Home / Romansa / Mengandung Benih Majikan Arogan / Chapter 5. Menikmati Tanpa Sadar2

Share

Chapter 5. Menikmati Tanpa Sadar2

Author: Razi Maulidi
last update Last Updated: 2025-04-29 12:28:49

"Hutang? Apa aku ada hutang sama Tuan? Hutang apa ya?" tanya Tina dengan polos.

"Iya hutang. Aku hanya bicara saja soal hutang dan kamu harus bayar. Jika tidak begitu maka kamu sudah di seret paksa olehnya." walau begitu Nathan tetap sabar memberi penjelasan padanya.

Padahal sosok Nathan begitu cuek dan tak peduli pada orang lain. Tapi, kenapa kali ini dia peduli pada Tina? Para pelayan pun pada heran semuanya. Ibunya dan ayahnya juga pada heran padanya. Ada apa ini?

***

"Maaf Tuan. Kita punya rapat penting saat ini. Dan Tuan harus menghadirinya." ujar sekretaris nya.

Tanpa menjawab apapun, Nathan langsung melangkah menuju ruang rapat. Karena di kantor begitu sibuk, membuat Nathan jadi bingung. Sepulang kerja pun, Nathan tidak langsung pulang kerumah. Nathan malah mampir ke club di mana tempat teman temannya sudah menunggu dirinya. Kebiasaan. Jika Nathan sudah begitu pusing dan frustasi, dia selalu pergi ke club malam untuk memenangkan diri.

Bergaul dan membeli wanita itu sudah jadi kebiasaannya. Apalagi di sana, ada banyak wanita yang rela jual dirinya demi uang. Nathan sudah tak repot lagi untuk mencari wanita yang di inginkan.

Oh tidak! Nathan terlalu banyak minum. Nathan mulai kehilangan keseimbangan. Jalannya mulai goyang, penglihatannya juga mulai buram. Nathan melangkah keluar dengan langkah yang gontai. Entah apa malam ini membuatnya langsung ingin pulang tanpa menghabiskan malam dengan wanita-wanita di sana. Biasanya juga selalu langsung beli wanita untuk bermalam dengannya.

Lain dengan malam ini, Nathan bangkit dan keluar. Dia menuju mobil di parkiran dalam keadaan mabuk berat.

Begitu tiba di rumah, Nathan sudah di sambut hangat oleh Tina. "Hmm Tuan, bau sekali. Tuan habis mabuk ya? Makanya kalau minum itu jangan banyak banyak." protes Tina karena tidak tahan dengan baunya.

Tina pun memberikan air putih untuk Nathan. Mata yang sudah berat, tangannya segera meraih gelas berisi air putih itu dan diminumnya hingga tandas. Setelah membaringkan Nathan dan menyelimutinya, Tina hendak keluar dari kamar itu. Akan tetapi, tangannya di tahan dan di tarik paksa hingga jatuh di ranjangnya. Tangan yang kekar itu meraih dan meraba-raba tubuh gadis mungil itu. Hingga bertemulah kedua tangan itu pada puncak dua gunung kembar milik Tina. Terasa begitu kenyal, Nathan meremasnya dengan buas. Baju Tina di robeknya begitu saja oleh Nathan. Pria itu sudah tidak tahan, apalagi melihat wanita mulus di hadapannya.

Beberapa kali Tina memberontak. Namun, tenaganya kalah jauh di bandingkan dengan pria yang di atasnya itu. Tina juga memohon supaya di lepaskan. Namun, Nathan bukannya melepaskan gadis itu. Nafsunya semakin buas bak singa yang sudah mendapatkan mangsanya.

Sudah nasib Tina yang malang. Tidak bisa bergerak, tidak bisa berbuat apa-apa. Tina hanya pasrah dalam tangisan. Malam yang tak terduga, perawannya pecah di karenakan Nathan dalam keadaan mabuk. Tina hanya bisa menangis. Tubuhnya di penuhi tanda bercak-bercak merah bekas cupang yang di berikan Nathan.

Hancur sudah hidup Tina, lari dari ibunya dan dari perjodohan itu. Sekarang malah di nodai oleh majikannya sendiri. Apakah Nathan sadar sudah melakukan itu? Bagaimana cara bicara pada Nathan esok hari? Pikirannya campur aduk di penuhi dengan begitu banyak pertanyaan.

Begitu selesai hingga sampai klimaks nya Nathan ambruk tertidur pulas. Di tinggalnya Tina seorang diri yang menangis sejadi-jadinya dengan menarik baju bajunya untuk menyelimuti tubuhnya itu. Setelah puas menangis, Tina kembali memungut dan memakai kembali bajunya dan segera keluar dari kamar itu.

