Home / Romansa / Mencintai Kekasih Saudari Kembarku / Episode 1 (Tempat Baru Bia)

Share

Mencintai Kekasih Saudari Kembarku
Mencintai Kekasih Saudari Kembarku
Author: Kindi.da

Episode 1 (Tempat Baru Bia)

Author: Kindi.da
last update Last Updated: 2022-03-26 18:00:05

Bia membuka mata dengan perlahan. Suasana yang begitu sunyi tanpa ada seorang pun di sekitarnya. Terdengar di balik pintu, suara nyaring hak sepatu bolak-balik dari arah satu ke arah yang lain. Bia kini berada di salah satu ruangan rumah sakit swasta di Bogor.

"Krekk."

Tiba-tiba beberapa orang masuk ke ruangan Bia. Bia tidak terkejut, ia merasa pusing yang begitu hebat di kepalanya dan tak berani untuk bangun.

"Pasien sudah sadar, " ucap seorang dokter kepada kedua orang yang datang bersamanya.

"Bella, gimana keadaan kamu?" tanya seseorang yang terlihat 20 tahun lebih tua dari Bia.

"Bella siapa?" Bia tampak kebingungan.

"Ya kamu lah siapa lagi," jawab seorang yang lain. Kali ini terlihat laki-laki yang mungkin usianya sedikit lebih tua dari Bia. Entah dari mana lelaki tampan nan mempesona ini datang.

"Kamu siapa?" tanya Bia lagi semakin kebingungan.

Melihat Bia yang tampak linglung, kedua orang yang datang bersama dokter itu pun saling memandang penuh kebingungan.

Dokter pun mengambil alih. Mencoba menenangkan Bia dan bertanya dengan perlahan.

"Jadi nama kamu adalah Bella. Kemarin sore kamu mengalami kecelakaan di jalan sekitar puncak. Kamu ingat dengan siapa kamu pergi ke puncak dan untuk apa?" tanya dokter coba memulihkan ingatan Bia.

Bia hanya menggelengkan kepala. "Siapa yang ke puncak?"

Dokter pun tampak kebingungan. Ia mengisyaratkan kedua temannya untuk keluar ruangan lalu meninggalkan Bia sendiri. Sementara itu Bia kembali memejamkan matanya.

Setelah beberapa menit berjalan, dokter dan kedua orang yang mengenal Bia sebagai Bella itu pun sampai di ruangan dokter.

"Saat saya cek tidak ada luka yang serius, memang hanya luka ringan. Namun sepertinya ia mengalami anoksia atau kekurangan oksigen akibat berada di dalam mobil sehingga membuat ingatannya jadi pudar. Tapi saya prediksi ini hanya sementara, dalam waktu dekat ia akan kembali mengingat dirinya," jelas dokter.

"Baik, Dok. Kalau tidak ada yang serius apa Bella sudah boleh pulang hari ini? Kalau boleh biar kita bawa ke Jakarta." Dengan penuh harap, pria tua itu meminta ijin pada dokter untuk membawa Bia pulang.

Dokter pun menjawab. "Boleh, Pak. Pagi ini Bella sudah boleh pulang. Nanti saya catat resep obat yang harus dibawa pulang."

***

Bia masih terbaring lemas di atas kasur. Dua orang yang mengenalinya sebagai Bella itu kini kembali mengunjunginya.

"Bella, kata dokter tidak ada luka yang serius. Jadi sebentar lagi kita pulang ke Jakarta," ucap si laki-laki yang sedari awal begitu ramah pada Bia. Pria dengan pembawaan yang lembut namun tetap berwibawa. Ia terlihat begitu memperhatikan Bia. Berbeda dengan pria tampan yang berdiri di sebelahnya. Ia tampak cuek dan terlihat tidak begitu menyukai Bia.

Bia hanya mengangguk pasrah.

Terik matahari membakar tubuh. Membuat Bia semakin lemas. Siang ini Bia telah sampai di Jakarta. Ia turun dari mobil dan tampak raut wajahnya kebingungan ketika melihat sebuah rumah asing yang baru pertama kali ia datangi.

"Kita dimana?" tanya Bia pada kedua orang asing yang membawanya itu.

"Gausah banyak tanya, masuk aja, panas," ketus pria yang memang sedari awal terlihat judes.

"Dafa ... " tegur pria di sampingnya. "Saya harus pergi untuk mengurus masalah kecelakaan Bella. Dafa, kamu jaga Bella baik-baik, jangan lagi bersikap sok keras. Mengerti?" lanjutnya.

