Share

Bab 5

Penulis: Beatarisa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-14 00:43:30

Setelah Tiffany selesai menelepon kedua orang tuanya, ia kembali ke ruang tamu tempat Tommy duduk sambil merapikan rambutnya di depan cermin kecil yang tergantung di dinding.

“Apakah Ayah dan Ibu sudah setuju?” tanya Tommy sambil berbalik.

Tiffany mengangguk. “Ya, mereka setuju. Bahkan katanya mereka sudah bersiap-siap dan akan segera berangkat.”

Tommy tersenyum lega. “Baiklah, aku juga akan bersiap.”

Tak butuh waktu lama, pasangan muda itu berjalan kaki menuju restoran sederhana yang hanya berjarak tiga blok dari rumah. Restoran itu kecil, bergaya Asia klasik, dengan lampu-lampu gantung dari anyaman bambu dan aroma rempah-rempah yang menggoda indera penciuman. Tepat ketika mereka tiba, tampak Gerald dan Nathalia juga baru turun dari taksi dan berjalan memasuki restoran.

Setelah saling menyapa singkat, mereka memilih meja di pojok ruangan yang agak tenang. Seorang pelayan datang dan mereka memesan beberapa menu masakan Asia seperti ayam teriyaki, udon kuah pedas, serta tumis sayuran ala oriental. Setelah semua duduk dan minuman dihidangkan, Tiffany membuka percakapan dengan tenang, namun tegas.

“Ayah, Ibu... ada beberapa hal yang ingin aku dan Tommy sampaikan malam ini.”

Gerald mengangkat alis sedikit, sementara Nathalia menatap tajam seolah sudah curiga. Tiffany melanjutkan, “Pertama... Tommy sudah diterima bekerja di Bright Company sebagai office boy. Ia akan mulai besok pagi.”

Hening sejenak menyelimuti meja. Denting gelas dari meja sebelah terdengar jelas, begitu juga suara musik lembut dari pengeras suara restoran.

Nathalia langsung menoleh tajam ke arah Tommy dengan ekspresi penuh kekecewaan. “Tommy, kamu benar-benar tidak berguna,” katanya dingin dan menyakitkan. “Bagaimana bisa kamu melamar pekerjaan sebagai tukang bersih-bersih? Keluarga Lewis cukup terpandang di kota ini. Sudah cukup kamu sebagai menantu yang tidak punya apa-apa—jangan tambahkan aib lagi ke reputasi keluarga ini.”

Wajah Tommy memucat. Tangannya yang memegang sumpit gemetar sedikit, tapi ia mencoba tetap tenang. Ia menjawab perlahan, “Tapi, Bu... aku hanya ingin membantu. Aku ingin menghasilkan uang sendiri untuk membantu kebutuhan rumah tangga. Daripada hanya duduk di rumah dan menjadi beban, bukankah lebih baik aku melakukan sesuatu?”

Nathalia mencibir. “Kalau begitu, setidaknya carilah pekerjaan yang tidak memalukan! Menjadi office boy? Apa kamu tidak punya harga diri? Lihatlah suamiku! Meski aku anggap dia tak berguna, setidaknya dia tidak membersihkan toilet orang lain untuk mencari makan!”

Mendengar itu, Gerald yang sejak tadi diam mulai angkat suara. Ia menatap Nathalia dengan sorot mata marah yang jarang terlihat.

“Cukup, Nathalia!” katanya tegas. “Jaga bicaramu. Aku pernah menghasilkan satu juta dollar dari satu penjualan barang antikku. Dan hari ini, aku baru saja menjual guci porselen dari Dinasti Tang senilai tujuh ratus ribu dollar! Jadi berhenti mempermalukan orang hanya karena pekerjaan mereka.”

Namun Nathalia tak mundur. Ia menatap Gerald penuh amarah dan merendahkan. “Kalau kamu memang sehebat itu hasilkan lebih banyak setiap hari,atau lebih baik kamu minta ibumu menyerahkan posisi direktur perusahaan keluarga padamu, bukan malah menjual ‘sampah berdebu’ itu setiap hari!”

Suasana meja makan menjadi tegang. Para pengunjung lain mulai melirik ke arah mereka. Pelayan pun terlihat ragu-ragu ingin mendekat untuk menghidangkan makanan.