Begitu tiba di kamarnya, Tina kembali menangis dengan sejadi-jadinya. Suaranya pelan, agar semua para pelayan di kamar yang bersebelahan tidak ikut terbangun.

***

Keesokan harinya, Tina tidak terlihat di saat menghidang makanan untuk sarapan anggota rumah itu.

"Di mana Nathan? Dan di mana Tina?" tanya Nyonya Marissa.

"Tidak tau, Nyonya. Dari tadi pagi saya bangun non Tina tidak keliatan. Kayanya sih masih tidur Nyonya. Tuan juga masih tidur. Apa perlu saya bangunkan?" jawab bikin Ina sopan.

"Baiklah. Sekalian cek Tina juga ya,"

Marissa, selaku ibunya Nathan selalu di hormati semua orang. Ibunya berbeda jauh dengan Nathan yang arogan. Marissa lebih lembut dan baik hati. Biasanya dia tidak terlalu dekat dengan para pelayan rumahnya, entah kenapa dia di bawa begitu akrab dengan Tina. Terlihat begitu besar perbedaannya.

Bik Ina pun bergegas menuju kamar Nathan dan membangunkannya. Begitu melihat Nathan bangun bik Ina langsung keluar menuju kamar Tina. Ternyata kamar itu tidak di kunci, bik Ina langsung masuk dan duduk di sisi Tina.

"Non, bangun non. Tumben non bangunnya terlambat. Biasa non selalu bangun pagi hari, bahkan sebelum saya bangun." ujar bik Ina sambil menggoyangkan tubuh Tina.

"Astagfirullah non, kamu sakit? Badanmu panas kali non." kaget bik Ina bukan main begitu meraba tubuh Tina yang ternyata begitu panas.

"Maaf, bik. Aku hari ini tidak bisa bangun. Tolong minta izinku pada Tuan dan Nyonya Marissa ya." jawab Tina dengan suara serak.

"Udah non istirahat saja. Tunggu Bibi bawakan sarapan dan obat. Supaya kamu cepat sembuh."

Bik Ina pun segera keluar dengan tergesa-gesa.

Kembali ke Nathan. Begitu Nathan bangun, dia merasakan tubuhnya yang capek. Ketika dia hendak turun dari ranjangnya, dia mendapatkan bercak darah di sprei nya. Nathan melihat ke sekelilingnya begitu berantakan.

"Apa yang terjadi? Sama siapa aku semalam? Ahhh.. Aku tidak bisa mengingatnya."

Nathan mencoba untuk mengingat kejadian semalam, tapi dirinya tetap saja tak bisa ingat apapun.

Nathan langsung menuju kamar mandi yakni membersihkan dirinya. Tak lupa sprei itu juga dia bawa ke kamar mandi dan di cucinya. "Punya siapa ini? Bercak darah? Apakah dia masih perawan? Tapi, siapa yang aku gauli semalam?" begitu banyak pertanyaan yang menghantui pikiran Nathan saat ini.

Begitu Nathan keluar, matanya tajam menatap sekeliling. "Di mana Tina? Kenapa dia tidak membangunkan ku?" tanyanya dengan nada datar.

"Maaf, Tuan. Tina sedang sakit. Badannya sangat panas." ngadu bik Ina.

"Sakit? Apa dia sudah sarapan dan minum obat? Bawakan dia sarapan. Baiklah, aku akan menemuinya sebentar lagi."

Bik Ina mengangguk pelan dan langsung menuju dapur. Sementara, Nathan langsung mengambil makanan itu dan memakannya.pikirannya tidak tenang. Setelah sarapan Nathan langsung bangkit menuju kamar Tina. Di sana, Nathan melihat betapa terpuruknya Tina. Nathan juga nampak melihat bercak bekas cupang di lehernya Tina. Namun, gadis itu segera menutupinya.

"Tina. Bangun dan sarapan. Setelah sarapan dan minum obat barulah kamu bisa tidur lagi." ucap Nathan datar.

Ada rasa kepedulian di sana. Namun, ada juga rasa gengsian nya di sana. Mungkin memang sudah itu sikapnya yang angkuh.

"Maaf, Tuan. Hari ini aku tidak bisa membangunkanmu." jawab Tina dengan suara serak.

Tak berapa lama pun, bik Ina datang dengan membawa sepiring nasi dan segelas air putih beserta obatnya.