Pria yang bernama Dafa itu hanya terdiam sambil tersenyum kecut. "Hati-hati dijalan, Pak," ucap Dafa.

Masih dengan raut wajah kebingungan, Bia membuntuti Dafa yang berjalan dengan cepat masuk ke dalam rumah. Setelah sejajar dengan pria tinggi itu, Bia pun memulai percakapan.

"Ini rumah kamu?"

"Iya lah," jawab Dafa lagi-lagi dengan ketus.

Bia tersenyum sumringan, ia begitu kagum dengan keindahan isi rumah yang baru saja ia masuki. Walau rumah itu tidak berukuran besar, namun semuanya tertata dengan rapi. Aroma rumahnya pun khas, tampaknya terawat dengan cukup baik.

Dafa menghentikan langkahnya, Bia pun mengikuti. "Ini kamar kamu. Selamat istirahat," kata Dafa singkat lalu berbalik arah hendak pergi.

"Tunggu ..." ucap Bia spontan menghentikan langkah Dafa. "Kakak?" lanjutnya dengan nada penuh keraguan.

Terlihat di raut wajah Dafa tampak kesal mendengar Bia memanggilnya dengan sebutan 'kakak'.

"Siapa kakak kamu?" tanya Dafa sambil menatap Bia dengan tatapan tajam.

Bia pun semakin kebingungan. "Kalo bukan kakak, kenapa kita satu rumah? Atau jangan-jangan, kita suami istri?" Bia pun terkejut dengan ucapannya sendiri.

Mendengar tebakan Bia, kekesalan Dafa semakin memuncak. "Jangan ngaco, mending masuk kamar, istirahat biar cepet inget." Ia pun pergi meninggalkan Bia yang masih berdiri dengan mata melotot, memikirkan hubungan apa yang ia miliki dengan Dafa sehingga mereka tinggal dalam satu atap.

Bia memasuki kamar dengan perlahan. Ia melihat kamar yang sedikit berantakan, membuatnya melipat bibir.

"Ini kamarnya Bella?" ucap Bia. Berpura-pura hilang ingatan dan menjadi Bella adalah bagian dari rencana Bia.

Sejak kecelakaan itu terjadi, dan Bia melihat dengan jelas bahwa seorang pengemudi mobil yang bertabrakan dengannya memiliki wajah yang 90 persen mirip dirinya, membuat Bia penasaran dan mencari tahu lebih dalam. Sejauh ini rencananya berjalan dengan cukup baik.

Bia berjalan perlahan menuju meja rias. Ia melihat dirinya di dalam foto, bukan, bukan Bia, namun Bella. Siapa Bella? Mengapa ia memiliki kemiripan wajah yang hampir 100 persen dengan Bia? Bia tidak berhenti memikirkan Bella. Kepalanya yang belum sembuh dari luka pun kembali terasa sakit. Ia memutuskan untuk beristirahat sejenak, setidaknya untuk menghilangkan rasa sakit.

***

Bia terbangun dari tidurnya. Ia terkejut ketika tidak dapat melihat apapun di sekeliling, kini siang telah berganti malam. Ia pun meraba tembok berharap menemukan saklar di dekat tempat tidur.

"Yes, dapet," ucapnya ketika menyentuh saklar.

Bersamaan dengan lampu menyala, suara perut Bia berbunyi. Ia kelaparan lantaran belum makan apapun sejak siang hari. Terakhir ia makan adalah saat di rumah sakit di Bogor. Dengan menu makanan dari rumah sakit, Bia juga hanya mencicipi 2 sendok lalu berhenti memakannya.

Bia berjalan keluar kamar dengan lemas. Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 11 malam. Ia terkejut dan langsung mencari dapur. Dengan cepat ia menemukannya. Namun, sayangnya tidak ada menu makanan apapun di meja makan. Bia lesu, ia pun berjalan ke arah kulkas dengan harapan ada sesuatu yang bisa dimakannya.

"Cari apa?" suara yang sontak mengagetkan Bia. Bia membalikkan badan, setelah melihat Dafa berdiri 5 meter di depannya, ia pun mengelus dada. Rasa lega ketika yang dilihatnya adalah manusia bukan hantu.

"Laper," seru Bia sambil memelas.

Dafa berjalan mendekati Bia. Bia tersenyum sumringan berpikir bahwa Dafa akan memberinya makanan, namun justru Dafa melewatkannya. Dia hanya mengambil minuman kaleng di kulkas lalu pergi.

