Kiara memegang kepalanya dan sesekali meringis kesakitan. Ia merasa sangat pusing.
Bagaimana tidak dia sudah menangis semalaman dan kini semuanya terasa berat bahkan untuk menggerakkan badannya.
Kiara kembali mengingat kejadian kemarin malam di mana ia bertemu dengan Dylan Nalendra. Cinta pertama-dan kekasih pertamanya.Lelaki tampan itu tidak berubah sedikitpun. Wajah dengan garis countur yang tegas, kulit putih yang selalu wanita idam-idamkan dan mata cokelat yang selalu menjadi favorite Kiara.Tidak ada satupun yang berubah. Masih sama seperti waktu itu. Ketika mereka berpacaran.Ia ingin sekali terus berada di dekapan laki-laki itu. Terekam jelas di otaknya bahkan aroma parfum yang Dylan kenakan semalam.Betapa ia merindukan sosok itu. Sangat merindukannya hingga tidak ada kata-kata yang mampu menggambarkannya.Tetapi ia bisa apa? Kenyataan selalu tidak berpihak padanya.Kisah masa lalu ia dan Dylan dapat dijadikan pelajaran berharga bagi Kiara karna itu membuktikan bahwa cinta itu tidak ada.Rasa kecewa yang Dylan torehkan untuknya bahkan sanggup untuk menutup seluruh akses hatinya. Hingga ia pun sekarang takut bahkan untuk membukanya kembali untuk siapapun itu.“Ayo Kiara. Jangan sampai semua usaha yang telah kau lakukan bertahun-tahun hancur hanya karna dia!” teriaknya di depan cermin berusaha menyemangati dirinya sendiri.Sudah cukup hanya kemarin dia terjatuh, dan kali ini ia harus bangkit.
“Life must go on.” gumamnya kerasDringggg~~~~Handphonenya berdering keras menandakan adanya panggilan masuk. Kiara menggapai handphonenya dan melihat dengan malas ke layar tersebut mengetahui siapa yang menelfonnya.“Iya Ma. Ada apa?”Terdengar sedikit omelan dari suara telfon tersebut.“Kiara semalam capek jadi langsung tidur. Mama juga membahas hal ini terus. Kiara gak bisa, Ma.” jawabnya tegas“Sudah ya, Ma. Jaga kesehatan. Bye ma.”Kiara kembali menghela nafas panjang.Ia kembali teringat bahwa Mamanya sedang berusaha mengatur jadwal untuk bertemu dengan calon papa barunya.
Mama kiara dan papa kiara telah bercerai 5 tahun yang lalu. Membuat ia harus menjadi keluarga yang terpecah.Jika mengingat bagaimana ia bisa bangkit dalam ketepurukan itu, ia sangat mengapresiasi dirinya pada saat itu.“Lebih baik aku segera ke kantor. Jika di rumah aku bisa gila.” guman Kiara sembari langsung mempersiapakan dirinya untuk mandi dan bersiap pergi ke kantor.Begitu sampai di kantor, Kiara langsung bertanya kepada sekretarisnya, “Jam berapa rapat akan dimulai, Ratih?”
