Share

Bab 9

Author: Naiynana
last update Last Updated: 2025-10-10 12:51:11

“Hah?”

“Apa kamu tuli?”

Kalea mengerjap, lalu buru-buru bangkit dan berlari menuju mobil Hamish.

Pria yang selalu tampil perlente dan rambut tersisir rapi ke samping itu menyusul, lalu membukakan pintu mobil untuk Kalea. 

“Masuk!”

Kalea menurut, duduk kaku di kursi depan. Hamish pun masuk ke sisi kemudi.

“Besok mau sembunyi di mana lagi?” tanyanya dingin. “Apa kamu tidak lelah terus-terusan menghindariku?”

Kalea menelan ludah. “Apa selama ini Tuan tahu?” batinnya.

“Tapi… bukankah itu perintah Tuan? Tuan melarang saya menampakkan diri. Saya hanya menjalankan perintah Tuan.”

Hamish terdiam sejenak, lalu mengangguk pendek.

“Tuan… apa saya akan dikirim kembali pada ayah saya?” Kalea memberanikan diri bertanya dengan perasaan was-was.

Hamish menatapnya. Melihat wajah Kalea yang pucat dengan mata berkaca-kaca, ia memilih menjawab singkat.

“Tidak.”

Mendengar itu, Kalea langsung meniup napas lega sambil memegangi dada. 

“Lea,” ucap Hamish ketika mobil berhenti di halaman rumah. “Ikut aku ke ruang kerja sekarang,” imbuhnya, lalu turun lebih dulu.

Kalea menyusul kemudian. Meski tadi Hamish sudah berkata tak akan mengirimnya kembali pada sang ayah, tetapi tetap tak membuat rasa gugup juga tegang pergi dari dirinya.

“Tutup pintunya,” perintah Hamish saat Kalea sudah memasuki ruang kerjanya yang didominasi warna hitam. 

Kalea mengangguk. Gadis itu menutup pintu perlahan.

“Kemari.” Hamish duduk di sofa besar berwarna hitam. Punggungnya bersandar dengan kaki bersilang santai.

Kalea mendekat ragu. Benarkah ia diperkenankan duduk di dekat tuannya? Gadis itu bertanya-tanya.

Namun, tidak ingin membuat Hamish kembali kesal karena terus menunggu, Kalea maju ragu. 

Lalu, tiba-tiba Hamish menarik tangan Kalea, mendudukkan gadis itu di sisinya.

“Diam,” titahnya saat Kalea terus bergerak gelisah.

Hamish mengambil kotak obat, lalu meraih tangan Kalea. Ia membersihkan luka dan menempelkan plester tanpa banyak bicara.

Kalea terpaku. Tegang. Apa benar yang sedang mengobatinya ini Hamish Elias Adhirajasa yang terkenal tak berperasaan itu? Jantungnya berdetak kencang, bukan lagi karena takut, melainkan karena rasa asing yang bergelenyar hangat di dadanya. Ia menatap wajah pria itu tanpa kedip.

Alis pria itu yang tak tipis juga tak begitu tebal, hidungnya yang mancung, garis rahangnya yang tegas, dan juga bibirnya yang berisi. Sungguh, semakin dilihat, semakin patut diakui oleh Kalea bahwa Hamish adalah pria paling tampan yang pernah dia lihat.

“Jangan terpesona padaku,” ucap Hamish datar, meliriknya sekilas.

Wajah Kalea seketika merona. Ia menunduk dalam. Malu karena tertangkap basah sedang menatap Hamish sampai lupa berkedip.

Pria itu mendengkus, lalu bangkit pergi ke meja kerjanya. Tak lama, ia kembali dengan sesuatu di tangan.

“Gambarmu,” ucap Hamish menyodorkan selembar kertas ke hadapan Kalea.

Gadis itu terperangah. Itu adalah sketsa rancangan busananya saat kejadian di tepi kolam itu. Ia ingat meninggalkan kertas itu dan tak berani mencarinya lagi saking takut kembali bertemu Hamish. 

“Kupikir kamu hanya membual. Tapi ternyata kamu cukup berbakat,” ujar Hamish datar.

Lalu ia menyodorkan paper bag besar yang tadi dia bawa dari meja kerja.

“Ambil.”

“A-apa ini, Tuan?” Kalea mengintip isinya, lalu ternganga. Matanya perlahan berembun.

“I-ini… alat gambar…”

“Ya. Gunakan untuk mengasah kemampuanmu.”

“Untuk saya?” suaranya bergetar.

Hamish mengangguk singkat.

Sebulir air mata jatuh. Kalea mendekap paper bag itu erat-erat.

Ia sudah sangat lama memimpikan memiliki alat gambar sendiri yang lengkap dan mumpuni. Dan sekarang, peralatan itu ada dalam pelukannya.