"Hei ..." teriak Bia begitu kesal dengan perilaku Dafa padanya. "Aku laper, kakak. Kakak gak masak?" Bia sengaja memancing emosi Dafa.

"Stop panggil kakak," balas Dafa dengan keras. "Bikin mie instan aja, biasanya juga makan mie instan," lanjut Dafa tanpa menoleh ke arah Bia. Ia pun pergi meninggalkan Bia yang masih kelaparan.

"Mie instan? Malem gini mau makan mie instan? Dia ga tau atau pura-pura ga tau kalo cewek ga boleh makan mie instan di malam hari," celoteh Bia dengan pelan.

Bia kembali ke kamar dengan wajah lesu. Ia hendak pergi keluar rumah untuk mencari makan, namun ia merasa sudah cukup malam untuk keluar. Ia pun memutuskan untuk tinggal di kamar. Beberapa menit terdiam, Bia menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya di bawah meja. Sebuah amplop putih tergeletak di lantai. Bia berjalan mendekati amplop itu, lalu tanpa ragu ia mengambil dan membukanya.

"Nomor siapa nih?" tanya Bia pada dirinya sendiri ketika melihat amplop tersebut hanya berisi 12 angka yang merupakan nomor telepon.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 20 (Rasa apakah ini?)

    Bia terdiam mendengar ucapan Dafa. Ia teringat bahwa besok adalah hari Jum'at, hari dimana Dafa akan berlibur dan menemani kekasihnya."Nemenin Selly?" Meski telah mengetahuinya, Bia tetap ingin memastikan bahwa pria di dekatnya itu akan meninggalkannya sendirian dirumah untuk bersama sang kekasih.Dafa mengangkat tubuhnya. Kini ia duduk berhadapan dengan Bia. "Gak takut sendirian?""Kan udah pernah," jawab Bia ketus, nampak tidak rela jika Dafa harus meninggalkannya sendirian.Dafa mengangguk pelan, "apa mau ikut?" tanyanya."Gila! Ngapain ngikutin orang yang mau pacaran. Mau jadi nyamuk? Ogah." Dafa berhasil memancing emosi Bia. Namun, hanya beberapa saat, Bia kembali berbicara pelan. Kali ini, nampak begitu serius. "Tapi kenapa sih, harus nemenin Selly tiap hari Jum'at? Emang dia tinggal dimana? Orang tuanya kemana?" tanya Bia mencaritahu lebih dalam tentang Selly.Dafa terdiam. Ia menyenderkan bahunya pada sofa. Seakan begitu berat untuk menjawab pertanyaan Bia. "Rumit." Satu kata

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 19 (Kini rumah terasa hangat)

    Bia membuat semua orang terkejut. Emosinya tak mampu lagi ia redam. Walau Bia memiliki pemikiran yang sama dengan Sandi, namun hatinya tetap sakit. Ia tak mampu menerima jika orang yang paling menyayanginya adalah sosok wanita tua yang jahat."Kenapa bukan?" tanya Dafa sambil memutar kursi mengarahkannya pada meja Bia. Bia memandang Dafa dengan mata yang sedikit memerah."Kayanya kita jangan berprasangka dulu deh," ucap Yoga menengahi.Sandi mengangguk, "ya, semoga aja bukan."Bia perlahan mengontrol emosinya. Matanya pun jernih kembali. Menarik nafas lalu mengeluarkannya secara perlahan.***"Bia yang awalnya menjalankan peran dengan sangat baik, kenapa sekarang mendadak ceroboh?" tanya Dafa. Di dalam ruangan hanya tersisa Dafa dan Bia. Sementara Sandi dan Yoga pergi untuk makan siang.Bia melirik ke arah Dafa yang memandanginya sedari tadi, "menurut kamu apa mungkin Oma pelakunya?" tanyanya."Mungkin," jawab D

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 18 (Dafa akan membantunya)

