“Cek bahan masakan di kulkas. Kalau habis, kau beli sana ke supermarket!” tambahnya lagi.
Mendengar itu, wajah Kevin mengeras. Namun, dia segera menormalkan ekspresinya kala mengingat dirinya butuh bukti lebih banyak lagi agar bisa menyelamatkan Zara dan mengajaknya pergi dari Kota Victoire.“Baik Ma,” jawab Kevin.Melihat perlakuan sang ibu, Zara terdiam.Entah mengapa, hatinya selalu sakit setiap kali kedua orang tuanya selalu menghina Kevin.“Ma, biarkan Zara nanti pesan makanan di restoran langganan kita,” ucapnya, “biarkan Kevin istirahat dulu, dia–” “Sudahlah Zara! Jangan kau bela dia terus!” potong Galen sinis, “kalau dia berani pulang lagi ke rumah ini dan tetap menjadi gembel, biarkan dia menjadi manusia yang sedikit berguna!”Tangan Kevin lantas mengepal di samping tubuhnya saat sang papa mertua mengatakan kalimat menyakitkan itu. Dia berjanji akan membuat mereka menyesali semua permainannya selama ini.“Tidak apa, Zara. Tadi, aku sudah beristirahat kok di kereta saat perjalanan menuju ke rumah. Sekarang, aku ganti pakaian dulu lalu akan pergi ke supermarket untuk membeli bahan masakan yang kurang,” ucap Kevin cepat.Zara hanya bisa menghela napas. Dia lelah karena sang suami selalu direndahkan, tapi Kevin sendiri seakan membiarkan dirinya direndahkan di rumah ini.“Ya sudah. Ganti dulu pakaianmu, aku akan menemanimu ke supermarket,” jawab Zara akhirnya.Kevin pun tersenyum dan langsung menuju ke dalam kamarnya. Kali ini, dia harus menggunakan pakaian yang lebih layak, sebab di luar sana pastinya banyak orang yang mengenali Zara.Meski masih menyembunyikan identitas, Kevin tak ingin mempermalukan istrinya. Setelah rapi dan sedikit wangi, pria itu kembali ke lantai bawah untuk memeriksa bahan masakan yang ada di dapur.Hanya saja, saat melewati ruang tengah terdengar suara Jenni sang adik ipar yang membuat Kevin tersenyum kecut.“Ini bau parfummu Kak? Seperti bau orang meninggal, sangat menyengat sekali,” ucapnya menghina.“Jenni!” tegur Zara.“Memang benar kok begitu,” jawabnya tak mau kalah.Sementara itu, Kevin hanya diam. Dia sama sekali tak tersinggung karena memang parfum yang dia pakai bukan merk terkenal.Namun, Zara sepertinya kehilangan emosi. Dia tampak marah dan menarik tangan Kevin erat dan berlalu dari sana.*****“Ini aku sudah catat semua bahan yang harus dibeli. Mumpung masih ada waktu, bagaimana kalau kita belanja di Mall?”Begitu di mobil, Zara memberi ide pada suaminya. Dia sama sekali tak pernah malu jalan dengan Kevin. Toh, baginya, sang suami cukup tampan dan memiliki bentuk badan yang bagus.Hanya saja, dia kurang beruntung di bidang keuangan sehingga selalu saja mendapat hinaan di keluarga Johanes.“Baiklah Tuan putri,” jawab Kevin.Zara mendengus.Melihat itu, Kevin menahan senyum.Dia sangat merindukan Zara. Untungnya, Kevin sudah mengambil cuti selama dua minggu. Jadi, dia punya waktu lebih untuk menghabiskan harinya bersama Zara. Kevin pun menginjak pedal gas lalu melajukan mobilnya menuju ke dalam Mall. Tak lupa keduanya memakai topi dan masker mulut untuk menghindari orang mengenal Zara sebagai artis terlaris dan termahal tahun ini.“Kau sebenarnya kerja di mana?” tanya Zara tiba-tiba.“Di Kota West Country sebagai bodyguard,” ucap Kevin–berbohong.“Bodyguard?” Zara terdiam sebelum menoleh ke arah Kevin. “Bagaimana jika kamu menjadi bodyguard-ku saja?”Bersamaan dengan itu, Kevin menoleh ke arah sang istri. Perempuan itu memang belum terang-terangan menerimanya.Terbukti, Kevin bahkan belum menyentuh Zara setelah penolakan perempuan itu di malam pertama mereka.Namun, Kevin dapat merasakan Zara tetap mengakuinya sebagai suami meski Kevin tak pernah menjelaskan detail pekerjaannya.Tin!Tatapan keduanya harus terputus karena Kevin kembali fokus menatap ke arah depan karena harus fokus mengemudi.“Aku sebenarnya ingin menjagamu 24 jam, tapi aku tidak enak kalau harus berhenti dari atasanku sekarang,” jawab Kevin sembari menyetir, “aku janji akan mencarikan kau pengawal yang bisa melindungimu di luar rumah dan aku yang akan membayar gajinya.” Zara mengerutkan kening bingung. “Memangnya kau punya uang untuk membayarnya?”Sejujurnya, dia hanya ingin suaminya semakin diterima di keluarga Johanes. Dengan Kevin terus pergi berbulan-bulan, lalu kembali tanpa membawa apapun tentu membuatnya semakin dihina.Zara bahkan sudah memikirkan untuk membuatkan bisnis bagi suaminya. Mungkin, dia bisa membantu Kevin mendirikan perusahaan keamanan?Tanpa disadari, mobil mereka pun tiba di Mall terbesar di Kota Victoire.Kevin pun menyerahkan kunci pada petugas valet, sebelum dia dan sang istri masuk ke dalam Mall.