Share

Bercinta

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-13 13:06:41

Aromaterapi yang bersumber dari diffuser menyeruak ke udara ketika Joandra membuka pintu rumah. Bukan dirinya, tetapi sang kekasih cantiknyalah yang menyediakan. Joandra hanya tinggal menggunakan apa pun yang Utami sediakan.

Utami geleng-geleng kepala ketika masuk ke kamar dan menemukan tempat tidur dalam keadaan berantakan. Utami mendekat lalu mulai membersihkannya.

“Sorry, Ta, tadi pagi aku nggak sempat beresin,” ucap Joandra sembari membuka jaket lalu menggantungnya di belakang pintu. Setelahnya laki-laki itu mendekat. Dipeluknya sang kekasih dari belakang. “Percuma kamu beresin, kan mau diberantakin lagi,” bisiknya seduktif di telinga Utami.

Gadis itu menggerakkan kepalanya, mencoba memandang Joandra yang saat ini memeluknya dari belakang. Lelaki itu menyambut dengan satu kecupan lembut di bibir Utami.

Utami membalikkan badan lalu membalasnya. Berciuman dengan Joandra tidak akan pernah membuatnya bosan.

“Dingin nih, Sayang …,” bisik Joandra di sela-sela ciuman mereka.

“Aku juga,” balas Utami lirih.

Tanpa melepas bibir mereka yang bertaut, Joandra menyanggah punggung Utami dengan tangannya lalu merebahkan gadis itu ke tempat tidur. Dia ikut berbaring di sebelah kekasihnya. Mereka berciuman dengan posisi berbaring miring berhadapan.

Kejadian tadi sore membuat pikiran Joandra terganggu. Jujur, dia hampir merasa stress. Namun bagi Joandra, Utami adalah pereda stressnya. Gadis itu obat dari segala penyakitnya.

Selagi bibirnya memagut, tangan Joandra menelusup masuk ke dalam baju Utami lalu meraba jengkal demi jengkal di atas permukaan kulit gadis itu. Ketika menemukan apa yang dicarinya Joandra meremasnya lembut.

Utami mengerang di dalam mulut Joandra. Remasan kekasihnya itu di  payudaranya menimbulkan sensasi nikmat yang membuatnya menginginkan lebih. Joandra memang sangat pandai mencumbuinya.

Tiba-tiba saja Joandra menghentikan remasannya sembari memisahkan bibir mereka yang membuat Utami seketika merasa kehilangan.

Gadis itu menatap dengan sorot ‘kok berhenti?’.

Joandra sangat mengerti makna tatapan itu. Joandra lalu mengulum senyumnya. “Mau lanjut atau udahan?” godanya.

“Tuh kan becandain aku lagi.”

“Aku kan cuma nanya.”

“Ya lanjutlah, masa udahan,” jawab Utami tersipu. Pipi mulusnya merona. Kulitnya yang putih dengan mudah menampilkannya. Ekspresi yang sangat disukai Joandra.

Joandra tertawa pelan lalu bangun dari posisinya. Lelaki itu membalikkan badan Utami agar berbaring telentang. Tangannya meraih ujung baju Utami lalu menaikkannya ke atas. Utami membantu dengan mengangkat tubuhnya agar Joandra jadi lebih mudah untuk melepaskan bajunya hingga hanya menyisakan bra berwarna hitam sebagai penutup dada.

Joandra tidak membuang waktu sedetik pun. Lelaki itu segera membenamkan muka di belahan payudara kekasihnya. Dia menghirup dalam-dalam aroma parfum serta bau tubuh alami Utami yang sangat disukainya.

“Your scent is my favorite perfume, Ta …”

Telinga Utami menangkap dengan jelas saat Joandra menyanjungnya dengan penuh damba di sela-sela cumbuan lelaki itu di payudaranya.

Joandra yang tadinya hanya mencium belahan gadis itu, kini merangsek masuk setelah menyingkap cup bra yang masih menutupi bongkahan kenyal Utami.

Desahan tanpa kendali berloncatan keluar dari bibir Utami saat Joandra memainkan payudaranya dengan bibir dan lidah lelaki itu. Joandra tidak  butuh lama untuk membuat Utami basah. Tidak hanya di dadanya namun juga di bawah sana.

