Share

Bab 2 : The Day

Kiara memegang kepalanya dan sesekali meringis kesakitan. Ia merasa sangat pusing.

Bagaimana tidak dia sudah menangis semalaman dan kini semuanya terasa berat bahkan untuk menggerakkan badannya.

Kiara kembali mengingat kejadian kemarin malam di mana ia bertemu dengan Dylan Nalendra. Cinta pertama-dan kekasih pertamanya.

Lelaki tampan itu tidak berubah sedikitpun. Wajah dengan garis countur yang tegas, kulit putih yang selalu wanita idam-idamkan dan mata cokelat yang selalu menjadi favorite Kiara.

Tidak ada satupun yang berubah. Masih sama seperti waktu itu. Ketika mereka berpacaran.

Ia ingin sekali terus berada di dekapan laki-laki itu. Terekam jelas di otaknya bahkan aroma parfum yang Dylan kenakan semalam.

Betapa ia merindukan sosok itu. Sangat merindukannya hingga tidak ada kata-kata yang mampu menggambarkannya.

Tetapi ia bisa apa? Kenyataan selalu tidak berpihak padanya.

Kisah masa lalu ia dan Dylan dapat dijadikan pelajaran berharga bagi Kiara karna itu membuktikan bahwa cinta itu tidak ada.

Rasa kecewa yang Dylan torehkan untuknya bahkan sanggup untuk menutup seluruh akses hatinya. Hingga ia pun sekarang takut bahkan untuk membukanya kembali untuk siapapun itu.

“Ayo Kiara. Jangan sampai semua usaha yang telah kau lakukan bertahun-tahun hancur hanya karna dia!” teriaknya di depan cermin berusaha menyemangati dirinya sendiri.

Sudah cukup hanya kemarin dia terjatuh, dan kali ini ia harus bangkit.

“Life must go on.” gumamnya keras

Dringggg~~~~

Handphonenya berdering keras menandakan adanya panggilan masuk. Kiara menggapai handphonenya dan melihat dengan malas ke layar tersebut mengetahui siapa yang menelfonnya.

“Iya  Ma. Ada apa?”

Terdengar sedikit omelan dari suara telfon tersebut.

“Kiara semalam capek jadi langsung tidur. Mama juga membahas hal ini terus. Kiara gak bisa, Ma.” jawabnya tegas

“Sudah ya, Ma. Jaga kesehatan. Bye ma.”

Kiara kembali menghela nafas panjang.

Ia kembali teringat bahwa Mamanya sedang berusaha mengatur jadwal untuk bertemu dengan calon papa barunya.

Mama kiara dan papa kiara telah bercerai 5 tahun yang lalu. Membuat ia harus menjadi keluarga yang terpecah.

Jika mengingat bagaimana ia bisa bangkit dalam ketepurukan itu, ia sangat mengapresiasi dirinya pada saat itu.

“Lebih baik aku segera ke kantor. Jika di rumah aku bisa gila.” guman Kiara sembari langsung mempersiapakan dirinya untuk mandi dan bersiap pergi ke kantor.

Begitu sampai di kantor, Kiara langsung bertanya kepada sekretarisnya, “Jam berapa rapat akan dimulai, Ratih?” 

“Dijadwalkan jam 11 siang ini, Bu. Apakah sesuai jadwal atau akan di reschedule?”

Kiara melirik jam di tanganya singkat.

“Sesuai jadwal saja. Dan tolong saya untuk persiapkan bahannya ya.”

“Baik, Bu.”

Ratih segera keluar dari ruangan dan menutup pintu pelan.

Kiara memeriksa beberapa berkas di hadapannya dan menandatangani beberapa berkas.

Dringgg~~~~~

Suara handphonenya berdering kembali

“Halo, Pak Wahyu.” jawab Kiara sembari memberhentikan kegiatannya tadi

“Apakah Bapak sudah yakin ini akan membantu kita dalam meyakinkan perusahan itu?”

Kiara terdiam dan kemudian mengangguk tanda setuju dengan apa yang disampaikan Pak Wahyu di telfon itu.

“Baiklah, Pak, kita bicarakan saja setelah rapat nanti.”

Kiara kemudian berjalan keluar dan membawa beberapa berkas yang sudah ia periksa tadi.

“Ratih, jadwalkan sekarang untuk rapat. Saya minta tolong untuk dikabarkan segera ya.”

“Siap, Bu.”

Kiara berjalan menuju ruang rapat dengan cepat karna ada beberapa point penting yang harus di ubah dan itu harus di bicarakan segera dengan anggota timnya.

Setelah menunggu sekitar kurang lebih 10 menit beberapa orang bergilir masuk dan hampir memenuhi ruang rapat. Kiara menatap beberapa rekan kerjanya sembari tersenyum.

“Maaf sebelumnya jika rapat saya majukan lebih cepat dari yang dijadwalkan. Ada beberapa poin penting yang harus kita diskusikan segera dan saya butuh pendapat dan masukan dari bapak ibu disini.”

Kiara membuka berkas yang ia pegang daritadi.

“Pak Rahman, apakah research pasar yang saya minta kemarin sudah dilakukan? Dan bagaimana hasilnya, Pak?” tanya Kiara kepada sosok lelaki bertubuh lumayan berisi dan berkacamata yang duduk di seberangnya.