“Dijadwalkan jam 11 siang ini, Bu. Apakah sesuai jadwal atau akan di reschedule?”Kiara melirik jam di tanganya singkat.“Sesuai jadwal saja. Dan tolong saya untuk persiapkan bahannya ya.”“Baik, Bu.”Ratih segera keluar dari ruangan dan menutup pintu pelan.Kiara memeriksa beberapa berkas di hadapannya dan menandatangani beberapa berkas.Dringgg~~~~~Suara handphonenya berdering kembali“Halo, Pak Wahyu.” jawab Kiara sembari memberhentikan kegiatannya tadi“Apakah Bapak sudah yakin ini akan membantu kita dalam meyakinkan perusahan itu?”Kiara terdiam dan kemudian mengangguk tanda setuju dengan apa yang disampaikan Pak Wahyu di telfon itu.“Baiklah, Pak, kita bicarakan saja setelah rapat nanti.”Kiara kemudian berjalan keluar dan membawa beberapa berkas yang sudah ia periksa tadi.“Ratih, jadwalkan sekarang untuk rapat. Saya minta tolong untuk dikabarkan segera ya.”“Siap, Bu.”Kiara berjalan menuju ruang rapat dengan cepat karna ada beberapa point penting yang harus di ubah dan itu harus di bicarakan segera dengan anggota timnya.Setelah menunggu sekitar kurang lebih 10 menit beberapa orang bergilir masuk dan hampir memenuhi ruang rapat. Kiara menatap beberapa rekan kerjanya sembari tersenyum.“Maaf sebelumnya jika rapat saya majukan lebih cepat dari yang dijadwalkan. Ada beberapa poin penting yang harus kita diskusikan segera dan saya butuh pendapat dan masukan dari bapak ibu disini.”Kiara membuka berkas yang ia pegang daritadi.“Pak Rahman, apakah research pasar yang saya minta kemarin sudah dilakukan? Dan bagaimana hasilnya, Pak?” tanya Kiara kepada sosok lelaki bertubuh lumayan berisi dan berkacamata yang duduk di seberangnya.Pak Rahman adalah Chief Marketing Officer yang selalu dapat Kiara andalkan.
“Saya dan tim sudah melakukan sampling di beberapa titik point yang strategis, Bu. Dan kami menyimpulkan bahwa trend dimasyarakat sekarang sangat tinggi untuk melakukan penjualan ataupun pembelian secara daring atau online.”“Apakah minim resiko dan benefitnya berimbang, Pak?” tanya Kiara lagi“Untuk sekarang masyarakat telah dimudahkan dengan adanya teknologi dan kemudahan lain yang ditawarkan dengan platform digital. Saya rasa akan berimbang Bu.” jawab Pak Rahman tegas“Baiklah akan saya diskusikan ulang dengan Pak Wahyu.”————Kiara memegang kakinya dan sedikit menunduk sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karna ia sudah naik tangga dikarenakan lift di restoran ini sedang rusak.“Aku harus lebih rajin olahraga lagi.” keluhnyaSesampainya di depan ruangan VIP, Kiara langsung membuka pintu dan matanya langsung tertuju ke meja no 7 di sudut ruangan itu.Dari belakang ia sudah dapat mengenali Pak Wahyu, tetapi ada satu punggung laki-laki berjas lagi di samping Pak Wahyu yang tidak ia kenali.“Selamat siang, Pak.” sapa Kiara yang membuat Pak Wahyu berbalik dan laki-laki di samping Pak Wahyu melakukan hal yang sama.Kiara tertegun. Seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.“Dylan?” suara itu lolos langsung dari mulutnya.“Kalian saling kenal?” tanya Pak Wahyu bingung“Dialah orang yang saya ceritakan itu, Pak.” jawab Dylan sambil tersenyum menatap KiaraKiara berusaha untuk fokus dan tetap tenang. Walau ribuan kata begitu mengusik kepalanya.Dan ia sungguh tidak yakin apakah dia akan sanggup menatap Dylan lebih lama.