Tiffany menarik napas panjang. Suaranya sedikit bergetar ketika akhirnya ia angkat bicara. “Sudah... Ayah, Ibu... tolong hentikan perdebatan ini. Kita datang ke sini untuk makan malam bersama. Tommy punya niat baik. Dia berusaha, dia mau berubah. Harusnya itu cukup untuk membuat kita bangga, bukan justru mempermalukannya.”

Semua terdiam. Hanya suara musik instrumental yang terus mengalun.

Tommy menunduk. Hatinya perih, namun ia menahan semua emosi itu di dalam. Ia tahu, hidup dalam keluarga ini tak pernah mudah. Tapi ia juga tahu, hari ini adalah langkah kecil pertamanya menuju harga diri yang selama ini dikikis oleh pandangan rendah orang-orang.

****

Tiffany menyesap teh hijaunya perlahan, lalu meletakkan cangkir ke atas tatakan porselen sebelum melanjutkan.

“Aku harap... apa pun pekerjaan Tommy, itu bukan masalah bagi kita semua. Lagi pula, ini adalah pekerjaan pertamanya sejak menikah denganku dan bergabung ke dalam keluarga Lewis. Bahkan... kakek sendiri yang dulu melarang Tommy untuk bekerja. Kita semua tahu itu.”

Tommy menunduk sebentar, mengingat kembali masa-masa awal pernikahannya, ketika dia mulai bertemu dengan Albert, yang tidak lain adalah kepala keluarga Lewis atau kakeknya Tiffany, orang yang benar-benar menatap matanya dengan penuh hormat tanpa alasan apapun yang Tommy ketahui.

Tiffany melanjutkan, kali ini suaranya sedikit lebih formal. “Berita kedua yang ingin kusampaikan adalah... hari ini dalam rapat perusahaan, kami membahas ulang tahun nenek,Nyonya Lewis yang ke 65, yang akan dirayakan lusa. Nenek ingin mengadakan pesta di vila keluarga Lewis yang ada di perbukitan timur. Bukan sekadar pesta keluarga, tapi juga pertemuan bisnis. Nenek juga mengundang semua mitra dan rekan serta semua pengusaha di Levin.”

Gerald langsung mengangkat kepala, mengerutkan alisnya. “Ah, aku bahkan lupa kalau ibuku ulang tahun lusa…” katanya pelan, hampir merasa bersalah. “Kalau begitu, besok aku akan membeli kado yang pantas untuknya.”

Nathalia, yang sejak tadi sudah terlihat lelah dengan topik ini, menyela dengan sinis, “Apa yang ingin kamu hadiahkan, Gerald? Kau tahu sendiri ibumu hanya menyukai barang-barang mahal. Dia wanita tua yang matre—mata duitan sejak muda. Hadiah murah pasti langsung di buang.”

Gerald menghela napas, lalu menatap Nathalia dengan sorot yang sudah terlalu sering terpendam. “Lalu... apa bedanya ibuku denganmu?” katanya dengan nada tenang namun tajam. “Bukankah kalian berdua sama saja? Menghitung uang seperti menghitung napas. Bedanya... dia tidak pernah menyebut dirinya 'bijak' dalam mengelola uang keluarga.”

Nathalia menegang. Matanya melebar sejenak, namun ia tak tinggal diam. “Gerald! Jaga bicaramu! Aku menjaga keuangan keluarga ini dengan baik. Kalau bukan karena aku, kalian semua sudah memboroskan seluruh uang keluarga hanya untuk hal-hal tidak penting!”

Gerald menyandarkan tubuh ke kursi dan tertawa kecil, pahit. “Omong kosong! Kami bahkan tidak pernah tahu ke mana uang itu mengalir. Yang kami tahu setiap bulan kami menyerahkan uang padamu,dan kamu ke salon setiap minggu. Belanja baju, perawatan wajah, dan menghabiskan waktu bermain kartu bersama teman-temanmu sepanjang hari. Itu yang disebut manajemen keuangan?”

Suasana kembali memanas. Para pengunjung restoran di meja sekitar mulai melirik dengan rasa tidak nyaman. Bahkan pelayan yang hendak mengantarkan makanan mereka terlihat ragu untuk mendekat.

