Beranda / Urban / Menantu Kuli / V. Mengenal penghuni rumah

Share

V. Mengenal penghuni rumah

Penulis: Leva Lorich
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-02 14:25:07

Setelah pertemuan pertamanya dengan wanita galak yang belum dikenal, Willy merasa sedikit canggung. Namun, suasana mulai mencair ketika ia berkenalan dengan kepala asisten rumah tangga di rumah itu, seorang wanita bernama Bu Din.

Berusia sekitar 50 tahun, Bu Din memiliki sikap yang ramah dan keibuan. Senyumnya tulus, dan caranya berbicara membuat Willy merasa diterima. "Selamat datang, Nak Willy. Semoga kamu betah kerja di sini. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan cerita ke Bu Din, ya," ucapnya sambil menepuk bahu Willy dengan lembut.

Bu Din kemudian mengajak Willy untuk berkeliling rumah. Mereka berhenti di sebuah kamar berukuran sedang yang terletak di dekat taman belakang. “Ini kamarmu, Nak. Memang sederhana, tapi nyaman kok. Kalau butuh apa-apa, bilang saja ke saya,” ujarnya.

Kamar itu memang tidak besar, tetapi bersih dan cukup terang dengan satu jendela kecil yang menghadap ke taman. Ada sebuah tempat tidur, lemari kecil, dan meja kerja sederhana. Willy merasa bersyukur karena tidak perlu bolak-balik dari rumahnya yang jauh.

Setelah itu, Bu Din mengenalkan Willy pada semua karyawan yang bekerja di rumah besar itu.

Pertama, ada Kuma dan Lia, dua asisten memasak yang bekerja di dapur bersama Bu Din. Usia mereka sedikit di atas Willy, mungkin sekitar 25 tahun. Keduanya tampak ramah, meski Lia lebih pendiam dibandingkan Kuma yang cerewet dan suka bercanda.

“Kita bakal sering ketemu di dapur, Willy. Kalau kamu lapar, jangan malu-malu minta makan, ya!” ujar Kuma dengan tawa lepas. Lia hanya tersenyum tipis sambil mengangguk.

Kemudian ada Bu Nick, seorang wanita seusia Bu Din yang bertanggung jawab atas urusan cuci mencuci pakaian. "Kalau bajumu kotor, kasih saja ke saya. Tapi jangan lupa taruh di keranjang, jangan sembarangan," katanya dengan nada serius namun bersahabat.

Willy juga diperkenalkan pada Nira dan Sada, yang bertugas membersihkan rumah. Keduanya tampak enerjik dan bersahabat. "Semoga kamu tidak sering membuat berantakan, ya. Kalau tidak, kita yang repot," canda Sada, disambut tawa Nira.

Di bagian keamanan, ada Pak Gani dan Pak Dany, dua sekuriti yang bergantian shift. Mereka berada di usia sekitar 30-an dan tampak sangat profesional. Willy ingat bahwa salah satu dari mereka yang membawanya ke paviliun kemarin pagi.

Terakhir, ada Pak Deny, sopir keluarga yang berusia sekitar 45 tahun, seumuran dengan Pak Haldi. “Kalau kamu butuh tumpangan, bilang saja, asal tidak melanggar aturan,” katanya sambil tersenyum ramah.

Selama ini, Bu Din juga merangkap sebagai tukang kebun. Willy sempat terkejut mendengar hal itu. "Ya, saya memang suka tanaman, jadi tidak masalah. Tapi kalau kamu ada waktu luang, bisa bantu-bantu merawat taman, ya," ujarnya.

Setelah selesai berkenalan dengan para karyawan, Bu Din memberikan penjelasan tentang anggota keluarga Haldi.

“Yang paling sering kamu temui tentu Nyonya Mira, istri Pak Haldi. Dia memang sedikit galak, tapi kalau kamu kerja dengan baik, dia tidak akan macam-macam,” jelas Bu Din. Willy langsung teringat pada wanita cantik yang membentaknya tadi pagi.

“Lalu ada Nona Zalia, anak sulung. Usianya 27 tahun dan sudah menikah dengan Ricky. Mereka menjalankan butik pakaian yang cukup sukses. Tapi hati-hati, Zalia galaknya mirip ibunya,” lanjut Bu Din sambil tersenyum kecil.

