Selama perjalanan banyak hal yang dia ingin tahu tentang Lena gadis pujaannya. Banyak pertanyaan yang diucap oleh pria tampan di balik kemudi itu, namun Lena menjawab dengan singkat. Membuat Argi semakin penasaran.
Tapi lumayan info yang dia dapet dari obrolan singkat itu. Dari obrolan itu, Argi jadi tahu kalau gadis itu suka nonton film, suka melihat konser. Dan itu nantinya yang bakal dipakai Argi sebagai senjata untuk mendekati gadis cantik itu. "Gi, turunin di depan gang aja ya, rumahku deket dari gang itu." ucap Lena sambil menunjuk kedepan jalan. "Btw, aku gak diijinkan mampir nih ke rumahmu?" Argi menepikan mobilnya di pinggir gang yang ditunjuk lena. "Ayahku galak Gi, aku takut dia marah karena pulang dianter cowok." Lena menoleh ke samping menatap cowok di balik kemudi itu. "It's okay, nanti lanjut di chat ya." Argi segera turun dari mobil, memutari Mobil membukakan pintu untuk gadis pujaannya. Lenapun keluar dari mobil menenteng tas ranselnya dan berpamitan pada pemuda itu. "Aku pulang dulu Gi, kamu hati-hati di jalan ya." Gadis itu melambaikan tangan dan melangkahkan kakinya memasuki gang menuju ke rumahnya. Argi masih berdiam di depan mobil sembari melihat punggung gadis pujaan menghilang dari penglihatannya. Berbalik kemobil, duduk di belakang kemudi sambil tersenyum bahagia karena sudah berhasil membuat gadis cuek itu untuk pulang bersamanya. *** Semenjak kejadian itu, hubungan antara Argi dan Lena terlihat lebih dekat. Dilihat dari jawaban Lena yang mulai sering menanggapi pesan yang dikirim oleh Argi. Dan semakin sering Argi membuat Lena pulang sekolah bersamanya. Tentu itu udah direncanakan Argi dengan bantuan sahabat gadis itu. Suatu hari Argi menyatakan cintanya pada gadis pujaannya, seperti biasa ketika mengantar pulang sekolah Lena, dengan sengaja Argi memperlambat laju mobilnya. Jarak sekolah dan rumah Lena cukup jauh 20 menit bahkan kalau macet bisa sampai 40 menit. Argi selalu berharap dalam hati, mudah-mudahan jalanan macet, biar makin lama waktunya bersama gadis itu. Dan harapannya terwujud, siang itu jalanan menuju rumah Lena macet. Argi menggunakan kesempatan itu untuk mengutarakan isi hatinya kepada gadis cantik yg duduk disebelahnya. "Lena.. boleh aku ngomong sesuatu?" Argi menatap sekilas ke samping ke arah gadis yang tengah duduk di sebelahnya, kemudian kembali mengarahkan pandangannya ke depan. "Mau ngomong apa Gi? Hmm?" tanya Lena mengalihkan pandangan ke pemuda di sampingnya. Dalam sekejap mata mereka saling beradu, tak lama Lena mengembalikan pandangannya ke depan menatap jalanan yang macet. "Aku sayang sama kamu, Lena." sontak membuat gadis di sampingnya menatap kearahnya lagi dengan wajah terkejut. "Maksud kamu?" "Ya, dari pertama kali aku udah jatuh cinta sama kamu waktu acara pensi bulan lalu. Kamu ingat?" Argi menoleh sesaat ke samping, memastikan bahwa Lena mengingatnya. Lena pun mengangguk, menandakan kalau gadis itu mengingatnya. "Tau gak, lagu yang aku nyanyikan di panggung waktu itu, itu aku tujukan buat kamu. Kamu wanita satu-satunya yang membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama." Argi mengembalikan pandangannya ke depan. Gadis disebelahnya masih diam tak bergeming. Dalam hati dia sendiri masih merasa bingung, karena ini pertama kalinya dia menghadapi situasi yang sulit