalnya, akan tetapi rupanya Bram begitu mahir dan pada akhirnya Bram sudah berhasil menguasai tubuh setengah telanjang milik Vira. Tubuh Vira mulai terlihat pasrah dan menyerah. Hanya terdengar rintihan dan desahan pelan dari bibir Vira yang membuat Bram menjadi sangat bergairah. "Ooomm ...." "Kamu sangat cantik sekali, Vir," desis Bram di telinga Vira. Vira terlihat pasrah dan semakin tidak berdaya karena dikuasai nafsu akibat sentuhan Bram. Vira sangat menikmati setiap sentuhan pada tubuhnya. Aroma pada tubuh atletis pria di belakang punggungnya membuat Vira kacau dan tidak ingin meronta lagi. Pikirannya sudah tidak berada pada tempatnya lagi, Bram sangat lihai membuat Vira merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakan oleh Vira seumur hidupnya. Vira tidak bisa berpikir jernih, otaknya sudah dikuasai nafsu birahi. Apalagi Bram juga bukan pria buruk rupa yang bisa dia tolak sesuka hati. Padahal bisa saja Bram melakukan itu karena nafsu sesaat dan hanya ingin menikmati tubuhnya tanpa pertanggungjawaban. "Om sudah nggak tahan Vir," bujuk Bram. Vira tidak menjawab dia hanya menatap ke bawah. "Nikmat sekali bukan? Aku suka sekali melihatmu sedang bernafsu seperti sekarang ini," bisiknya di telinga Vira. Mereka berdua sama-sama terengah-engah. Bram terlihat puas sekali. Dia menatap wajah Vira lekat-lekat sambil menyentuh dagunya. "Aku suka sama tubuh kamu, Vir, sudah lama aku nahan pengen mencicipi tubuh sintal kamu ini," ucap Bram dengan terang-terangan kemudian keluar meninggalkannya. Vira sangat malu setengah mati, dia memang merasa sudah dianggap rendah oleh Bram. Tapi tadi dia pun menikmati setiap sentuhan jemari tangan Bram. Vira hanya menunduk tanpa mengatakan apapun. Setelah merapikan bajunya Vira segera kembali ke kamar Adinda. "Mbak aku sudah selesai kerjakan tugasnya, coba Mbak periksa," ujar Adinda seraya menyodorkan bukunya pada Vira. Vira menganggukkan kepalanya lalu melihat dengan seksama apakah ada jawaban Adinda yang masih belum benar. Pandangan mata Vira tertuju pada buku Adinda tapi pikirannya melayang-layang teringat tentang ulah nakal Bram di kamar mandi barusan. *** Sementara Bram diam-diam menyunggingkan senyum penuh arti. "Permainan penuh drama yang sebenarnya akan segera dimulai! Ini adalah kejutan untuk Ningrum sekaligus hadiah untuk Guntoro! Aku tidak sabar seperti apa reaksi wajah Guntoro ketika melihat putri satu-satunya telah kehilangan kesuciannya karena direnggut olehku!" Desisnya dalam bingkai senyum licik serta sorot mata tajam penuh dendam.Pada keesokan harinya, Vira mengisi kelas pagi. Vira masih di rumah dan menikmati sarapan bersama Guntoro dan Murni."Bu, aku berangkat dulu," pamitnya sambil mencium tangan ibu dan juga bapaknya. "Masih pagi, kenapa buru-buru?" Tanya Murni. Biasanya Vira tidak akan berangkat pagi-pagi seperti sekarang. "Nggak papa Bu, Vira pengen lebih santai kemudikan motor," jawabnya seraya menenteng tasnya keluar dari kediaman. Vira segera mengenakan helmnya, dia mengemudikan motornya dengan santai. Hari ini Vira merasa sangat lega karena tidak ada jadwal mengisi les di kediaman Bram. Sembari mengemudikan motornya Vira terus bergumam."Untungnya hari ini nggak ada jadwal ngisi les ke rumah Dinda, huuuuft! Lega juga nggak ketemu sama Om sinting!" Vira menyunggingkan senyum senang. Wajahnya terlihat cerah dan semakin cantik. Vira mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang, sekolahan tempatnya mengajar masih jauh. Hari ini Vira berangkat pagi jadi tidak perlu terburu-buru. Tak lama kemudian ad
Vira langsung membuang muka, hatinya tidak hanya terluka, perasan marah yang ingin dia luapkan terpaksa harus dia tahan di dalam hati.Bram tersenyum melihat Vira mengusap kedua pipinya dengan wajah menunduk."Seharusnya kamu merasa bahagia karena aku bersedia menaruh perhatian padamu." Vira menggertakkan giginya."Puas Om menertawakan ku? Puas Om menyaksikan masa depanku hancur seperti ini?! Puas Om melihatku tidak memiliki harapan?!" Bentak Vira sambil meremas baju yang membalut tubuhnya. Vira merasa kesal dan benci. Terlebih lagi Bram sengaja mengoloknya seperti sekarang, hati Vira semakin hancur berkeping-keping."Heh? Kamu ngomong apa? Nggak punya impian? Nggak punya harapan? Coba katakan padaku apa yang kamu harapkan? Apa yang kamu impikan?" Tanya Bram sambil menatap Vira di sampingnya. Bram menyentuh bahu Vira, dia menunggu Vira bicara sambil menatap wajah sembab gadis yang masa depannya sudah dia hancurkan.Lagi-lagi Vira menepis tangan Bram. Bram tidak menunjukkan kemarahan