“Anak kedua, Keenan, masih bujang. Umurnya 25 tahun, tapi... ya, dia agak sulit diatur. Suka mabuk-mabukan. Kalau bisa, hindari konflik dengannya,” pesan Bu Din dengan nada serius.

“Yang terakhir, si bungsu Delia. Dia seumuran kamu, Nak, 20 tahun. Anak yang baik, lembut, dan santun. Sekarang masih kuliah di Universitas Arsaka. Kalau ketemu dia, pasti kamu akan merasa nyaman,” ujar Bu Din dengan nada hangat.

Mendengar cerita tentang Delia, Willy merasa sedikit lega. Setidaknya ada seseorang yang mungkin bisa menjadi teman baik di rumah besar ini.

---

Setelah semua perkenalan selesai, Bu Din mempersilakan Willy untuk istirahat sejenak sebelum mulai bekerja. Namun, baru saja Willy duduk di kamarnya, ia dipanggil oleh Pak Haldi.

Di ruang tamu, Pak Haldi sudah menunggunya dengan ekspresi serius. “Willy, saya ada tugas untukmu. Kran air di kamar mandi saya mampet. Sebelum saya pulang sore nanti, saya ingin masalah itu sudah selesai,” katanya tanpa banyak basa-basi.

“Baik, Pak. Saya akan segera mengerjakannya,” jawab Willy dengan yakin, meski ia merasa sedikit gugup.

Pak Haldi kemudian berangkat ke kantor, meninggalkan Willy dengan tugas pertamanya. Willy segera memeriksa kondisi kamar mandi di kamar Pak Haldi. Kamar itu sangat rapi dan mewah, tetapi kran wastafelnya benar-benar mampet. Air hanya keluar sedikit meski sudah diputar habis.

"Ternyata kamu benar-benar kerja disini ya. Awas, kerja yang benar. Jangan hanya mencari gaji buta!" Mira menyambut Willy di kamar itu.

Awalnya Willy agak senang melihat Mira yang cantik dengan badan yang bagus meski sudah berusia 40 tahun. Tapi rasa simpatinya langsung luntur saat kembali mendengar ocehan pedas Mira.

"Baik, Nyonya. Akan saya perhatikan." Willy mengangguk yakin.

Willy kembali ke Bu Din untuk meminta saran. “Bu, saya butuh beberapa alat untuk memperbaiki kran. Apa saya boleh mengambil dari gudang?”

“Tentu, Nak. Semua alat ada di gudang belakang. Kalau ada yang kurang, bilang saja. Nanti saya belikan,” jawab Bu Din sambil memberikan kunci gudang.

Di gudang, Willy menemukan beberapa alat seperti kunci pas, obeng, dan tang. Dengan perlengkapan itu, ia kembali ke kamar mandi Mira dan mulai bekerja.

Di belakang Willy, terlihat Mira yang celingak-celinguk mengamati cara kerja Willy. "Hati-hati, jangan sampai patah krannya!" cicit Mira sok tahu. Willy hanya mengangguk.

Awalnya, Willy merasa yakin bahwa ia bisa menyelesaikan tugas ini dengan cepat. Tapi kenyataan berkata lain. Saat membuka bagian dalam kran, ia menemukan karat yang sudah menumpuk dan membuat aliran air terhambat. Willy harus membersihkan karat itu, tetapi alat yang tersedia tidak cukup memadai.

Ia kembali ke Bu Din untuk meminta cairan pembersih khusus. “Wah, sepertinya kita kehabisan cairan itu. Tunggu sebentar, saya telepon toko langganan untuk membelinya,” kata Bu Din.

Sambil menunggu cairan pembersih datang, Willy memanfaatkan waktu untuk merapikan alat-alat di gudang dan mempelajari cara kerja beberapa alat yang belum pernah ia gunakan sebelumnya. Ia ingin memastikan bahwa ia siap menghadapi tugas-tugas lainnya di masa depan.

Saat cairan pembersih tiba, Willy kembali bekerja. Ia membersihkan karat dengan hati-hati, memastikan tidak ada bagian yang rusak. Setelah selesai, ia merakit kembali kran tersebut dan menguji aliran air.

Air mengalir deras dan lancar. Willy tersenyum puas. Tugas pertamanya berhasil diselesaikan dengan baik.

