Share

Bab 3.

"Tidak semudah itu aku melupakannya karena aku sudah suka padanya ketika kami masih berusia belasan tahun."

"Yang benar saja, Kak?" Mata Naura membulat, dia berpikir jika Kenzo terlalu lama mencintai wanita itu. Akhirnya, dia pun hanya bisa mengusap pelan lengan Kenzo karena merasa prihatin.

"Tapi memang begitu faktanya, aku saja masih bingung kenapa bisa jatuh cinta padanya." Kenzo tersenyum masam.

"Ya Allah, padahal Kak Kenzo itu tampan dan mapan. Profesi bagus padahal baru satu tahun terjun langsung menjadi dokter. Apa mungkin wanita itu bodoh sampai tidak menyadari kalau Kak Kenzo mencintainya?" Naura sangat geram.

Kenzo malah terkekeh geli, bisa-bisa Naura mengatai dirinya sendiri begitu. Namun, ya ... wajar saja karena Naura tidak tahu kalau yang sedang mereka bicarakan itu dirinya sendiri.

"Seandainya wanita yang aku cintai adalah kamu bagaimana, Naura?" Kenzo menatap lekat mata Naura.

"Itu tidak mungkin akan terjadi, Kak. Berandai-andai saja aku tidak bisa, selama ini aku menganggap Kak Kenzo seperti kakak kandung sendiri."

Jawaban Naura mengecewakan hati Kenzo.

"Kak, kata orang lain wajah kita ini mirip?" Naura tersenyum.

"Sepertinya begitu."

"Kakak tahu tidak kalau selama ini banyak sekali orang yang mengatakan kalau kita mirip dan serasi. Bahkan, banyak temanku yang mengira kalau kita sepasang kekasih," Naura cemberut.

"Apa kamu mau mencoba menjadi kekasihku?" Kenzo bertanya sungguh-sungguh.

"Tidak, karena aku adalah adiknya Kak Kenzo."

"Bagaimana kalau suatu hari nanti aku menjadikan kamu sebagai istriku dan ibu dari anak-anakku?" Pertanyaan ini seperti sebuah lamaran yang sama sekali tidak romantis.

"Tidak akan pernah ada seorang kakak yang menikahi adiknya dan menghamilinya," jawab Naura tenang.

Kenzo diam karena sadar sepertinya memang tidak harapan untuknya mendapatkan cinta dari Naura yang terus menganggap dirinya sebagai kakak dan tidak lebih dari itu.

Mobil mereka telah berhenti di halaman rumah Naura dan mereka berdua turun lalu berjalan bersama masuk rumah itu.

"Kak Kenzo," teriak remaja laki-laki bernama Nathan yang merupakan adik Naura satu-satunya.

"Apa?" Kenzo mengangkat sebelah alisnya tinggi.

"Mama belum pulang, Nat?" tanya Naura pada asik kesayangannya itu.

"Belum, Kak. Mungkin sebentar lagi sampai rumah," jawab Nathan yang sekarang sudah duduk di sebelah Kenzo di sofa ruang tamu.

Orang yang baru saja dibicarakan langsung muncul. Hana baru saja masuk ke rumah dengan masih memakai jas dokter.

"Eh, ada Kenzo. Sudah lama di sini kamu, Nak?" Hana tersenyum ramah.

"Belum lama, Bibi." Kenzo tersenyum dan berjabat tangan dengan sangat sopan kepada Hana.

Bel rumah terdengar, Naura pun segara membuka pintu dan tersenyum ketika melihat Ihsan yang datang.

"Selamat malam, Naura." Ihsan menyapa sambil tersenyum ramah dan menawan, membuat jantung Naura berdetak sangat cepat.

"Malam, Kak Ihsan. Ayo masuk, Kak!" ajak Naura dengan sedikit gugup seraya membuka pintu utama semakin lebar.

"Terima kasih." Ihsan berjalan mengikuti Naura menuju ruang tamu.

"Kenzo, kamu di sini juga?" tanya Ihsan yang melihat Kenzo duduk dengan tenang di sofa ruang tamu.

"Iya, aku tadi bertemu Naura di restoran dan mengantarkan dia pulang." Kenzo penasaran kenapa Ihsan berkunjung ke rumah Naura.

"Kak Ihsan." Naura memanggil pelan.

"Ya?" Ihsan menatap Naura.

"Aku siap-siap dulu, ya?" Dia pamit dan meminta izin.

"Siap-siap? Memang kalian mau ke mana?" Hana menatap tajam Ihsan.

"Kami mau makan malam di luar, Bibi," jawab Ihsan ramah dan sopan.

Hana mengangguk tanda mengerti. Mata Hana tidak sengaja melihat raut wajah tidak suka dari Kenzo yang membuatnya mengerutkan dahi karena bingung.

Sepuluh menit kemudian, Naura kembali ke ruang tamu dan sudah terlihat cantik dengan balutan busana muslim dan hijab menutup dada dan riasan natural pada wajahnya.

Ihsan dan Kenzo sampai tidak berkedip ketika melihat wajah cantik gadis itu.

'Andai saja dia berdandan untukku dan mencintai aku. Pasti aku akan sangat bahagia, tapi semua itu hanya khayalan saja karena yang Naura cintai bukan aku.' Kenzo membatin.

Kenzo tahu kalau dia tidak pantas cemburu karena Naura hanya menganggap dirinya sebagai kakak. Namun, hati tidak bisa berbohong kalau tidak suka melihat interaksi Naura dan Ihsan.

"Ma, kita pergi dulu, ya?" Naura mencium tangan mamanya.

"San, tolong jaga putriku engan baik! Jangan sampai terjadi apa-apa padanya!" pesan Hana pada dokter juniornya

"Baik, Bibi." Ihsan tersenyum dan segera keluar dengan Naura.

Kenzo menatap kepergian mereka dengan mata menyorot sedih. "Bibi, aku juga akan pulang sekarang," pamit Kenzo.

"Kenapa buru-buru?"

"Nanti mama sama papa khawatir. Kebetulan hari ini Khanza ada di rumah juga," jawab Kenzo dengan senyum ramah.

"Baiklah, tolong sampaikan salam dari Bibi untuk keluarga kamu ya!" Hana menepuk pelan bahu Kenzo.

"Mama, apa aku boleh menginap di rumah Kak Kenzo malam ini?" tanya Nathan tiba-tiba.

"Boleh, Kenzo?" Hana malah bertanya pada Kenzo.

"Tentu saja boleh, Bibi. Nathan pasti mau bertemu dengan Kenzie adikku yang paling kecil."

"Kalau begitu Mama izinkan kamu menginap di sana. Tapi, kamu jangan merepotkan mereka, Nathan!" pesan Hana pada putra satu-satunya.

"Iya, Mama. Aku tidak akan merepotkan mereka." Nathan tersenyum senang karena mendapatkan izin. Nathan kemudian pergi ke kamar dan mengambil beberapa pakaian miliknya lalu mengikuti Kenzo keluar dari rumah itu.

"Nathan, temani aku mengikuti kakak kamu ya!" pinta Kenzo ketika mereka sudah berada di dalam mobil.

"Oke."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status