Merasa tidak leluasa karena bra yang masih melekat, Joandra menelusupkan tangannya ke punggung Utami lalu melepaskan kaitnya. Joandra dengan mudah menariknya. Kini dia bebas. Tubuh indah kekasihnya bagai hidangan terbuka yang disajikan untuknya. Joandra tinggal menikmati.

Joandra melumat payudara Utami dengan rakus. Seakan dia harus menghabiskannya saat ini juga.

“Jo … pelan-pelan …” Utami tidak tahan. Tubuhnya menggelinjang di ranjang. Cumbuan Joandra kali ini terasa lebih buas.

Bertahun-tahun menjalin kekasih dengan Joandra, Utami sudah sangat hapal. Jika kekasihnya itu bermain dengan sedikit keras artinya dia sedang ada masalah. Utami memahami jika Joandra sedang stress akan menjadikan dirinnya sebagai pelampiasan. Joandra jujur mengatakan itu. Joandra juga bilang stressnya hilang setelah mereka bercinta.

Joandra memang lebih pelan setelah Utami meminta. Namun bukan berarti lelaki itu berhenti. Meninggalkan dada gadis itu, Joandra menurunkan kecupannya menuju perut Utami. Jejaknya yang sensual tinggal di mana-mana. Salivanya membuat kulit Utami berkilat basah.

Joandra menjeda cumbuan saat bibirnya sampai di pangkal paha Utami. Dia mengangkat kepalanya lalu menurunkan G-string kekasihnya. Tidak butuh waktu lama untuk membuat Utami kembali mendesah. Begitu Joandra membenamkan muka di sela-sela pahanya, gadis itu kembali tidak karuan. Desahan penuh kenikmatan berlontaran tak beraturan dari mulutnya. Sedangkan tangannya mencengkeram rambut lelaki itu.

Semakin kuat cengkeraman Utami di rambutnya, belaian lidah Joandra di kewanitaan Utami juga semakin intens. Ini adalah bagian yang sangat disukai Utami. Ketika Joandra mencumbui, menyesap, dan menjilatinya di bawah sana.

Mereka tidak banyak bicara saat bercinta. Joandra lebih suka memberikan aksi ketimbang narasi.

Utami tidak menghitung entah berapa lama Joandra mencumbuinya. Dia hanya tahu tubuhnya melambung ke surga seiring dengan semakin kencangnya gelitikan lidah Joandra. Lalu tak lama setelahnya, Joandra sudah berada di atasnya. Bergerak lembut dalam irama penuh cinta hingga mereka sama-sama mencapai titik itu. Satu untuk Joandra. Dua untuk Utami.

“Please, Jo, kali ini jangan baca buku lagi. Aku nggak mau ngeliat kamu lebih manjain buku itu ketimbang aku,” ucap Utami memberi peringatan ketika Joandra merengkuhnya lalu menaikkan selimut menutupi tubuh mereka.

Joandra tertawa pelan lalu dibelainya pipi gadis di sebelahnya dengan buku jarinya. “Nggak akan. Malam ini khusus buat kesayangan aku.”

Segaris senyum tipis membingkai bibir Utami. Diliriknya Catatan Sang Demonstran yang tergeletak di nakas dengan tatapan miring, seakan baru saja mengalahkan seorang lawan.

Joandra memejamkan mata, namun adegan demi adegan itu melintas begitu saja tanpa dia kehendaki. Membuat hatinya gundah gulana. Padahal di saat-saat seperti ini Joandra ingin afterplay dengan Utami lalu tidur dengan tenang.

Tadi setelah aksi demo, Joandra kembali ke kantor. Setelah berunding dengan rekan-rekannnya mereka memutuskan untuk menempuh langkah hukum karena mereka gagal menggunakan pendekatan personal.

Sekarang Joandra galau sejadinya. Apa yang akan dia katakan pada Utami?

Bagaimana reaksi gadis itu jika tahu Joandra menentang ayahnya dengan menuntut perusahaannya?

“Jo …”

Mata Joandra kembali terbuka mendengar suara lembut Utami.

“Ya, Sayang? Mau lagi? Nanti ya, aku masih capek,” gurau Joandra,

“Ih, bukan itu.” Utami megerling malu.

“Jadi apa?”

“Kamu lagi ada masalah apa?”

Utami mengenal Joandra dengan baik. Buktinya gadis itu mengetahui jika saat ini Joandra sedang resah.

Joandra menghela napas dalam-dalam lalu melepasnya dengan perlahan. Kemudian lelaki itu mulai menceritakan ganjalan di hatinya.

