Share

Bab 8 : Sisi Lain

Dylan melihat Kiara terus menatap sepatu itu dengan tatapan yang sulit ia artikan.

Ia menggoyang-goyangkan kakinya seakan menguji apakah sepatu ini benar-benar sesuai untuk ukuran mungil kakinya.

Benar-benar seperti anak kecil. Dylan tersenyum tanpa sadar. Ia begitu senang memperhatikan apapun yang Kiara lakukan.

Hal itu sudah menjadi kebiasaan rutinnya.

“Bagiamana suka tidak?” tanya Dylan memastikan.

Kiara mengangguk dengan antusias. Rambut bergelombangnya ikut bergerak seirama dengan anggukan kepalanya.

Astaga imut sekali, batin Dylan.

Ia benar-benar menahan seluruh indra tubuhnya agar tidak langsung memeluk gadis itu. Betapa rasa rindunya seakan meluap keluar.

Dylan senang Kiara sudah tidak terlalu mengacuhkannya. Walau Dylan tidak yakin ini akan bertahan lama.

Terlihat jelas Kiara membuat batasan diantara mereka. Tetapi hal ini wajar wanita itu lakukan mengingat bagaimana berakhirnya hubungan mereka.

Tanpa sadar ada tangan yang menarik-narik ujung jas yang Dylan kenakan yang membuat laki-laki itu tersadar dari lamunannya.

Terlihat di depannya sekarang seorang gadis kecil mungkin kisaran umur 10 tahunan sedang menatapnya dengan tatapan penuh harap. Ditangan anak kecil itu Dylan melihat ada sebuket bunga matahari yang begitu indah.

“Apakah paman ingin membeli bunga ini? Untuk kakak cantik ini.” tunjuk anak itu kearah Kiara yang balik menatapnya.

Dylan menundukkan badannya agar dapat berbicara secara leluasa dengan anak kecil itu.

“Apakah kakak ini sama cantiknya dengan bunga ini?” tanya Dylan kembali.

“Tentu saja! Kakak ini cantik seperti bunga matahariku ini.”

Perkataan polos anak kecil itu membuat Dylan tertawa. Ia cukup terhibur dengan jawaban anak itu.

“Baiklah, karna bunga ini sangat cantik bearti aku harus menghadiakannya pada orang yang sama cantiknya bukan?”

“Paman sangat tau apa yang aku maksud.” kekeh gadis kecil itu sambil mengadahkan tangannya menyerahkan langsung bunga itu ke Dylan.

Dylan langsung mengambilnya dan memberikan gadis kecil itu uang sebagai gantinya.

“Terima kasih paman, ini bahkan lebih. Tapi aku tidak punya kembaliannya untukmu. Bagaimana ini?” rintihnya membuat Dylan tersenyum.

“Ambil saja, anggap penglaris hari ini ya.”

Gadis kecil itu menatap Dylan penuh haru dan mengangguk dengan antusias.

“Kakak, pacarmu ini sangat baik!” teriaknya pada Kiara sambil berlari meninggalkan Dylan dan Kiara.

Kiara tertawa mendengar perkataannya, ia sama terhiburnya dengan Dylan. Gadis kecil itu benar-benar polos dan beranggapan bahwa Dylan dan Kiara memiliki hubungan.

Apakah terlihat seperti itu?

Tetapi Kiara menemukan sisi lain dari Dylan, ia memperlakukan gadis kecil tadi dengan begitu lembut dan hangat.

Bercanda tanpa ada rasa canggung membuat Dylan terlihat berkali-kali lipat berkarisma hingga membuat Kiara sedikit takjub.

Sisi Dylan yang lembut seperti ini sangat jarang ia tunjukkan pada siapapun. Dylan yang orang tahu adalah sosok yang tegas, kaku dan pendiam.

Berbeda sekali dengan hal yang Kiara lihat tadi.

“Ini untukmu.”

Kiara ragu untuk mengambil bunga itu tetapi ia takut tindakannya akan mengecewakan Dylan.

Tapi untuk apa ia mengkhawatirkan hal ini?

“Apa kau tidak suka?” tanya Dylan karna tidak mendapat respon dari Kiara.

Kiara akhirnya memberanikan dirinya mengambil bunga tadi tetapi ia tidak berani menatap secara langsung kearah Dylan.

Ia begitu gugup sekarang dan ia tidak ingin Dylan tau.

“Apa kau sanggup untuk berjalan lagi? Lokasinya lumayan jauh darisini.”

“Memang kita akan kemana?” tanya Kiara lagi.

“Apa kau tidak lapar? Kita belum makan daritadi.”

Kiara baru menyadari bahwa rasa tidak nyaman diperutnya daritadi adalah rasa lapar. Ia dan Dylan belum menyantap satu makanan pun dari pagi tadi.

“Tapi kenapa tidak resto disekitar sini?”

“Bukankah kau alergi seafood? Disekitar sini banyak resto seafood.”

JLEB

Jawaban Dylan membuat tubuh Kiara mematung.

Lagi.

Dylan masih ingat jika Kiara alergi seafood.

5 tahun rasanya waktu yang cukup lama untuk melupakan semua hal tentang Kiara tetapi Dylan bahkan masih bisa mengingat hal sekecil ini.

“Ayok, nanti semakin lama kita bisa mati kelaparan.” ajak Dylan sambil mengulurkan tangannya untuk mengajak Kiara pergi.

Tetapi Kiara malah mengabaikan tangan itu dan langsung berjalan mendahului Dylan.

Diabaikan lagi. Dylan kembali merasa Kiara mengacuhkannya lagi.

Dylan berjalan dibelakang Kiara mengikuti langkah kaki Kiara. Sesekali dia menatap was-was ketika wanita itu tidak sengaja seperti akan tersandung dan terjatuh.

Dylan bahkan sudah memperingatinya juga tetapi memang koridor jalan ini lumayan sempit karna banyak pedagang disekitarnya.

Tanpa pikir panjang lagi Dylan langsung menggandeng tangan Kiara dan menggengamnya erat.

“Hei!” teriak Kiara kaget.

“Kau bisa terjatuh lagi jika tidak aku genggam begini.” respon Dylan santai.

“Aku bisa sendiri. Lepaskan.” titah Kiara lagi.

“Tidak.”

Dylan semakin mengeratkan tangan meraka dan menuntun Kiara untuk berjalan disampingnya. Kiara hanya bisa pasrah dan mengikuti langkah Dylan.

Mereka berjalan berdampingan dengan tangan erat yang tergenggam.

Jantung Kiara terus berdetak dengan ritme yang ia sulit atasi. Saraf dan indra tubuhnya seakan tidak berfungsi. Fokus dan kendalinya benar-benar hilang.

Perasaan ini lagi batin Kiara.

Sepertinya perasaan aneh ini sudah lama sekali tidak bergetar di hatinya.

Tetapi kenapa dengan adanya Dylan jantung dan hati Kiara berirama dengan ritme yang sulit ia ungkapkan dengan kata.

Kenapa hanya dengan Dylan ia merasakan hal ini tidak dengan yang lain.

Bahkan setelah sekian lama, hati itu terasa terbuka kembali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status