"Lumayan juga kemampuanmu," kata-kata Mira terdengar samar, antara pujian dan remehan.

Ketika Pak Haldi pulang sore harinya, ia langsung memeriksa kamar mandi. Setelah melihat hasil kerja Willy, ia memberikan anggukan kecil. “Bagus. Lanjutkan kerja seperti ini,” katanya singkat sebelum masuk ke ruang kamarnya.

Bagi Willy, komentar singkat itu adalah sebuah penghargaan besar. Ia merasa bahwa hari pertamanya di rumah keluarga Haldi adalah awal yang baik. Meski ada banyak tantangan, ia bertekad untuk terus belajar dan memberikan yang terbaik.

Willy sejenak merenung, "Perasaanku sedikit tidak nyaman dengan Nona Zalia, Tuan Ricky, dan Tuan Keenan. Padahal belum pernah bertemu dengan mereka. Perasaan apa ini?"

###

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantu Kuli   XLV. Harta Karun

    Bab XLV: Harta KarunWilly menaiki ojek motor dengan cepat, menuju rumah warga tempat mobilnya dititipkan. Sambil menikmati hembusan angin sore yang menyapu wajahnya, ia merasa puas dengan kejadian sore tadi. Willy tak sabar ingin segera menceritakan perkelahiannya dengan anak buah Tomey kepada Delia. Ia ingin istrinya tahu bahwa pria yang selama ini mendekatinya, ternyata tak lebih dari sekedar pengecut yang hanya berani bertindak ketika memiliki banyak anak buah di sisinya.Setelah mengambil mobilnya, Willy meluncur di tengah kemacetan kota Arsaka. Langit sudah mulai gelap dan jalanan padat dengan kendaraan yang berdesakan. Ia menyalakan lampu hazard saat laju kendaraan benar-benar melambat. Tak seberapa lama waktu berjalan, ponselnya bergetar di dashboard, itu adalah panggilan masuk dari Ben Dino."Halo, Ayah?" Willy menjawab panggilan sambil tetap fokus pada lalu lintas."Nak, kamu ada di mana? Malam ini Ayah ingin mengajakmu menjenguk seorang teman lama yang sedang sakit. Ayah s

  • Menantu Kuli   XLIV. Sia-sia yang beruntung

    Bab XLIV : Sia-sia yang BeruntungWilly berdiri tepat di depan gerbang kampus Delia, memandang arlojinya dengan perasaan bangga. Jarum panjang tepat berada di angka dua belas, sementara jarum pendek menunjukkan angka lima. Ia berhasil! Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah perjalanan yang cukup menegangkan, ia dalam hati bersorak kegirangan.Namun, ekspresinya berubah seketika saat ia menyadari sesuatu. Delia tidak ada di sana. Matanya menyapu sekitar, mencari sosok istrinya, tetapi yang ia temukan hanya mahasiswa yang sibuk dengan urusan masing-masing. Dengan cepat, Willy mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Delia."Halo, Sayang. Aku sudah di kampus. Kamu di mana?"Jawaban di seberang sana membuat Willy terdiam. Delia memberitahukan bahwa ia sudah berada di rumah sejak satu jam yang lalu. Ia mengira Willy sibuk dengan urusan kafe, jadi ia memutuskan untuk pulang sendiri menggunakan taksi."Tapi Delia, bukannya kita janjian jam lima sore?" tanya Willy, mencoba memahami s

  • Menantu Kuli   XLIII. Raysa oh Raysa

    Bab XLIII: Raysa Oh RaysaDi kamar yang nyaman di rumah Ben Dino, Willy sedang duduk bersandar di tempat tidur dengan mata terpejam. Hari itu terasa melelahkan baginya. Ia menghabiskan waktu untuk berlatih mengendalikan energinya dan berpikir tentang bagaimana ia bisa membuktikan diri di hadapan keluarga Haldi. Sejenak ia beristirahat untuk mengendurkan saraf-saraf yang kaku. Namun, ketenangan yang baru saja ia rasakan mendadak terganggu oleh suara yang tiba-tiba muncul di dalam pikirannya."Willy..."Suara itu lembut dan halus, seperti suara seorang wanita yang berbicara penuh kasih sayang. Willy langsung membuka matanya lebar-lebar, jantungnya berdegup kencang. Ia melihat sekeliling kamar, memastikan bahwa ia masih sendirian."Siapa itu?!" teriaknya spontan, merasa panik dan ketakutan.“Ini aku,” ujar suara itu penuh misteri. Pikiran diri segera berkecamuk tak menentu dan mulai berpikir yang tidak-tidak."Aku adalah Raysa, asisten sistem cahaya yang bertugas mendampingimu dalam per