“Ayo duduk Kiara.”Perkataan Pak Wahyu memecah lamuan Kiara dan menariknya kembali ke alam sadarnya.Kiara menarik kursi didepan Pak Wahyu dan duduk diseberang Dylan. Hati dan kepalanya benar-benar tidak bisa berkonsetrasi dengan baik. Ia bahkan merasakan ia blank dan bingung harus memulai darimana untuk menyampaikan hasil rapat tadi kepada Pak Wahyu.Dylan memang seberpengaruh itu terhadap kendali Kiara.Lelaki berkacamata itu terus menatapnya lembut dengan tatapan seduh yang tidak berubah dari pertama mereka bertemu.Kiara belum siap akan situasi ini. Ia belum siap untuk bertemu Dylan kembali. Hatinya masih kacau dan belum mampu untuk bisa terus bersama dengan Dylan.“Karna Dylan dan Kiara sudah saling kenal. Saya tidak perlu repot memperkenalkan kalian berdua lagi.” Pak Wahyu memecah keheningan diantara Kiara dan Dylan.Kiara tersenyum getir. Berharap ia bisa segera pergi dari tempat ini.“Seperti yang sudah saya sampaikan di telfon dengan Kiara tadi, saya dan Dylan sudah setuju jika perusahan kita akan bekerja sama dalam investasi kali ini.”Perkataan Pak Wahyu bagaikan petir bagi Kiara.Tidak mungkin. Ini tidak bisa dijalankan. Tidak mungkin hal ini akan terjadi.Ribuan kata itu terus terulang dikepala Kiara tapi ia hanya sanggup membisu. Terlalu sulit untuk mencerna hal ini dengan cepat.“Tapi, Pak Wahyu-“ hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutnya“Kondisi perusahaan kita akan sulit, Kiara, jika hanya kita yang maju. Investasi kali ini merupakan incaran perusahaan lainnya. Saya rasa Kiara akan paham sepenting apa investasi kali ini.” tegas Pak Wahyu kepada KiaraKiara menatap Pak Wahyu dengan ragu. Dan akhirnya hanya bisa mengangguk dengan pasrah. Karna ia tidak punya pilihan lain.“Baiklah jika Kiara sudah setuju, Pak Dylan apakah tidak keberatan jika membicarakan hal lebih lanjutnya dengan Kiara saja? Karna jadwal pesawat saya sebentar lagi dan saya harus segera ke bandara.” tanya Pak Wahyu tanpa aba-aba kepada KiaraTentu saja Kiara terkejut. Sangat diluar ekspektasinya.Bagaimana bisa ia dan Dylan berdua saja membicarakan hal ini?Bagaimana mungkin ia akan sanggup?“Tentu saja tidak Pak Wahyu, saya akan mendiskusikan hal ini lebih lanjut dengan Kiara.”Jawaban Dylan yang enteng, membuat Kiara lebih terkejut lagi.
Dylan menatap Kiara yang sedari tadi terus menunduk. Hal ini sudah berlangsung sekitar lima menit.Dylan menyukai pemandangan di depannya ini. Lebih dari apapun. Ia rela menghabiskan waktu berjam-jam tanpa bosan hanya untuk memandang Kiara. Ia merindukan sosok ini. Rindu sekali.Tetapi sampai kapan wanita ini akan terus bersikap acuh seperti ini kepadanya?“Kiara.” panggil Dylan lembut.Membuat wanita cantik itu menoleh dan menatapnya.Dylan tersenyum. Kiara Putri Maharani. Satu-satunya wanita yang berhasil membuat hatinya kacau tak karuan.“Apakah ada yang harus aku tau mengenai project ini? Selain yang Pak Wahyu telah sampaikan tadi?”Kiara tertegun. Seakan-akan ucapan Dylan telah menarik dia kembali ke alam sadarnya.“Sebentar.” jawabanya sambil membuka beberapa berkas yang ia bawa sedari tadi.“Aku dan timku sudah melakukan beberapa research dan hasilnya sudah aku jabarkan disini.” tunjuknya sembari melihat ke arah Dylan.“Baiklah. Akan aku baca sebentar.”Tetap sama. Kiara adalah