“Kita ke lantai atas dulu ya, aku ingin beli sesuatu,” ucap Zara akhirnya.Kevin membalas dengan anggukan. Mereka lantas menuju ke lantai tiga di Mall itu dan masuk ke salah satu butik yang ada di sana. Zara sibuk memilih tas, baju, dan sepatu. Melihat itu, Kevin pun diam-diam menghubungi Dimas.[ Aku dan istriku sedang di Mall di butik berlogo huruf H. Tolong suruh petugas butik menyiapkan semua seri dan semua warna dari yang dibeli istriku. Oh iya, nanti aku ingin pergi ke toko ponsel, siapkan produk terbaru dan terbaik. ]Tanpa menunggu balasan, Kevin mematikan ponselnya dan memasukannya kembali ke saku celananya. Dia yakin sang bawahan mampu menjalankan tugasnya dengan baik.“Ayo kita ke kasir,” ajak Zara yang tampaknya sudah selesai berbelanja.Kevin pun mengangguk dan mengambil alih kantong yang berisi belanjaan wanita itu.Hanya saja, kasir yang sudah menerima perintah dari Kevin–mendadak mengambil alih belanjaan Zara, lalu memintanya untuk menunggu di ruang tunggu khusus.“VIP? Kenapa kita dibawa ke sini?” tanya Zara bingung.Sejujurnya, dia belum pernah diperlakukan sebaik ini setiap datang ke butik yang selalu ramai pengunjung meski sudah menjadi artis termahal tahun ini.“Apa ini tidak salah?”Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m
Malam itu, Kevin duduk di balkon kamarnya bersama istri tercinta, setelah berhasil menidurkan kedua anak kembarnya yang lucu. Rencana yang akan dibahas adalah mengenai persiapan pernikahan Dimas dan Dinda, keduanya yang telah lama diincar oleh hati Kevin untuk dipertemukan. Kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaan bagi Kevin. Tidak hanya sebagai asisten pribadi yang sudah seperti keluarga, tetapi juga sahabat yang selalu setia menemani Kevin dalam suka duka. Diiringi malam yang tenang, ia menggenggam tangan istri dan berbicara dengan tulus dari lubuk hatinya. Kevin ingin meminta izin untuk memberikan biaya pernikahan untuk Dimas dan Dinda. Bagaimanapun, Dimas telah memberikan begitu banyak hal dalam hidup mereka dan tentunya Kevin sangat berharap sang istri tidak keberatan dengan keputusannya.Tentu saja tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Kevin selain melihat orang-orang di sekitarnya bahagia. Karena ia tahu betul bahwa Dinda telah mencuri hati Dimas sejak pertama kali bertemu
Satu Tahun kemudianHubungan Dimas dan Dinda semakin menemukan titik kebahagiaan mereka benar-benar tak menyangka akhirnya bisa sampai di titik ini. Malam ini Dimas mengajak Dinda untuk makan malam bersama. Jujur ada desir hangat mengalir dalam darah dinda."Dinda, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” ucap Dimas gugup. Demi apapun Dimas tak pernah sebelumnya merasa segugup ini."Apa itu, Dimas? Jangan membuatku gugugp deh,” jawab Dinada penuh rasa penasaran Dinda berharap Dimas menyatakan cinta padanya, sudah sejak lama Dinda menunggu ungkapan cinta dari lelaki yang terkenal dingin ini namun tak kunjung terjadi juga.“Hmmmm,” Dimas berdehem gugup. "Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu membuat setiap hari menjadi lebih cerah dan berarti bagiku. Aku mencintaimu, Dinda, dengan segenap hatiku."Dinta membelalak mendengar ungkapan cinta dari pria kutub utara ini. Benarkah ini? Atau aku hanya bermimpi? ... Aku juga mencintaimu. Kamu adalah sumber kebahagiaanku,” sayangny
Sementara itu di sebuah restoran mewah Kevin sengaja meminta istrinya untuk datang ke restoran hari ini.Dia mengajak sang istri untuk makan siang bersama, senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita yang ia cintai sudah tiba di hadapannya.“Wah, kau cantik sekali, Sayang," ucap Kevin dengan nada rayuan, memandangi sang istri yang berdandan cantik. Wanita itu mencebik, merasa gusar dengan cara suaminya memujinya. "Memangnya selama ini aku tidak cantik, Sayang?" tanya sang istri, menegaskan kalimatnya. Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum geli. "Tentu saja cantik. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istriku," jawabnya dengan hati-hati. "Ayo sayang, kita makan siang dulu. Aku sudah pesan makanan kesukaanmu," ajaknya seraya menunjuk hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan. Kevin menggenggam tangan sang istri, tatapannya lembut dan sayang. "Sesekali kita perlu menghabiskan waktu berdua saja, Sayang. Semoga di waktu yang akan datang, kita bisa leb