Pak Rahman adalah Chief Marketing Officer yang selalu dapat Kiara andalkan.

“Saya dan tim sudah melakukan sampling di beberapa titik point yang strategis, Bu. Dan kami menyimpulkan bahwa trend dimasyarakat sekarang sangat tinggi untuk melakukan penjualan ataupun pembelian secara daring atau online.”

“Apakah minim resiko dan benefitnya berimbang, Pak?” tanya Kiara lagi

“Untuk sekarang masyarakat telah dimudahkan dengan adanya teknologi dan kemudahan lain yang ditawarkan dengan platform digital. Saya rasa akan berimbang Bu.” jawab Pak Rahman tegas

“Baiklah akan saya diskusikan ulang dengan Pak Wahyu.”

————

Kiara memegang kakinya dan sedikit menunduk sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karna ia sudah naik tangga dikarenakan lift di restoran ini sedang rusak.

“Aku harus lebih rajin olahraga lagi.” keluhnya

Sesampainya di depan ruangan VIP, Kiara langsung membuka pintu dan matanya langsung tertuju ke meja no 7 di sudut ruangan itu.

Dari belakang ia sudah dapat mengenali Pak Wahyu, tetapi ada satu punggung laki-laki berjas lagi di samping Pak Wahyu yang tidak ia kenali.

“Selamat siang, Pak.” sapa Kiara yang membuat Pak Wahyu berbalik dan laki-laki di samping Pak Wahyu melakukan hal yang sama.

Kiara tertegun. Seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.

“Dylan?” suara itu lolos langsung dari mulutnya.

“Kalian saling kenal?” tanya Pak Wahyu bingung

“Dialah orang yang saya ceritakan itu, Pak.” jawab Dylan sambil tersenyum menatap Kiara

Kiara berusaha untuk fokus dan tetap tenang. Walau ribuan kata begitu mengusik kepalanya.

Dan ia sungguh tidak yakin apakah dia akan sanggup menatap Dylan lebih lama.

“Ayo duduk Kiara.”

Perkataan Pak Wahyu memecah lamuan Kiara dan menariknya kembali ke alam sadarnya.

Kiara menarik kursi didepan Pak Wahyu dan duduk diseberang Dylan. Hati dan kepalanya benar-benar tidak bisa berkonsetrasi dengan baik. Ia bahkan merasakan ia blank dan bingung harus memulai darimana untuk menyampaikan hasil rapat tadi kepada Pak Wahyu.

Dylan memang seberpengaruh itu terhadap kendali Kiara.

Lelaki berkacamata itu terus menatapnya lembut dengan tatapan seduh yang tidak berubah dari pertama mereka bertemu.

Kiara belum siap akan situasi ini. Ia belum siap untuk bertemu Dylan kembali. Hatinya masih kacau dan belum mampu untuk bisa terus bersama dengan Dylan.

“Karna Dylan dan Kiara sudah saling kenal. Saya tidak perlu repot memperkenalkan kalian berdua lagi.” Pak Wahyu memecah keheningan diantara Kiara dan Dylan.

Kiara tersenyum getir. Berharap ia bisa segera pergi dari tempat ini.

“Seperti yang sudah saya sampaikan di telfon dengan Kiara tadi, saya dan Dylan sudah setuju jika perusahan kita akan bekerja sama dalam investasi kali ini.”

Perkataan Pak Wahyu bagaikan petir bagi Kiara.

Tidak mungkin. Ini tidak bisa dijalankan. Tidak mungkin hal ini akan terjadi.

Ribuan kata itu terus terulang dikepala Kiara tapi ia hanya sanggup membisu. Terlalu sulit untuk mencerna hal ini dengan cepat.

“Tapi, Pak Wahyu-“ hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutnya

“Kondisi perusahaan kita akan sulit, Kiara, jika hanya kita yang maju. Investasi kali ini merupakan incaran perusahaan lainnya. Saya rasa Kiara akan paham sepenting apa investasi kali ini.” tegas Pak Wahyu kepada Kiara

Kiara menatap Pak Wahyu dengan ragu. Dan akhirnya hanya bisa mengangguk dengan pasrah. Karna ia tidak punya pilihan lain.

“Baiklah jika Kiara sudah setuju, Pak Dylan apakah tidak keberatan jika membicarakan hal lebih lanjutnya dengan Kiara saja? Karna jadwal pesawat saya sebentar lagi dan saya harus segera ke bandara.” tanya Pak Wahyu tanpa aba-aba kepada Kiara

Tentu saja Kiara terkejut. Sangat diluar ekspektasinya.

Bagaimana bisa ia dan Dylan berdua saja membicarakan hal ini?

Bagaimana mungkin ia akan sanggup?

“Tentu saja tidak Pak Wahyu, saya akan mendiskusikan hal ini lebih lanjut dengan Kiara.”

Jawaban Dylan yang enteng, membuat Kiara lebih terkejut lagi.

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Zetha Salvatore
Magnet cinta pertama itu memang sulit untuk ditepis. Semangat kerja Kiara hihi
goodnovel comment avatar
Weka
kerja bareng deh
goodnovel comment avatar
Its Me
Yah, begitulah emcng first love tuh...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status