“Ada perusahaan yang nggak mau bayar uang pesangon, jadi mantan karyawannya menuntut hak mereka. Tapi sialnya perusahaan itu sudah dibeli. Pemiliknya yang baru nggak mau bertanggung jawab dan melimpahkan pada yang lama. Padahal dengan membeli perusahaan tersebut artinya mereka mengambil alih segala tanggung jawab dari pemilik yang lama termasuk hak yang belum dibayarkan.”

“Setuju, seharusnya memang begitu,” jawab Utami sependapat. “Kok tega ya mereka?” sambungnya lagi.

Joandra tidak memberi jawaban. Ditatapnya kekasihnya dengan sendu. Andai saja Utami tahu kalau Joandra sedang menceritakan perangai orang tua gadis itu.

“Terus selanjutnya gimana?” Utami merasa penasaran. Meski tidak tertarik pada dunia yang digeluti Joandra, namun kali ini rasa ingin tahunya tergelitik.

“Karena nggak bisa pake pendekatan personal, aku terpaksa menuntut perusahaan itu melalui jalur hukum, Ta.”

“Good luck ya, Sayang. Semoga menang.” Utami membelai lembut rahang Joandra. Dia memang selalu mendoakan untuk kesuksesan kekasihnya. Utami mendukung dari belakang apa pun yang Joandra lakukan.

Joandra hanya bisa tersenyum miris.

Apa kalau Utami tahu dengan orang tuanyalah saat ini Joandra berlawanan, maka gadis itu akan tetap mendoakannya agar menang?

Bersambung~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bab 9

    Tiga pasang mata yang lain serentak memandang ke arah pintu menyaksikan aksi Utami. Di saat itulah Joandra menyadari bahwa kedatangannya tidak tepat waktu.“Aku mengganggu?” tanya Joandra setelah Utami berdiri tepat di hadapannya.Kekasihnya itu menggelengkan kepala.“Tadi dua kali aku cari kamu ke butik tapi kata Febi kamu nggak masuk, katanya kamu sakit kepala. Makanya aku ke sini. Masih sakit kepala?”“Udah agak mendingan,” jawab Utami. Dia berbohong karena nyatanya kepalanya bertambah sakit saat ini setelah mengetahui rencana papinya.“Tami, kenapa Joandra nggak disuruh masuk?” Terdengar suara Maudy menyela obrolan mereka.Utami terdiam dan hanya bisa memandangi wajah Joandra. Utami tidak ingin Joandra masuk lalu duduk bersama orang tuanya. Dia tidak ingin Joandra mendapat sikap kasar dari orang tuanya. Dia tidak mau Joandra tersinggung.Tidak mendapat respon dari Utami, Maudy langsung berdiri lalu menghampiri keduanya yang masih berdiri di sisi pintu.“Jo, ayo masuk, kenapa berdi

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bab 8

    Utami terbangun dan mendapati hari sudah gelap. Entah berapa lama dirinya tertidur.Tadi siang setelah menangis sepuasnya karena kesal, Utami ketiduran. Sambil menggeliatkan badan dijangkaunya ponsel di nakas. Tadi Utami sengaja mematikannya agar Joandra tidak bisa menghubungi.Apa yang dilakukan Joandra saat ini? Apa lelaki itu tidak merasa bersalah lalu mencoba menghubungi Utami?Ragu sejenak, Utami memutuskan untuk membiarkan ponselnya tetap mati. Kalau Joandra merasa bersalah dia pasti akan mencari Utami ke mana pun.Setelah mandi Utami turun ke lantai utama. Perutnya keroncongan. Dia ingin makan sekarang."Papi mana, Bi?" tanyanya pada pembantu yang sudah bertahun-tahun mengabdi di rumah itu."Ada di ruang tamu, Non. Sama Ibu juga.""Lagi ada tamu?""Betul, Non. Tadi tidak sengaja Bibi lihat saat mengantar minum. Orangnya cakep, masih muda. Sebelas dua belas sama pacarnya Non." Sang ART bertutur dengan muka penuh binar."Siapa dia, Bi?" tanya Utami penasaran."Bibi juga tidak tah