"Non. Mari sarapan dulu. Non juga harus minum obat, supaya non cepat sembuh." ujar bik Ina.

"Aku tidak mau makan bik. Letakkan saja di sana, jika lapar nanti aku makan." jawabnya dengan lemas.

Geram mendengar jawaban gadis itu, Nathan segera membangunkan Tina secara paksa. Posisi Tina duduk bersandar di dinding.

"Ayo, cepat makan!" hardik Nathan.

Tina hanya menatapnya lemas. Sedangkan bik Ina mengambil nasi dan nyuapin Tina sarapan pagi ini. Karena tatapan Nathan yang begitu tajam, mau tak mau Tina harus membuka mulutnya dan mengunyah makanan yang sudah masuk ke mulutnya.

Air matanya kembali di tumpahkan begitu saja. "Ya ampun non. Kenapa menangis? Kita hidup dalam perantauan memang seperti ini, ada susah, ada rindu. Ada sakit ada sehat." ujar bik Ina.

"Aku tidak apa-apa bik. Aku tidak merindukan siapapun. Toh, mereka sendiri yang sudah membuangku."

Bik Ina terdiam. Ada iba yang di rasakan nya. Bagaimana bisa gadis semuda ini di buang keluarganya. Bagaimana bisa keluarganya berbuat begitu kejam padanya. Bagaimana bisa gadis nya yang masih begitu muda malah mau di jodohkan.

Bik Ina terdiam dan mengamati Tina lebih dalam. Kemudian bik Ina mengelus punggung Tina dengan lembut.

Bersambung...

Penasaran? Yuk lanjut baca Bab berikutnya...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Strawberry
Habisss, lanjut Kakak....bikin emaknya Tina kapok entar
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 24.

    Keesokan harinya, paman pulang kerumah dengan tatapan kosong. "Ada apa pak? Kenapa begini, bapak sakit?" Tanya bik Seri yang panik melihat kondisi sang paman. "Dimana Tina?" "Mereka masih di kamar. Kenapa pak?" "Mereka harus kembali pulang saja. Tidak ada guna juga tetap disini. Salma masih tidak berubah terhadapnya. Uang segalanya di depannya. Dasar serakah!" Dengan emosi yang mendalam, mata yang memerah, rahang mengeras, dengan tangan meninju. Paman mengepal kuat tangannya. "Sudah, jangan marah-marah dulu. Belum sarapan kan? Sana sarapan dulu biar tenang." Memang dari dulu dulu istrinya itu paling mengerti dirinya dan paling mudah untuk menenangkannya. Sang istri tidak takut sedikitpun padanya walaupun saat ia sedang marah. *** Kembali lagi ke Nathan dan Tina. "Lalu apa rencanamu?" Tanya Nathan datar. "Balik saja. Hari ini juga kita pulang." "Kenapa mendadak? Ibumu belum sembuh total dan masih dirumah sakit. Kenapa, nggak betah ya?

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 23.

    Tina menoleh sesaat lalu menunduk lesu. Tubuhnya yang gemetar perlahan membaik. Ia tak langsung menjawab, rasa takut masih menjalar di tubuhnya. "Ayo, istirahat. Kamu butuh banyak istirahat. Tidurlah." Tina sejenak termenung. Terkagum melihat sikap Nathan yang sekarang. Ada apa dengannya? Dan ada apa denganku? Tina langsung ikut merebahkan tubuhnya di samping Nathan. Namun, hatinya terus berdebar hebat tak karuan. Kini, Nathan malah berbalik lagi. Nathan tidur dengan menghadap langsung kearahnya. Tina semakin linglung dibuatnya. "Apa yang salah? Kenapa kamu?" Tanyanya dengan mata yang masih menatap lurus kearah Tina. "Apa maksudmu, Tuan?" "Entahlah. Apa yang kamu punya? Kenapa aku aku melakukan itu waktu itu? Kenapa aku harus menikahimu? Padahal begitu banyak cewek-cewek berkelas dan cantik yang selalu saja mengejarku. Tapi, kenapa kamu yang aku pilih?" "Kenapa kamu nanya itu padaku? Mana aku tau." "Apa mungkin karna anak yang tumbuh di rahimmu i

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 22.