Di tengah percakapan yang mulai bergeser menjadi pertengkaran, Tiffany dan Tommy saling memandang—mata mereka saling bertemu, dan keduanya serempak memijat pelipis masing-masing. Ini bukan pertama kalinya orang tua mereka berdebat seperti ini. Bahkan, mungkin ini sudah menjadi semacam tradisi dalam keluarga.

Tommy berbisik pada istrinya, “Mereka seperti tikus dan kucing.”

Tiffany hanya mengangguk pelan dan berkata lirih, “Atau dua kucing tua yang tak pernah mau kalah satu sama lain.”

Namun sebelum percakapan bisa semakin panas, pelayan akhirnya datang membawa makanan ke meja. Aroma ayam teriyaki dan udon pedas menyebar, seakan mencoba menjadi penengah di antara dua kubu yang saling menyerang.

Gerald mengambil sumpitnya dan bergumam, “Yah... setidaknya kita masih bisa menikmati makan malam yang layak. Walaupun diselingi pertempuran kecil.”

Nathalia tidak menjawab. Ia hanya mengangkat alisnya tinggi dan mengambil sayuran dari piring saji, seolah mengabaikan semua komentar sebelumnya.

Namun ketegangan itu tidak akan benar-benar mereda. Karena memang beginilah kebiasaan kedua mertuanya. Bahakan hal kecil bisa jadi masalah besar yang berlarut-larut hingga berminggu-minggu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantu Paling Luar Biasa   Bab 17

    Justru itu," jawab Tuan Lewis, matanya berkilat penuh makna, seolah tahu rahasia alam semesta. "Mereka semua hanya melihat uang dan koneksi, hanya peduli pada status dan keuntungan pribadi. Aku ingin seseorang yang berbeda untuk Tiffany. Seseorang yang kakinya menjejak tanah, yang tahu arti kerja keras, yang tidak akan pernah meninggalkannya dalam kesulitan. Aku ingin seorang suami yang bisa melindungi Tiffany, bukan hanya memanfaatkan nama keluarganya. Dan aku percaya, itu adalah dirimu, Tommy. Aku punya firasat kuat tentang dirimu." Tuan Lewis kemudian mendorong sebuah amplop tebal di atas meja. "Di dalamnya ada semua dokumen dan persiapan yang kau butuhkan. Pernikahan akan dilangsungkan minggu depan. Aku sudah mengatur semuanya. Tiffany akan menyetujuinya, aku yakin dia akan memahami keputusanku." Tommy memegang amplop itu, tangannya sedikit gemetar. Beratnya amplop itu terasa seperti beratnya nasib yang kini berada di tang

  • Menantu Paling Luar Biasa   Bab 16

    Setelah panggilan singkat namun penuh instruksi kepada Zhuxin Wang, Tommy merasakan beban di pundaknya sedikit terangkat. Permainan telah dimulai, bidak-bidak catur sudah digerakkan. Namun, di balik semua intrik bisnis dan strategi rahasia yang rumit, ada hal lain yang jauh lebih penting baginya. Tiga hari ke depan adalah hari istimewa: ulang tahun pernikahan ketiga Tommy dan Tiffany. Dia melirik jam dinding, pukul sepuluh pagi. Masih ada waktu sebelum Tiffany pulang. Dengan senyum tipis yang jarang ia tunjukkan di hadapan orang lain, Tommy meraih ponselnya lagi—bukan untuk urusan bisnis, melainkan untuk memesan taksi daring. Tujuannya adalah toko perhiasan ternama di pusat kota, sebuah tempat yang tak pernah ia sangka akan ia datangi. Di perjalanan, saat taksi melaju membelah ramainya jalanan kota Levin, pikiran Tommy melayang jauh. Jendela mobil membiarkan pemandangan gedung-gedung tinggi, pusat perbelanjaan yang ramai, dan hiruk pikuk kot