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bab 7

    Utami menahan air matanya agar tidak tumpah. Jalan raya di hadapannya tampak buram. Bulir-bulir bening berdesakan di pelupuknya dan siap jatuh kapan saja. Menyakitkan mengetahui Joandra lebih memilih pekerjaan dan prinsip yang dipertahankan sampai mati ketimbang Utami yang jelas-jelas adalah wanita yang dicintainya. Utami merasa kalah. Ia pikir selama ini dirinya adalah prioritas bagi Joandra. Tapi apa buktinya?Tadi saat Utami bergegas meninggalkan Joandra, laki-laki itu memang mengejarnya sambil memanggil namanya. Namun Utami yang terlanjur kecewa menggas mobilnya sekencang mungkin meninggalkan kantor Joandra. Kantor yang tidak layak disebut sebagai kantor. Tempat tersebut lebih cocok disebut sebagai gudang, ruangan tua tidak berguna atau apa pun yang menyimbolkan bahwa tempat tersebut sangat tidak tepat dijadikan sebagai tempat beraktivitas. Kecil, sempit dan pengap. Beberapa bagian dindingnya bahkan sudah terkelupas.Utami tidak mengerti pada kekasihnya itu. Di saat dia bisa menda

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bab 6

    Dengan cepat Joandra memandang ke arah pintu. Bibirnya melengkung memberi senyum. Ditinggalkannya tempat duduk lantas berjalan menyongsong kekasihnya itu."Kok nggak bilang kalau mau ke sini?" Joandra mengecup pipi Utami dengan perasaan sayang. Iya, Joandra memang sesayang itu pada Utami. Hanya Utami yang bertahan lama di hatinya. Bukan karena siapa dan apa yang dimiliki gadis itu. Tapi karena Joandra mencintainya dengan tulus.Namun kali ini reaksi yang didapatkannya tidak seperti biasa. Tidak ada senyum ceria atau kecupan balasan."Gimana mau bilang, dari tadi aku telfon kamu tapi nggak direspon."Joandra spontan meraba saku celananya dengan kedua tangan namun tidak merasakan ada ponselnya di dalam sana. Lelaki itu lantas berjalan menuju meja lalu mencari ponsel di dalam ransel. Benda itu ditemukan dalam keadaan silent. Ada banyak panggilan tak terjawab dari Utami."Sorry, Ta, sorry, ternyata tadi hpku silent." Joandra mengangkat benda tersebut lantas menunjukkan pada Utami.Utami m

  • Mencintai Musuh Ayahku   Tidak Mungkin

    Dengan refleks Utami mengangkat kepala mendengar nama kekasihnya disebut. “Apa, Pi? Joandra?” “Apa ucapan Papi kurang jelas? Pacar kamu itu melaporkan perusahaan kita. Dia ingin menghancurkan Papi!” beritahu papinya menggebu-gebu. “Nggak mungkin Jo mau menghancurkan Papi. Itu sangat nggak masuk akal,” bantah Utami menyangkal. Dia yakin sekali jika kekasihnya tidak akan melakukan hal konyol tersebut. “Kenapa tidak mungkin? Nyatanya itu terjadi. Dia menuntut perasaan kita agar nama Papi tercoreng, reputasi Papi rusak. Lalu setelahnya apa? Dia tertawa melihat Papi hancur!” Utami menggeleng-gelengkan kepala, tidak sependapat dengan pikiran sang ayah. “Aku nggak yakin kalau itu Jo, Pi. Apa untungnya Jo melaporkan Papi? Jo masih waras. Dia nggak akan mungkin melakukan hal konyol begitu.” Utami terus bersikukuh mempertahankan pendapatnya. Utami sadar betul dan tahu kekasihnya itu sampai ke akar-akar. Namun, Joandra tidak mungkin berlawanan dengan orang tuanya kan? Joandra tidak akan sen

  • Mencintai Musuh Ayahku   Berita Mengejutkan

    Utami baru saja turun dari kamarnya yang berada di lantai dua. Dia bermaksud pergi ke butik lalu beraktivitas seperti biasa. Suasana rumah sangat sepi kala gadis itu melintasi bagian demi bagian. Rumah itu memang selalu sepi. Selain dirinya adalah anak tunggal, kedua orang tuanya juga sibuk mengurusi pekerjaan masing-masing. Papinya dengan perusahaan yang beranak pinak. Sedangkan maminya dengan usaha franchise makanan yang semakin berkembang dengan pesat.“Iya, Feb, aku masih di rumah, kamu cek stok dulu, nanti kita bicarain.” Utami menjepit ponsel di antara telinga dan pundaknya sembari terus melangkahkan kaki.“Tami! Nggak sarapan dulu?”Utami memandang ke sumber suara. Ternyata maminya ada di ruang makan. Dia yang barusan memanggil Utami.Bukan hanya maminya, namun papinya juga ada di sana. Utami yang tadinya berniat untuk sarapan di butik mengurungkan niat tersebut lalu membelokkan langkah menuju meja makan.“Aku pikir Mami masih di Bandung. Kapan nyampe, Mi?” Utami tanyakan semba