    Ruangan begitu hening. Desir angin malam masuk melewati celah jendela, tak terasa menyentuh kulit Bia. Sekujur tubuh Bia menjadi kaku, ia bahkan tak berani untuk sekedar mengedipkan mata.Dafa berjalan mendekati Bia. "Bianca Lariza. Nama panggilannya Bia. Keponakan dari almarhum pak Tiar. Cucu dari Dahlia Rani, pemilik perusahaan kopi yang cukup besar. Berpura-pura menjadi Bella. Sementara Bella dimakamkan atas nama Bia. Apa tujuannya?"Dafa berhenti tepat di hadapan Bia. Sementara itu Bia masih terdiam kaku, ia tak memiliki keberanian untuk menatap langsung mata pria yang telah mengetahui rahasianya itu."Kenapa diam padahal punya sejuta pertanyaan di kepala?" tanya Dafa menekan Bia agar berbicara padanya.Bia menghela nafas. Diamnya tak akan merubah kenyataan bahwa Dafa telah mengetahui siapa dirinya. "Udah tau, kenapa selama ini diam aja?" tanya Bia perlahan melirik ke arah Dafa. Dafa tersenyum, "penasaran aja, sejauh mana Bia bisa be

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 17 (Dafa memanggilnya Bia)

    Perlahan genggaman tangan itu melonggar. Bia mengambil kesempatan itu untuk melepaskan tangannya. Ia pergi meninggalkan Dafa yang masih tercengang mendengar perkataannya. Tanpa sadar, air mata Bia terjatuh seiring dengan tetesan darah di tangannya. Tangan yang semula berada di genggaman Dafa itu kini terluka akibat jam tangan di pergelangan tangan Bia yang ikut tergenggam oleh Dafa.Di luar, Bia berpapasan dengan Sandi dan Yoga yang kini tengah kembali dengan membawa botol minuman bersamanya."Kamu kenapa, Bel?" tanya Sandi ketika melihat Bia berjalan sambil menangis. Bia tidak memperhatikan Sandi, ia berlari meninggalkan kantor."Tangannya berdarah," ucap Yoga saat melihat tangan Bia."Serius? Ayo masuk," balas Sandi dan segera memasuki ruangan.Sandi dan Yoga kembali ke meja masing-masing. Ruangan begitu hening. Baik Sandi maupun Yoga tak berani bersuara. Mereka hanya menatap satu sama lain. Sementara Dafa masih berdiri di dekat tembok

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 16 (Bertemu pacar Dafa)

    Bia berjalan memasuki kantor dengan wajah tertunduk lesu. Sedari tadi ia berpikir siapa orang di dalam rumah Oma yang berhubungan dengan Bella?"Makan dulu, Daf, keburu dingin." Suara seorang wanita terdengar begitu asing di telinga Bia. Bia pun mengangkat wajahnya. Ia melihat seorang wanita berada di sebelah Dafa. Duduk berdekatan tanpa sekat. Wanita itu membawakan sarapan untuk Dafa.Sementara itu, Yoga dan Sandi saling berpandangan. Mereka merasa canggung dengan situasi saat ini."Hai, Bel," menyadari kehadiran Bia, wanita dengan kulit putih itu mulai menyapa dengan senyuman.Dafa tampak membeku, ia tidak bergerak sedikit pun. Suasana yang memang cukup canggung, terutama untuk Dafa.Bia membalas senyuman wanita di dekat Dafa itu, "Hai," balasnya. Bia berjalan mendekati meja Dafa. Ia menarik kursi plastik di meja Sandi dan memindahkannya tepat di sebelah Dafa. Hal itu membuat Dafa semakin merasa sesak.Melihat Bia duduk dekat d

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 15 (Siapa yang menghubungi Bella?)

    Dafa beranjak dari sofa lalu pergi meninggalkan Bia yang masih ternganga mendengar perkataan pria berwajah dingin itu."Dia udah tau?" tanya Bia pada dirinya sendiri. Ia begitu bingung dengan kata yang terucap dari mulut Dafa. Apakah Dafa benar mengetahui bahwa wanita yang tinggal serumah dengannya bukan Bella melainkan Bia? Ataukah perkataan itu hanya persepsi Dafa semata?Bia memasuki kamar dengan wajah cemas. Ia tak ingin rahasianya terbongkar begitu cepat. Sudah larut malam dan Bia belum bisa tidur lagi. Matanya pun kembali segar, perkataan Dafa kini terngiang-ngiang di telinganya. Setelah cukup lama gelisah, gadis cerdik itu pun bereaksi. Bia menggeledah seluruh isi kamar Bella yang tak sempat ia cek sebelumnya. Entah apa yang dicarinya.Bia menemukan tumpukan struk di dalam laci meja rias. Ia melihat satu persatu isi struk belanja milik Bella."Mie instan? Kopi? Dari ratusan struk cuma isi mie instan sama kopi doang?" keluh Bia ketika meliha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status