  • Menantu Paling Luar Biasa   Bab 15

    Keesokan paginya, rutinitas yang membosankan dan penuh hinaan kembali terulang di kediaman rumah yang terletak di pinggir kota Levin itu. Jarum jam baru menunjukkan pukul tujuh, namun Tommy sudah berada di dapur, seperti biasa. Aroma kopi arabika yang baru digiling dan roti panggang yang renyah menyebar, seharusnya menciptakan suasana hangat yang nyaman, namun di rumah keluarga Lewis, kehangatan semacam itu adalah kemewahan yang langka. Di meja makan, piring-piring porselen putih sudah tertata rapi, siap menyambut anggota keluarga lainnya. Tiffany, yang pertama muncul keluar dari pintu kamarnya, wajahnya masih memancarkan kelelahan sisa badai rapat kemarin. Ia mengenakan setelan kantor berwarna krem yang rapi, namun sorot matanya yang sayu tak bisa menyembunyikan beban pikirannya. Ia mengambil tempat duduk, secangkir teh hijau hangat di tangannya, berusaha mengumpulkan sedikit kekuatan untuk menghadapi hari yang panjang di Lewis C

  • Menantu Paling Luar Biasa   Bab 14

    Keesokan paginya, tepat pukul delapan, udara di lantai tertinggi kantor pusat Lewis Company terasa membeku. Bukan karena pendingin ruangan yang berlebihan, melainkan ketegangan yang merayap di antara para petinggi. Semua kepala divisi, dari keuangan yang kaku hingga pemasaran yang flamboyan, telah berkumpul di ruang rapat utama. Panggilan darurat itu datang langsung dari Nyonya Martha Lewis, sang matriark keluarga, wanita tua dengan cengkeraman baja yang tak terbantahkan atas perusahaan. Begitu pintu mahoni itu tertutup dengan suara klik yang mematikan, dan setiap kursi terisi, suara ketukan pelan tongkat kayu Nyonya Lewis menggema. Wanita itu berdiri tegak di depan layar proyektor raksasa, setelan biru gelapnya memancarkan aura kekuasaan yang tak bisa diganggu gugat. Raut wajahnya kaku, matanya tajam. "Aku mengumpulkan kalian semua pagi ini bukan tanpa alasan," ucapnya, suaranya dingin dan menusuk. "Ada sesuatu yang sangat besar… dan me

  • Menantu Paling Luar Biasa   Bab 13

    Setelah diskusi panjang seputar struktur internal dan arah bisnis Jowstone Group, Tommy memandang ke luar jendela. Langit kota Levin tampak mulai mendung, awan kelabu perlahan menggulung, membawa hawa sejuk yang menusuk masuk melalui celah kaca besar ruangan direktur utama. Suasana ruangan itu sempat hening. Tommy menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membuka suara. "Aku ingin kamu yang menangani perusahaan ini, Nona Zhuxin," ucapnya tenang namun penuh ketegasan. "Aku tidak punya cukup waktu untuk datang ke kantor setiap hari. Kirimkan laporan harian kepadaku secara rutin, dan aku akan meninjaunya di waktu senggang." Zhuxin Wang mengangguk pelan, tetap menunjukkan wajah profesional yang anggun. “Baik, Tuan Muda. Saya akan pastikan semua berjalan sesuai arahan Anda,” ucapnya tegas namun sopan. Tommy menoleh ke arahnya, suara dan ekspresinya mulai lebih serius. “Dan satu hal lagi. Aku ingin identitasku dirahasiakan. Jangan biarkan siapa pun tahu siapa pemilik sebenarnya dari J

  • Menantu Paling Luar Biasa   Bab 12

    Pagi yang cerah menyelimuti pusat kota Levin. Langit biru bersih terbentang di atas gedung-gedung tinggi, dan lalu lintas mulai menggeliat dengan ritme sibuk khas kota besar. Di dalam taksi yang meluncur menyusuri jalanan utama, Tiffany duduk di sebelah Tommy dengan raut wajah yang tenang. Mereka tak banyak bicara selama perjalanan, hanya membiarkan suasana pagi menemani pikiran masing-masing. “Kamu ingin turun di mana, Tom?” tanya Tiffany dengan lembut, memecah keheningan saat taksi mulai memasuki kawasan pusat kota. Tommy menoleh ke arah jendela, lalu menjawab pelan, “Aku turun di taman pusat kota saja.” Tiffany menatapnya sejenak, heran. “Kamu mau ke taman?” “Aku ingin mencari pekerjaan hari ini,bukankah aku mendapatkan tawaran sebagai office boy kemarin?” jawab Tommy, suaranya tegas namun tetap tenang. “Aku ingin mulai berkontribusi untuk keuangan keluarga kita. Sudah terlalu lama aku jadi beban.” Tiffany mengangguk. Meskipun tahu betul beban yang Tommy pikul tidak ringa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status