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bercinta

    Aromaterapi yang bersumber dari diffuser menyeruak ke udara ketika Joandra membuka pintu rumah. Bukan dirinya, tetapi sang kekasih cantiknyalah yang menyediakan. Joandra hanya tinggal menggunakan apa pun yang Utami sediakan.Utami geleng-geleng kepala ketika masuk ke kamar dan menemukan tempat tidur dalam keadaan berantakan. Utami mendekat lalu mulai membersihkannya.“Sorry, Ta, tadi pagi aku nggak sempat beresin,” ucap Joandra sembari membuka jaket lalu menggantungnya di belakang pintu. Setelahnya laki-laki itu mendekat. Dipeluknya sang kekasih dari belakang. “Percuma kamu beresin, kan mau diberantakin lagi,” bisiknya seduktif di telinga Utami.Gadis itu menggerakkan kepalanya, mencoba memandang Joandra yang saat ini memeluknya dari belakang. Lelaki itu menyambut dengan satu kecupan lembut di bibir Utami.Utami membalikkan badan lalu membalasnya. Berciuman dengan Joandra tidak akan pernah membuatnya bosan.“Dingin nih, Sayang …,” bisik Joandra di sela-sela ciuman mereka.“Aku juga,”

  • Mencintai Musuh Ayahku   Wanita Penghangat Ranjang

    Tidak satu kali pun melintas di benak Joandra bahwa orang yang akan ditemuinya adalah Mahawira, calon mertuanya sendiri. Mana dia tahu kalau Mahawiralah yang membeli perusahaan tersebut. Namun bukan berarti membuat niatnya jadi surut. Sembari menepis keterkejutannya Joandra mengayunkan kaki mendekati pria itu. Dia duduk di kursi yang telah disediakan untuknya."Sore, Om, saya nggak tahu kalau Om yang membeli perusahaan ini." Itu kalimat pertama yang Joandra sampaikan setelah mendarat dengan sempurna di kursi."Tidak apa-apa." Mahawira tersenyum. "Mau minum apa, Jo?" sambung lelaki itu bersikap seakan sedang menyambut kekasih anaknya di rumah.Kedatangan Joandra jelas bukan untuk bertamu. Dia mewakili banyak suara yang menginginkan hak mereka."Maaf, Om, saya ingin membicarakan mengenai tuntutan para mantan karyawan. Mereka meminta agar uang pesangon dibayarkan. Dalam hal ini saya mewakili mereka untuk bicara," ucap Joandra sopan menuturkan maksudnya.Mahawira mengangguk-angguk yang me

  • Mencintai Musuh Ayahku   Kamu Adalah Buah Terlarang

    Tubuh bergelimang peluh itu saling melepas setelah tadi sama-sama memagut. Selanjutnya yang terdengar adalah desah napas yang terengah-engah bersama sensasi luar biasa yang mengantar ke surga dunia.“Capek?”“Sedikit,” pelan suara Utami saat Joandra bertanya sekaligus mengecup dahinya.Joandra tersenyum kemudian merengkuh wanita yang beberapa tahun ini dipacarinya agar berbaring di atas lengannya. Sementara tangannya yang lain menjangkau buku favoritnya—Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie—yang tergeletak di atas nakas. Buku itu sudah lusuh. Beberapa halamannya juga menguning. Terdapat beberapa lipatan di beberapa lembar untuk menandakan poin-poin penting. Sembari mendekap Utami, Joandra membuka halaman terakhir yang dibacanya lalu meneruskan bacaannya.Utami hanya bisa memandang dalam diam tingkah kekasihnya. Entah sudah berapa puluh kali Joandra menamatkan buku tersebut, tapi lelaki itu tidak pernah bosan. Setelah membaca keseluruhan isi buku itu sampai selesai maka Joandra

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status