Share

Bab 4.

Kenzo terus mengikuti mobil Ihsan yang ternyata berhenti di sebuah restoran yang tidak jauh dari rumah Naura. Kenzo pun mengajak Nathan masuk dan duduk di pojok agar tidak ketahuan oleh Naura.

"Mereka duduk di pojok kiri sana." Kenzo memberitahu Nathan.

"Apa enaknya duduk di pojokan? Membuat orang curiga saja," komentar Nathan yang sebenarnya sama sekali tidak tertarik untuk berkomentar.

"Karena kalau dipojok itu sangat nyaman," jawab Kenzo dengan senyum simpul.

"Apa yang Kak Ihsan lakukan pada kakakku?" tanya Nathan ketika melihat Ihsan mendekatkan tubuhnya pada Naura.

"Aku juga tidak tahu." Kenzo menggeleng, hatinya terasa panas dan matanya tidak kuat lagi melihat keromantisan dua orang itu. Terlebih dia bisa melihat wajah Naura yang memerah karena perlukan romantis Ihsan.

"Ayo pulang saja, Nat!" ajak Kenzo yang tidak ingin melihat kemesraan mereka lagi.

Nathan mengangguk patuh dan mereka pun keluar dari restoran itu langsung menuju mobil. Lalu setelah sampai di parkiran, mereka langsung masuk dan mobil pun melaju dengan kecepatan sedang menuju kediaman Kenzo.

Sesampainya di rumah. Mereka keluar bersamaan dan berjalan santai menuju pintu utama.

Kenzo menekan bel dan pintu utama pun dibuka oleh seorang pelayan laki-laki yang sudah cukup tua.

"Silakan masuk, Tuan Muda!" Kepala pelayan mempersilakan mereka dengan begitu sopan.

Mereka mengangguk dan berjalan santai menuju ruang tamu.

"Kakak pulang membawa temanku," celetuk Kenzie dengan antusias, dia adalah adik laki-laki paling kecil Kenzo.

"Nathan mau menginap di sini katanya," jawab Kenzo seraya menepuk pelan bahu adiknya.

"Nathan, ayo pergi ke kamarku dan main PS!" ajak Kenzie karena jika mendekati hari libur dia diberi kebebasan bermain game sepuasnya. Kenzie itu baru kelas sebelas SMA, sama seperti Nathan.

"Oke." Nathan mengangguk dan pergi setelah berpamitan kepada Kenzo.

Sepeninggalan adiknya, Kenzo langsung berjalan menuju lantai tiga dan masuk ke kamarnya. Dia langsung membersihkan diri dan tidur setelahnya. Kenzo bangun untuk melakukan salat malam yang sudah menjadi rutinitasnya. Kenzo juga selalu menyebut nama Naura dalam setiap untaian doanya tanpa siapa pun ketahui kecuali dirinya dan Allah. Setelah salat malam dan berdoa, dia lanjut tidur dan bangun ketika waktu subuh lalu pergi ke masjid dengan semua anggota keluarganya yang laki-laki.

Pulang dari masjid, Kenzo memilih berdiam diri di kamar karena hari ini dia sedikit malas melakukan apapun. Saat dirinya baru saja keluar dari kamar mandi, dia mendengar pintu kamarnya diketuk dan disusul oleh suara adik perempuannya.

"Kak Kenzo, aku boleh masuk?" teriak adiknya dari luar kamar.

"Masuk aja, kamar kakak gak dikunci kok!" sahutnya yang sekarang sudah berganti pakaian dengan baju santai yang lebih santai. Kebetulan hari ini dia libur bekerja sehingga bisa bersantai di rumah.

"Kakak, aku kangen." Adiknya yang sudah masuk ke kamar tiba-tiba langsung memeluknya dengan erat dan menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya yang diakui sang adik membuat tenang.

Kenzo pun membalas pelukan adiknya tidak kalah erat dan mencium puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang.

"Kakak lagi ada masalah, ya?" adiknya mendongak, menatap wajah tampannya yang masih terlihat jelas kalau tidak baik-baik saja.

"Iya, masalah kantor." Kenzo berbohong. Namun, adiknya percaya karena memang biasanya saudara kembarnya itu murung jika sedang ada masalah di perusahaan.

"Kakak kenapa gak fokus sama satu pekerjaan saja? Kakak bisa kok cuma kerja jadi dokter." Khanza melepaskan pelukannya kemudian duduk di tepi ranjang Kenzo.

"Dua profesi itu sudah melekat dalam jiwa kakak. Kakak gak bisa melepaskan salah satu dari dua itu." Kenzo menyusul adiknya duduk.

"Kalau perlu bantuan. Tolong jangan sungkan bilang sama aku!" pinta Khanza perhatian. Adik kembarnya itu memang paling pengertian menurut Kenzo.

"Iya." Kenzo mengangguk.

"Sarapan yuk, Kak!" ajak Khanza menarik tangannya. Jujur, Kenzo selalu merasa menjadi seperti pasangan suami istri yang sangat romantis dengan adiknya.

Kini mereka bergabung di meja makan dengan keluarga yang lain. Mereka pun makan dengan tenang dan tidak ada yang bicara sewaktu makan. Setelah selesai makan, mereka mengobrol santai dan menikmati waktu bersama mumpung semuanya berada di rumah.

"Papa, aku sama Nathan mau main ke luar boleh?" Kenzie menatap papanya.

"Boleh, tapi jangan pulang malam!" ucap Ali, papa dari tiga anak.

Kenzie mengangguk, dia dan Nathan pun langsung berpamitan dan pergi.

"Khanza, besok kamu datang ke perusahaan Haris menggantikan Kenzo?" Ali menatap putrinya lembut.

"Iya, Papa. Habisnya Kak Kenzo gak mau datang cuma gara-gara besok jadwalnya padat di rumah sakit." Khanza menatap tajam saudara kembarnya.

Kenzo terkekeh karena Khanza menatapnya sengit. "Maaf, Sayang. Aku kan sangat sibuk," ucap Kenzo seraya mengusap pelan kepala adiknya.

"Kak Kenzo itu sibuk kerja terus, kapan mau punya istri?" celetuk Khanza kesal.

"Kakak kamu itu masih muda, Sayang. Mungkin dia belum kepikiran mau menikah. Bukan begitu, Kenzo?" tanya Arumi, dia adalah mama Kenzo yang sangat dicintai dan disayanginya.

Kenzo mengangguk pelan, wajahnya langsung berubah muram karena teringat Naura yang ternyata mencintai Ihsan. Ihsan itu sahabat Kenzo karena dulu mereka sama-sama kuliah di tempat yang sama walau beda angkatan.

"Aku pikir bukan karena masih muda, Mama. Sepertinya Kak Kenzo ini mencintai wanita secara sepihak," celetuk Khanza yang membuat Kenzo langsung menatapnya lekat.

"Jangan mengada-ada!" katanya penuh penekanan, padahal apa yang adiknya katakan tidak salah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status