seperti ini, lebih sulit dari mengerjakan soal aljabar di pelajaran matematika. Tapi dalam hati Lena, dia merasa senang punya teman dekat seperti Argi, pemuda ini asyik untuk diajak ngobrol, cuma kadang sifat romantisnya yang berlebihan, sehingga sering membuat Lena risih. Sering sepulang sekolah, ketika Argi menjemputnya di depan gerbang sekolah dia memanggil princess, tuan putri, bahkan menyatakan kekagumannya ketika masih banyak siswa-siswi lalu-lalang di depan gerbang sekolah. Lena yang belum pernah merasakan jatuh cinta, tidak bisa menerka perasaannya sendiri. Perasaannya terhadap pemuda di sampingnya yang saat ini sedang menyatakan perasaannya. "Lena, are you ok? Kok melamun?" Argi memulai obrolan yang sempat terhenti. "Kamu mau jadi cewek aku? Sungguh baru kali ini aku merasakan perasaan ini, aku selalu mikirin kamu, rasanya kangen tiap hari pengen ketemu." Terlihat lampu merah di depan, Argi mulai mengurangi kecepatan mobilnya dan menghentikan laju mobilnya. Argi menatap gadis pujaannya, diambilnya tangan kanan gadis itu dan diciumnya punggung tangannya dengan tulus. "Hmmm..." gadis itu hanya bergumam, dia pandangi lelaki yang mencium tangannya. Dalam hati dia berkata 'apa aku terima aja ya, lagian Argi baik,tapi apa baik itu cukup untuk membangun sebuah hubungan, tanpa adanya perasaan cinta di dalamnya. Cinta pemuda itu sungguh tulus, namun apa aku sanggup membalas perasaan tulus itu. Lagian gimana kalau ketahuan ayah, ayah pasti marah'. Argi kembali mengalihkan pandangan ke depan, lampu sudah kembali hijau. Namun tangan gadis itu masih digenggamnya. Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Hingga beberapa saat kemudian, mobil itu sudah sampai di depan gang rumah Lena. Argi mematikan mesin mobil, kemudian membawa telapak tangan gadis itu ke pipinya dan memejamkan mata. Lena hanya bisa merasakan ketulusan dari pemuda di sampingnya, tapi lidahnya kelu untuk mengeluarkan jawaban. Dia hanya terdiam. Ketika pemuda itu membuka matanya, Lena mengalihkan pandangan ke jendela samping. Argi membawa tangan gadis itu kembali ke sang pemilik, kemudian keluar dari mobilnya, lalu memutari mobil dan membukakan pintu buat gadis itu. "Silakan tuan putri." Lena hanya tersenyum mendengar panggilan itu. "Aku pulang ya Gi, hati-hati dijalan." ucap Lena sembari mempercepat langkahnya memasuki gang. Argi hanya tersenyum seperti biasa, senyuman manisnya yg menjadi senjata menaklukan kaum hawa. Walaupun Lena sudah berjalan masuk ke gang rumahnya, namun Argi masih setia menunggu, melihat sampai gadis itu menghilang dari pandangannya. Di tengah perjalanan, tiba-tiba gadis pujaannya menoleh dan tersenyum ke arahnya. Jantung Argi serasa berhenti berdetak, karena jarang sekali Lena menampilkan senyum indahnya itu, sungguh mahal sekali senyum gadis satu ini. Tapi hari ini benar-benar hari keberuntungan Argi, dia akan mengingatnya tanggal dan bulannya, meskipun tak ada jawaban dari Lena, namun dia yakin bahwa gadis itu tidak menolaknya. Argi membalas senyum gadis cantik itu seraya melambaikan tangan ke arah Lena. Melihat terus sampai gadis itu berbelok ke arah rumahnya. Dengan hati yang bahagia, dia menyimpan senyumnya, duduk di belakang kemudi. Lalu mulai menyalakan mobilnya dan melajukannya. ***Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m