“Kamu menangis? Kenapa menangis?” Hamish menatap Kalea yang diam-diam terisak.

“Saya bahagia sekali, Tuan. Terima kasih banyak.”

Hamish hanya menggeleng. “Kenapa kamu ini cengeng sekali?”

Hamish menatap pipi Kalea yang basah. Tangan kanannya terulur ingin menghapus air mata yang terus meleleh itu. Namun, tanpa diduga, tangan yang sudah maju itu malah disambut Kalea.

Gadis itu mengecup punggung tangan Hamish dengan takzim dan penuh penghormatan 

“Hei!” Hamish kaget, segera menarik tangannya. Ia tidak suka diperlakukan seolah sudah sangat tua.

“Terima kasih, Tuan. Tuan baik sekali. Tuan yang terbaik!” Kalea tersenyum lebar penuh semangat, bahkan membentuk tanda hati dengan jarinya.

Hamish tersenyum tipis. Rasa bersalah yang beberapa hari mengendap dalam hatinya perlahan terangkat. Meski kemudian, saat logikanya kembali terang ia bertanya-tanya, mengapa dia harus repot-repot seperti ini demi seorang gadis remaja yang jelas tak ada hubungan sama sekali dengannya?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Asri Asri
Aciiieeee.... Babang Hamiz udah mulaiii falling in love nih kayaknya ya meskipun tanpa babang sadari yaaaa
goodnovel comment avatar
Ummu Kholifah
semoga berhasil beneran jd desainer
goodnovel comment avatar
Endang Skw
semangat kalea mendesain bajunya ,,kan udah ada alat lengkap untuk menggambar ,,,pelan tapi pasti tuan Hamish udah mulai perhatian sama kalea
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 91

    “Apa kita tak berpamitan dulu pada Pak Elias?” tanya Kalea. Ia menonton Hamish yang sedang menutup koper kecilnya di ambang pintu flatnya.“Buat apa? Tak perlu!” jawab Hamish pendek.“Dan aku tak ingin kamu berkomunikasi dengan pria tua itu! Kalau dia menghubungimu, bilang padaku! Aku harus tahu apa saja yang dia bicarakan denganmu. Jangan meladeninya! Dan jangan pernah mau diajak bertemu lagi. Kamu hanya boleh menemuinya jika bersamaku!”Kalea mengerjap, tetapi tak ada pilihan selain mengangguk.“Pria tua bangka itu malah mau jadi duda, lagi! Sialan!” Hamish mengerutu. Kesal dengan status yang akan disandang ayahnya. Tak dipungkiri jika dalam dadanya tersimpan was-was ayahnya akan menggatal pada Kalea.Tentu saja kekhawatirannya itu bukan tanpa alasan, pengalaman di masa lalu sudah memberikannya trauma mendalam.“Kamu yakin akan membiarkan dua temanmu itu ikut mengantar sampai ke bandara?” Hamish berbisik pada Kalea, lalu melirik ke belakang, ke dalam ruangan flat. Di sana, Ginna dan

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 90

    Hamish mondar-mandir gelisah di depan kamar mandi. Kalea lama sekali di dalam sana. Membuatnya benar-benar khawatir.Ia tak bisa masuk untuk melihat keadaan gadis itu karena pintu terkunci dari dalam.“Lea, lagi apa? Kamu kalau kesulitan tak apa minta tolong padaku. Aku mau bantu.” Hamish mengetuk lagi pintu kamar mandi.“Kamu sedang sakit, Lea. Kamu jangan malu.” Pria itu tak putus asa. Sesekali menempelkan telinganya ke daun pintu.“Aku janji akan menutup mataku. Aku bukan pria mesum, Lea. Aku hanya mencemaskanmu.”Di dalam, Kalea memang kesulitan. Mengandalkan satu tangan dan tangannya pun tersambung ke selang infus. Ia harus dengan sabar melakukan segalanya pelan-pelan dan bergantian.Saat gadis itu menyelesaikan urusannya, ia keluar dengan bagian depan piyama yang basah dan selang infus yang berdarah karena terlalu banyak bergerak.Hamish menghela napas melihat Kalea. Tetapi tak banyak bicara.Pria itu hanya memeluknya dan mengatakan semua akan baik-baik saja.“Aku sudah menyuruh

