Share

Bab 3. MEMBAYAR HUTANG DENGAN MUDAH

Bab 3. MEMBAYAR HUTANG DENGAN MUDAH

“Mmm… benar saya berhutang dua milyar kepada tuan Parijo itu sebelumnya?”

“Dua milyar, baiklah biar saya lunasi dulu hutangnya biar brengsek itu tidak menggonggong dan mengganggu kita.”

Setelah berkata, Darko segera berbalik dan perlahan berjalan ke arah ketua Rentenir yang sedang berdiri sambil memegangi wajahnya yang bengkak seperti balon.

Sementara itu ketua Rentenir yang melihat Darko berjalan ke arahnya, tanpa sadar dia juga berjalan mundur untuk menjauhi Darko.

Kekejaman dan kekuatan Darko yang sudah menamparnya tanpa terlihat dan menendang kedua anak buahnya hingga terlempar sejauh sepuluh meter telah membuat hatinya menciut.

“Apa… apa yang akan kamu lakukan?”

Dengan suara tergagap, ketua Rentenir berkata sambil memandang ke arah Darko dengan panik.

“Berapa hutang istri saya?”

“Hutang?”

Ketua Rentenir menatap Darko dengan tatapan dipenuhi rasa tidak percaya.

“Iya, berapa hutang istri saya?”

“Empat milyar.”

Ketua Rentenir menjawab pertanyaan Darko dengan suara mantap.

Mendengar jawaban ketua Rentenir tentu saja kedua alis Darko bertaut, dia menatap ketua Rentenir dan Angeline yang sedang berdiri di kejauhan dengan bingung.

Bukankah kata Angeline hutangnya sebesar dua milyar, kenapa sekarang menjadi empat milyar.

“Apa tidak salah jumlah yang kamu katakan? Coba ingat-ingat lagi berapa hutang istri saya?”

Darko menatap ketua Rentenir dengan tatapan tajam.

Ditatap oleh sepasang mata Darko yang selayaknya mata harimau buas, seketika perasaan ketua Rentenir diliputi rasa takut yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata.

“Sebenarnya hutangnya hanya dua milyar, akan tetapi Angelina sudah menunggak selama dua tahun sehingga ditambah bunga sekarang menjadi empat milyar.”

Ketua Rentenir berkata sambil menatap kearah Darko dengan tatapan waspada.

Mendengar perkataan ketua Rentenir, seketika Darko tahu permasalahannya. Mana mungkin orang yang memberi hutang tidak meminta bunga dari pinjaman yang mereka berikan.

Kemudian tanpa banyak cakap, Darko segera menanyakan rekening Bank ketua Rentenir.

“Berapa nomor rekening kamu?”

Darko berkata setelah mengambil ponselnya yang berada di saku celananya.

Ketua Rentenir hanya terdiam seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Darko, dia menatapnya dengan tatapan curiga.

“Cepat sebutkan nomor rekening Bank kamu, mau saya bayar apa tidak hutangnya?!”

Darko mulai kesal melihat sikap ketua Rentenir yang menatapnya dengan wajah bingung.

Setelah mendengar suara Darko yang menghardiknya, seketika ketua Rentenir tersadar.

Kemudian ketua Rentenir mengambil ponselnya dan menunjukkan nomor rekening Banknya.

Darko segera memindai kode QR milik ketua Rentenir, sekali klik dana empat milyar langsung masuk secara online ke rekening Bank ketua Rentenir.

“Sudah, hutang istri saya sudah lunas. Saya ingatkan, kamu jangan sekali-kali berani macam-macam dan berniat buruk terhadap istri saya kalau nyawa kamu ingin tetap berada di tubuhmu.”

Darko memberi pesan dengan nada dingin, ekspresi wajahnya juga seperti es saat menatap ketua Rentenir.

Setelah mengingatkan ketua Rentenir, Darko segera berbalik dan berjalan ke arah Faizi dan Angeline kemudian dia tersenyum cerah seakan apa yang terjadi barusan hanyalah angin lalu saja.

“Mari kita masuk, ayah kangen sama Izi. Anak ayah ternyata sudah besar, terimakasih Izi sudah jaga ibu dengan baik.”

Darko berkata sambil menggendong Faizi, saat mereka masuk kedalam rumah reot yang di sewa Angeline.

Sementara itu di dalam rumah reot yang di sewa Angeline, terlihat dua orang paruh baya yang terlihat lebih tua dari usia sebenarnya.

Kedua orang paruh baya itu adalah Rossa dan Abimanyu, kedua orang tua Angeline.

Setelah perusahaan Angeline Diamond bangkrut, kehidupan keluarga mereka langsung berubah seratus delapan puluh derajat.

Semua kemudahan dan berbisnis seketika menghilang, saat Darko dan orang-orang kepercayaannya ditarik kembali ke militer.

Mereka dipanggil untuk melindungi negara dari serangan pemberontak, penghianat negara yang dilatih oleh militer negara persekutuan Godriel di wilayah timur Nusantara.

“Nenek… kakek… lihat siapa yang sedang bersama Izi?!”

Begitu memasuki rumah, Faizi langsung berteriak memanggil Rossa dan Angeline yang sedang duduk di sofa lapuk dengan ekspresi ketakutan.