“Aku belum melihat hasil research ditempat ini di file yang kau berikan padaku kemarin.”Kami tiba di daerah pasar tradisional kisaran Jalan Surabaya di daerah Menteng.Memang betul Pak Rahman belum mencantumkan tempat ini sebagai salah satu samplingnya.Dylan selalu saja mendahuluinya dalam hal sepele yang dia lewatkan.“Aku masih melihat sedikit sekali kerajinan seni dan barang antik dijual secara online di berbagai platform daring.” jelas DylanKagum. Dylan memang selalu dapat membuat Kiara terkesan.“Ayok.” ajaknya dengan semangatKiara hanya mengekor di belakang Dylan yang terus berjalan didepannya.Sepanjang jalan kami disuguhkan berbagai macam pemandangan menyejukkan mata. Bagaiman tidak barang-barang antik ini berjejer sepanjang jalan dengan keunikan dan kekhasannya masing-masing.“Mau coba masuk?” tawar Dylan.Kiara berajalan masuk ke salah satu kios yang ramai dikerumbuni orang.Banyak sekali barang-barang unik disini. Kiara sesekali memegang dan mengamati dengan seksama bara
Kiara melangkahkah kakinya cepat menelurusi lorong rumah sakit yang memang cukup padat malam ini.Nafasnya terengah-engah karna langkah kakinya yang kian cepat.Dia menuju ruangan IGD dan mengecek satu persatu bed diruangan IGD.“Kalisha!” teriaknya legaKalisha memangdang Kiara heran. Dia tidak memberitahu temannya kalau ia ada disini.“Bagaimana bisa kau tau aku ada disini?”“Bagian mana yang terluka?” Kiara balik bertanya kepada Kalisha khawatir.“Tenang Kiara, aku tidak apa-apa. Lenganku hanya sedikit tergores dengan pecahan kaca ini.”“Sedikit katamu?” Kiara mendelik mendengar jawaban Kalisha.“Ini sudah yang kedua kalinya Kevin melakukan hal ini. Ini sudah tindak kekerasan kau tau?”Kalisha hanya tersenyum memandang Kiara yang terus menatapnya marah.“Ayo duduk disini dulu. Aku ceritakan dengan jelas ya?”“Kevin hanya diluar kendalinya saja dan tidak sengaja terdorong aku yang berdiri membelakangi meja kaca ini sehingga badanku membentur meja ini. Ini hanya luka lecet sedikit. T
Kiara terus saja bolak balik diarea parkiran dan seakan enggan melangkahkan kakinya untuk melangkah lebih maju.Ia bingung sekali dengan keadaan hatinya tetapi ia tau bahwa pekerjaan adalah prioritas utamanya. Maka dengan langkah yang berat ia langkahkan kakinya keluar area parkiran menuju halaman depan gedung bertingkat di depannya.“Kau pasti bisa Kiara. Anggap saja tidak terjadi apa-apa. Bukankah semua orang pernah menangis?” kekehnya berusaha menguatkan hati dan mentalnya. Ucapan yang ia berikan untuk menghibur dirinya sendiri.Ia masuk ke dalam lift dan memencet no paling akhir yang menandakan letak ruangan yang paling atas.Berkali-kali ia menghela nafasnya. Ia benar-benar gelisah.Ting~~Pintu lift terbuka. Kiara memantapkan langkahnya menuju meja diseberang sana.“Apakah ada yang bisa saya bantu,bu?” tanya seorang wanita itu dengan ramah tanpa tau Kiara gugup luar biasa.“Saya ingin bertemu dengan Pak Dylan. Apakah beliau ada di ruangan sekarang?” tanya Kiara memastikan.“Sebe
Kiara mereganggang kedua kakinya yang pegal akibat sudah berjalan lumayan jauh. Ia dan Dylan sudah mengunjungi beberapa toko untuk keperluan tambahan sampling mereka.Udara lumayan terik siang ini. Kiara memilih duduk disekitaran taman dekat sini karna kakinya serasa tidak mampu untuk berjalan lebih jauh lagi.Dylan benar-benar membuatnya susah. Mereka pergi tanpa prepared apapun. Tau seperti ini tidak mungkin ia akan menggunakan heels pada hari ini.“Ini. Minum dulu.”Terulur tangan Dylan dengan sekotak minuman jus berwarna merah.“Jus apel, bukankkah kau suka apel?”Kiara tersentak. Dylan masih ingat hal tentang ini. Bahkan buah kesukaannya pun ia masih ingat.Kiara melihat sedikit peluh keringat di dahi mulus Dylan. Dan laki-laki itu sedikit ngos-ngosan seperti sedang mengatur nafasnya.Apakah lelaki ini pergi tadi untuk mencari minuman ini?Apakah mungkin dia sepeduli itu untuk Kiara?“Terima kasih.” jawab Kiara sembari mengambil minuman jus yang Dylan tawarkan.“Tunggu sebentar ya