"Ummmmhhh, ummmmhh, ummh!" Vira meronta dan memukuli dada Bram hingga kemeja rapi Bram berubah menjadi kusut. Bram menarik pinggang Vira hingga merapat ke dalam pelukannya lalu menekan tubuh Vira hingga terlentang di sofa ruangan utama. Pintu depan juga sudah ditutup, Bram sama sekali tidak takut kalau tindakannya itu bakalan ketahuan. Sudah lama dia tahu bahwa Vira lebih sering tinggal seorang diri di kediaman besar itu. "Om, mau ngapain lagi!" Bentak Vira. "Kamu suka main kasar? Apa kamu kira aku bakalan menerima penolakanmu? Hah?" Tanya Bram sambil menahan kedua tangan Vira di kedua sisi kepala Vira. Kenapa harus Om Bram? Kenapa harus suami dari Mbak Ningrum? Kenapa bukan pria lajang saja? Keluh Vira dalam hatinya. Bram terus menciuminya tanpa henti, ketika penolakan Vira berubah menjadi kepasrahan Bram segera melepaskan tahanan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Vira. "Om, oh, jangan, tadi pagi masih sakit," "Kamu harus ingat momen ini baik-baik, tubuhmu
Bram berdiri menghalangi jalan, dia pikir Vira seorang gadis penurut tidak disangkanya Vira adalah wanita yang berpendirian dan sangat keras kepala. Vira menatapnya dengan sinis sambil menarik gas dalam genggaman tangan kanannya! Suara motor yang menderu-deru membuat Bram panik. Nyatanya mereka kini benar-benar menjadi pusat perhatian di area parkiran sekolah."Aku cuma mau jelasin!" Ujar Bram dengan nada emosi."Aku nggak butuh! Satu lagi, Om jangan pernah gangguin aku! Aku nggak mau semua orang berpikir kalau aku sudah merusak rumah tangga orang lain!" Tegas Vira sambil menarik gas pada setirnya. Vira juga membalas tatapan Bram dengan penuh kemarahan. Mau tidak mau Bram segera menyingkir, motor Vira meluncur pergi dari halaman sekolah tersebut.Bram membuang rokok dari bibirnya ke lantai lalu menginjaknya hingga hancur."Ohh, rupanya mau main kabur-kaburan? Lihat saja! Aku bakalan membuat kamu merintih lebih keras di atas ranjangku! Lihat dan tunggu saja Vira Astanti! Aku akan membu
Ketika mengambil tasnya dan bersiap meninggalkan kediaman, Bram berniat memeriksa kamar Adinda. Dan dia menemuka kertas yang tadi dia berikan pada Vira di tempat sampah dalam kamar Adinda."Sungguh keras kepala!" Gerutunya sambil mendengus kesal.***Vira dan Adinda sudah berangkat ke sekolah bersama. Vira bekerja di sekolah Adinda sebagai seorang guru honorer. Dan hari ini Vira mengisi kelas siang, sementara Adinda juga masuk kelas siang. "Mbak makasih ya sudah dibolehin nebeng!" Seru Adinda sambil memeluk pinggang Vira yang kini memboncengnya di atas motor."Iya, biasa saja Din, lagian kita juga menuju ke sekolah yang sama," jawabnya.Saat motor Vira tiba di halaman sekolah, Vira segera berhenti lantaran Adinda akan turun di sana."Nanti sore aku dijemput Papa, Mbak nggak perlu antar aku pulang," ujar Dinda pada Vira. Usai berkata demikian Adinda langsung melambaikan tangannya sambil berlalu pergi menuju ke gedung.Vira hanya mengangguk sambil tersenyum lalu membawa motornya menuju
Vira masih terpaku dalam pemikirannya sendiri. Dia pun sampai tidak mendengar suara langkah kaki memasuki kamar Adinda."Bagaimana les privatnya? Lancar?" Tanya Bram sambil berdiri tepat di belakang kursi antara Adinda dan Vira.Tangan kiri Bram menyentuh kepala Adinda sementara tangan kanannya meremas sisi kanan buah dada Vira dari belakang."Lancar, Pa!" Sahut Adinda dengan penuh semangat. Gadis yang kini duduk di bangku SMA tersebut terlihat senang sekali."Gimana Vir? Kamu ada kesulitan ngajar Adinda?" Tanya Bram dengan sengaja sambil menatap bibir ranum Vira di sampingnya. Bibir Vira bergetar, kedua mata Vira mengerjap lambat, bibir ranumnya tampak sedang menahan suara desahan lantaran sentuhan jemari tangan Bram yang kini sibuk memilih puting Vira dengan sembunyi-sembunyi dari belakang.Vira yang tadinya melamun buru-buru membungkuk untuk menyembunyikan tangan Bram yang sedang meremas buah dadanya ke dalam kedua lengannya yang kini ditumpukan di atas meja belajar Adinda. Vira ce