Sebelumnya mereka berdua juga tahu akan kedatangan ketua Rentenir dan anak buahnya yang menagih hutang Angeline.

Mereka berdua yang dulunya sangat garang dan pemberani kini sudah berubah seperti anjing yang hanya bisa menyembunyikan ekornya.

Memang kekayaan akan membuat seseorang menjadi arogan serta pemberani, sedangkan pada saat miskin dan tidak punya apapun yang bisa di banggakan, maka secara otomatis sikap mereka akan berubah.

Begitu mendengar teriakan Faizi, seketika Rossa dan Abimanyu memandang kearah pintu.

Seketika tubuh mereka bergetar tanpa di sadari, sedangkan mata mereka seakan mau keluar dari rongga matanya.

“Darko…”

Tenggorokan Rossa seakan tercekik ketika menyebut nama Darko, dia seakan melihat hantu di siang hari bolong.

“Darko…”

Demikian juga dengan Abimanyu, dia juga menatap kearah Darko dengan perasaan tidak percaya.

Mereka berdua sebelumnya sudah pasrah dan tidak pernah mengharapkan menantu mereka ini bisa kembali hidup-hidup setelah pergi berperang selama lima tahun di garis depan.

Bahkan sebelumnya Rossa dan Abimanyu sudah berulang kali menyuruh Angeline untuk menikah lagi agar kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Akan tetapi bujukan serta paksaan orang tuanya yang menyuruh Angeline untuk menikah lagi selalu di tolak oleh Angeline.

Bagaimanapun juga sifat dan sikap Angeline sangat kukuh menjaga cinta dan kepercayaannya terhadap Darko.

“Ayah, ibu.”

Darko segera menghampiri Rossa serta Angeline serta menjabat tangan mereka berdua sambil mencium punggung tangan mereka berdua sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang dihormati.

“Ka… ka… kamu masih hidup…?”

Rossa masih tidak percaya kalau menantunya masih bisa kembali hidup-hidup setelah menghilang selama lima tahun dari medan perang.

“Iya bu, Alhamdulillah Alloh masih menjaga Darko, hingga sampai sekarang masih diberi keselamatan.”

Darko membalas perkataan Rossa sambil tersenyum, kemudian dia duduk di sofa lusuh yang sedang diduduki kedua mertuanya.

Darko sangat miris melihat keadaan rumah reot yang di sewa istrinya, dia merasa sangat bersalah telah membuat istri dan anaknya hidup menderita.

“Kalau kamu masih hidup, kenapa kamu tidak pernah menghubungi Angeline? Apa kamu tahu kalau Angeline berulang kali menghubungi kamu tapi ponselmu selalu mati?”

Mendengar ucapan Rossa, Darko hanya bisa menatap Angeline dengan tatapan penuh dengan permohonan maaf.

Darko tidak bisa berkata apa-apa, dia merasa bingung untuk menjawab pertanyaan Rossa.

Sebenarnya ini jawaban yang mudah jika Darko bisa mengatakan apa adanya.

Jika dia tidak bisa menghubungi Angeline dikarenakan situasi di medan perang benar-benar membutuhkan kondisi khusus, yang mengharuskan para prajurit melupakan urusan keluarga mereka.

Melihat tatapan Darko yang seakan meminta bantuan dirinya untuk menjawab pertanyaan Rossa, seketika Angeline tahu apa yang diinginkan suaminya ini.

“Bu, sepertinya tidak pantas ibu menanyakan hal ini. Ibu juga tahu sendiri dan mengikuti berita di televisi situasi pertempuran di wilayah timur. Karena hal inilah kak Darko tidak ada waktu untuk mengabari kita.”

“Ibu tahu, tapi masa tidak ada waktu untuk menelpon kamu barang semenit.”

Rossa seakan tidak mau disalahkan atas pertanyaannya kepada Darko.

Tentu saja Rossa sangat kesal dengan Darko, karena sejak menantunya ini dipanggil Kaisar, sejak saat itu pula Darko pergi tanpa kabar sedikitpun.

“Sudahlah bu, kita tidak perlu membahas hal ini lagi. Yang penting sekarang kak Darko sudah pulang dari medan perang dalam keadaan sehat wal afiat.”

“Nenek, Izi sekarang punya ayah. Hore… Izi punya ayah…! Ayah, besok ayah harus temani Faizi ke sekolah ya? Biar teman-teman Izi tahu kalau Izi bukan anak haram.”

“Baiklah, tentu ayah akan menemani anak ayah ke sekolah. Ayah juga ingin tahu siapa orang yang berani mengganggu anak ayah yang baik ini.”

Darko berkata dengan lembut sambil membelai kepala Faizi dengan penuh kasih sayang.

Sementara itu Faizi yang sedang duduk di pangkuan Darko tentu saja sangat senang mendengar kesanggupan ayahnya untuk menemani pergi ke sekolah.

Setelah suasana rumah lebih kondusif, Angeline segera minta ijin ke semuanya untuk pergi ke dapur untuk memasak.

Sedangkan Darko asik bermain dengan Faizi setelah Angeline pergi ke dapur.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status