    "Bik, siapkan barangmu juga. Kamu akan ikut dengan mereka." Bik Misna hanya bisa mengangguk pelan tanpa membantah apalagi bertanya. Tak lama kemudian, Nathan pun tiba di rumah. Ia melihat Tina yang sudah siap dengan barangnya begitu juga dengan pelayan mereka. "Cepat angkat ini ke mobil!" Titah Marissa lantang. Nathan memutar balek tubuhnya dengan malas dan segera mengangkat koper itu ke bagasi mobil. "Terimakasih, Tuan" Hmmm... Tina masih berdiri dengan alis mengerut. "Jawabannya begitu ya?" Sontak, Nathan segera berbalik menoleh menatap Tina dengan tatapan datar. "Capat masuk. Katanya terburu-buru." "Nathan. Langsung di suruh masuk aja, pintunya tidak kamu buka bagaimana dia bisa masuk. Dasar kamu!" Hhhffff.. Lagi lagi Nathan hanya menghela nafas. Setelah 6 jam di perjalanan, akhirnya mereka tiba di rumah sakit Bhayangkara. Itu rumah sakit yang tidak jauh yang terletak di pertengahan kota dan desa. Tina langsung turun dan ber

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 21.

    Kakinya melangkah mantap menuju rumahnya. Semakin jauh ke dalam tampak rumah rumah sudah sunyi. Mungkin sebagian orang sudah tidur. Herlina membuka pintu rumahnya yang ternyata tidak di kunci. Ibu Salma sudah berapa hari ini tidak kelihatan di komplek desa. Namun, mereka juga enggan mencarinya. Begitu syok, Herlina mendapati ibunya dalam keadaan menggigil di dalam rumah itu seorang diri. Tubuhnya kusut, kurus kering. Herlina menangis sejadi-jadinya. Sama siapa ia harus meminta tolong? Jika semua orang desa ini mengucilkan dirinya. Hanya dua orang yang terlintas di hati Herlina yaitu paman dan bibinya. Dengan panik Herlina menelpon pamannya. Dia menceritakan kondisi ibunya pada sang paman. Mendengar kabar itu, paman pun segera datang kerumah bersama istrinya. "Kita harus bawa dia kerumah sakit, ayo." Mereka pun langsung mengangkut ibu Salma ke atas kereta yang ada. Hanya satu kendaraan yang ada, hanya paman yang ambil alih berkendara dan istrinya yang dudu

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 20.

    Sang paman melihat adik iparnya yang sering kali mencari makanan bekas dan juga sering kali mencuri makanan orang. Melihat adiknya yang sudah hilang akal membuat dirinya tidak tega. Masih ada rasa welas asih terhadap adik iparnya tersebut. Untung saja sang paman mengingat dua keponakannya itu, jika tidak dia sudah lama tidak sudi menjalin hubungan dengannya. "Ini, makanlah." Ibu Salma melirik kakak iparnya sejenak, lalu langsung menarik kantong makanan yang di bawakan sang paman. "Terimakasih kak." Air mata berlinang saat menyuapkan nasi ke mulutnya. Ternyata kakak iparnya masih peduli padanya. Dia tidak benar-benar dibuang. Ada rasa haru sekaligus malu terhadap kakak iparnya. *** "Bagaimana bang? Apa yang terjadi dengan Salma? Benarkah yang di bicarakan orang-orang?" Tanya istrinya dengan lembut. Namun hatinya merasakan kekhawatiran yang mendalam. "Aku sudah melihatnya. Keadaannya persis seperti yang di bicarakan orang-orang. Sudahlah. Biarkan saja sepert

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 19.

    Herlina malahan pergi.. Seminggu kemudian, kehidupan mereka terasa tenang. Tampak Herlina pun tidak pernah muncul lagi mengganggu mereka. Lalu, kemana Herlina menghilang begitu saja? Bahkan ibu Salma pun tidak tau kemana perginya Herlina. Walaupun sudah satu minggu mereka menikah, tapi Tina masih takut berdekatan dengan Nathan. Begitu pula dengan lelaki itu, ia pun tidak memaksa Tina dengan hasratnya. "Makan malam dulu, Tuan." Ujar Tina. "Kamu yang siapkan makanan ini?" Belakangan ini, dan malam ini, Nathan pulang larut malam. Bahkan dia masih belum makan. Ada apa? Kenapa dia belum sudah jam segini? Melihat hidangan makanan di hadapannya, Nathan langsung mengambil sendok dan menyuapkan nasi itu ke mulutnya. Selesai Nathan makan, ia malah beranjak pergi begitu saja. Hal itu membuat Tina menjadi kesel. "Sifatnya tak pernah berubah. Hargailah sedikit bantuan orang. Ini malah pergi gitu aja. Ihhh." Decak Tina dengan mood emosional. Begitu Tina selesai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status