Dylan melihat Kiara terus menatap sepatu itu dengan tatapan yang sulit ia artikan.Ia menggoyang-goyangkan kakinya seakan menguji apakah sepatu ini benar-benar sesuai untuk ukuran mungil kakinya.Benar-benar seperti anak kecil. Dylan tersenyum tanpa sadar. Ia begitu senang memperhatikan apapun yang Kiara lakukan.Hal itu sudah menjadi kebiasaan rutinnya.“Bagiamana suka tidak?” tanya Dylan memastikan.Kiara mengangguk dengan antusias. Rambut bergelombangnya ikut bergerak seirama dengan anggukan kepalanya.Astaga imut sekali, batin Dylan.Ia benar-benar menahan seluruh indra tubuhnya agar tidak langsung memeluk gadis itu. Betapa rasa rindunya seakan meluap keluar.Dylan senang Kiara sudah tidak terlalu mengacuhkannya. Walau Dylan tidak yakin ini akan bertahan lama.Terlihat jelas Kiara membuat batasan diantara mereka. Tetapi hal ini wajar wanita itu lakukan mengingat bagaimana berakhirnya hubungan mereka.Tanpa sadar ada tangan yang menarik-narik ujung jas yang Dylan kenakan yang membu
“Astaga serius? Dylan membelikanmu bunga?” teriak Kalisha antusias.Kiara menatap sahabatnya itu sembari sedikit memijit sekitar pergelangan kakinya. Hari ini benar-benar melelahkan baginya.“Lebih baik kau bantu pijitkan kakiku ini, Kalisha. Rasanya seperti mau patah.” keluh Kiara.“Oh ini ya sepatu dari Dylan?” tanya Kalisha menggoda dengan menjinjing sepatu sepatu flat berwarna hitam.“Bahkan ukurannya tepat loh Kiara. Bagaimana bisa dia masih mengingat ukuran kakimu?”Kiara mengangkat bahunya tanda tidak tahu. Tapi hal itu juga yang terus ia pikirkan sedari tadi.Setiap tingkah laku Dylan hari ini benar-benar memberikan pandangan berbeda Kiara padanya.Hampir seharian ini mereka terus bersama.“Bagaimana kalau memang Dylan masih berharap kalian bisa kembali?” “Mana mungkin Kalisha, kau ini lucu sekali.” jawab Kiara cepat.Suatu hal yang mustahil baginya. Bagaimana mungkin?“Aku tidak mungkin langsung terbuai hanya karna perlakukan kecilnya ini, Kalisha.”“Kau ingat bukan dia dulu
Dring~~~~Terdengar bunyi ponsel Dylan berdering kencang memecah keheningan diruangannya. Sekilas Dylan melihat no asing yang tertera di layar handphone.Awalnya Dylan ragu untuk mengangkat tetapi handphone itu berdering terus dan sedikit mengusiknya.“Halo.” sapa Dylan ragu.Tak lama terdengar suara wanita yang ia hafal betul.Kiara, batinnya.“Apakah kita bisa bertemu sekarang?”Dylan terdiam sejenak. Dylan agak tersentak kaget mendengar wanita ini mengatakan hal itu. Jika mengingat bagaimana acuhnya Kiara terhadap Dylan.Terasa sangat aneh Kiara bahkan menelfonnya lebih dulu dan mengajak bertemu.Kiara bearti menyimpan info kontaknya. Terbesit sedikit rasa senang di hati Dylan.“Sekarang? Kenapa tiba-tiba sekali?” tanya Dylan langsung.“Hmm, aku ingin membicarakan mengenai hasil kunjungan kita kemarin.” sambung Kiara lagi.Oh masalah pekerjaan. Dylan merasakan dirinya sedikit kecewa.Lagian memang apa yang Dylan harapkan? Kiara dan ia memang sebatas partner kerja.“Oh harus sekarang