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 89

    Langit seakan langsung mendung kelabu saat dokter menyatakan bahwa tangan Kalea memerlukan pemulihan hingga satu sampai dua bulan untuk kembali ke kondisi semula. Ada bagian syaraf yang terkena ujung pisau yang membuat fleksibilitas jari-jari Kalea terganggu. Dan itu artinya, Kalea tak bisa menggambar hingga selama itu.“Bagaimana project tugas akhir saya?” Kalea menatap hampa ujung ranjang pasiennya. Padahal ia tengah semangat-semangatnya.Ia juga sudah merencanakan banyak hal termasuk menyelesaikan kuliah di tenggat waktu yang sudah dirancang sedemikian rupa dari jauh hari. Ia bahkan sudah membayangkan hari wisudanya.Dengan tangan seperti ini, bagaimana ia mengerjakan semua tugasnya dengan baik dan tepat waktu? Bisa-bisa ia tak bisa lulus tahun ini bersama Ginna dan Brady.“Masih ada waktu sedikit lagi sampai tenggat akhir biar bisa ikut wisuda tahun ini. Kalau pun memang tak bisa, tak apa, Lea. Kamu masih bisa ikut wisuda tahun depan. Tak perlu terburu-buru. Yang terpenting tangan

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 88

    Mendengar pertanyaan Kalea, Hamish hanya mendengkus, lalu mencubit pipi gadis itu.“Aku lupa kalau kau juga perempuan. Perempuan senang sekali validasi, kan?” ucapnya, lalu menyimpan mangkuk di tangannya ke nakas.Ia menatap lekat Kalea. Keduanya pun bertatapan.“Kamu ingin tahu?” tanyanya, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu hingga hampir tak berjarak.Kalea sontak memundurkan kepalanya, tetapi dengan cepat tengkuknya ditahan oleh tangan Hamish.“Ya. Aku cemburu!” bisik pria itu dengan suara parau.“Cemburu sampai rasanya ingin kupatahkan tangan siapa saja yang berani mengusikmu. Cemburu hingga rasanya ingin kumusnahkan siapa saja yang berani menggodamu.”Kalea meremang. Matanya memejam dengan tubuh menegang. Embusan hangat napas Hamish membelai kulitnya dan ia bisa merasakan bibir lembut pria itu menyentuh ujung hidungnya.“Kamu … milikku. Hanya milikku,” bisiknya lagi dan perlahan bibirnya turun, mengecup ringan bibir Kalea yang mengatup erat.Hamish tersenyum, lalu mengec

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   bab 87

    Elias panik. Ia tahu betul tempramen anaknya. Memang, sebelas dua belas dengannya.Putranya yang pemarah itu tak ada bedanya dengan dirinya ketika muda. Mudah meledak dan tak segan melakukan apa pun untuk mencapai sesuatu.Dan ia yakin Hamish akan lebih parah lagi karena didorong rasa sakit dan dendam yang dipendam sejak lama.“Tidak, Hamish! Hentikan!” Elias segera mendekat dan mencekal lengan putranya. Ia pun menoleh pada Jordi, meminta pria itu untuk mencegah Hamish melakukan hal gila.Akan tetapi, Jordi hanya bisa menggeleng lemah. Suatu kemustahilan baginya meredam amarah Hamish jika sudah seperti itu. Yang ada, ia akan menjadi bagian dari kegilaan atasannya tersebut.“Jangan ikut campur! Perempuan itu sudah terlalu banyak berulah!” sergah Hamish.“Tidak! Tolong jangan main hakim sendiri! Ini urusanku. Bagimanapun dia masih istri sahku!”Hamish menoleh perlahan. Menatap Elias dengan api kebencian yang menyala.“Jika kau dan istrimu itu tak ingin kusentuh, tak bisakah kalian biark

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 86

    “Sabar dulu. Dengarkan dulu! Tak bisakah kamu atur sedikit emosimu yang meledak-ledak itu?” Elias berkata dengan tenang. Berusaha mendinginkan situasi.“Tidak! Aku tak bisa sabar jika itu menyangkut denganmu! Aku tak bisa menahan emosi jika itu ada sangkut pautnya denganmu!” balas Hamish dengan tajam.“Sekarang katakan! Kenapa Kalea sampai terluka? Kau apakan dia, hah?” Hamish benar-benar tak terkendali setiap bertatap muka dengan Elias. Dipaksa untuk tak emosi pun sangat sulit.Amarah yang sudah terlanjur tertimbun begitu lama membuatnya selalu ingin menyerang tiap kali melihat ayahnya dari dekat.“Tuan, tenang dulu. Lebih baik Anda lihat keadaan Nona Kalea dulu.” Jordi berusaha menengahi.Ia tak ingin ada pertumpahan darah lebih awal di rumah sakit.Hamish tersentak. Ia baru saja melupakan Kalea. Padahal ia begitu mencemaskannya dari sejak di perjalanan hingga sesak napas.Pria itu pun mendekati ranjang pasien dan Elias dengan cepat menyingkir. Tak ingin pergesekan mereka semakin me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status