  • Menantu Kuli   XLII. Berpikir keras

    Bab XLII : Berpikir KerasDi kafe miliknya, Willy duduk termenung di salah satu sudut ruangan yang tenang. Aroma kopi memenuhi udara, tetapi secangkir kopi yang ada di hadapannya sudah lama menjadi dingin, tak tersentuh. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai skenario dan perhitungan. Jika ia tidak segera mengambil langkah yang tepat, hinaan dan cemoohan dari keluarga istrinya serta orang-orang yang meremehkannya akan terus membayangi hidupnya. Ia tahu dirinya harus segera bertindak.Willy bergumam pada dirinya sendiri, “Aku tidak boleh berhenti untuk berpikir dan mencari ide brilian. Hidup dan masa depanku tergantung pada bagaimana aku memikirkannya sekarang.“Di seberangnya, Wastin menatap Willy dengan penuh perhatian. Paman dari istrinya itu adalah satu-satunya orang dari keluarga Haldi yang tidak membencinya. Dengan suara tenang, ia berkata, "Kakakku, Haldi, sebenarnya memiliki hati yang baik. Hanya saja, ia terus-menerus dipengaruhi oleh Mira. Jika kau bisa membuktikan bahwa kau mampu

  • Menantu Kuli   XLI. Perubahan rencana

    [Bab XLI : Perubahan Rencana]Malam hari, di rumah Ben Dino, suasana terasa hangat meskipun topik pembicaraan cukup serius. Willy duduk berhadapan dengan Ben dan Sano, sementara Delia berada di sampingnya. Mereka membahas rencana bisnis yang selama ini telah Willy pikirkan dengan matang."Aku senang kau memiliki ambisi besar, Willy," kata Ben dengan nada bijak. "Namun, aku pikir ada baiknya kita menunda rencana perusahaan bisnis yang besar. Sebagai pemula, akan lebih baik jika kau memulai dari usaha yang lebih kecil, yang minim risiko."Sano mengangguk setuju. "Ayah benar. Aku siap mendampingimu dalam perjalanan ini, Willy. Tapi kita harus memastikan langkah yang kita ambil benar-benar matang. Jika terlalu terburu-buru, risiko kerugian akan semakin besar."Willy merenungkan kata-kata mereka. Ia sadar bahwa dirinya memang masih hijau dalam dunia bisnis. Meski memiliki dana yang cukup besar, ia tetap perlu berhati-hati agar tidak mengalami kegagalan yang bisa merugikan segalanya."Jadi

  • Menantu Kuli   XL. Mereka juga kaget

    Willy turun dari Lamborghini Centenario dengan langkah tenang, tatapan matanya lurus ke arah Delia. Pria-pria yang mengelilingi istrinya seolah tidak dihiraukannya. Ia tetap berjalan dengan penuh percaya diri hingga sampai di hadapan Delia. “Delia,” panggilnya lembut sambil meraih tangan istrinya. “Sudah selesai kuliah? Ayo kita pulang.” Delia terlihat lega melihat kehadiran Willy. Ia mengangguk dan mendekat ke arahnya, tanpa memperhatikan ekspresi Tomey yang berubah drastis. Tomey, yang tampak terkejut melihat keakraban Willy dan Delia, segera menyadari apa yang terjadi. “Hei, tunggu dulu. Kau siapa berani-beraninya mencampuri urusanku dengan Delia? Bukankah kau hanya kuli di rumah Delia?” tanya Tomey dengan nada penuh rasa tidak suka. Willy menatap Tomey dengan santun tetapi tegas. “Saya suaminya. Jadi, tolong jangan ganggu Delia lagi.” Pernyataan itu membuat Tomey terdiam sejenak. Wajahnya berubah masam, lalu dengan nada penuh ejekan ia tertawa kecil. “Suaminya? Jangan be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status