Share

MENGANTAR PULANG

Alisa sengaja meminta maaf terlebih dahulu, karena tak ingin mendapat masalah lagi dengan Modi. Sudah cukup lelah hari ini ia menghadapi berkas-berkas yang Modi berikan. Alisa segera berlalu setelah tubuhnya berdiri tegak.

Modi mengernyit kemudian tersenyum smirk. 'Ternyata cepat juga dia akan takluk padaku. Sungguh aku sangat penasaran bagaimana jika wanita galak itu bergelut di atas ranjang,' batin Modi. Pikiran Modi jika sedang kacau pasti mengarah pada selangkangan wanita.

Alisa mulai mengotak-atik ponselnya untuk memesan ojek online. Baru saja ingin memesan malah ponsel itu habis batery. Sungguh sial hari ini yang dialami Ica. Sudah lembur sampai hampir tengah malam, belum makan, dan lagi harus mengalami batery ponsel habis saat urgent.

Hanya decakan kesal yang terucap dari mulut Ica. 

"Sedang apa kamu berdiri di situ?" Suara bass itu mengagetkan Ica yang sedang dalam kebingungan.

Ica berjingkat mendengar suara Bos Gendengnya itu. 

"Astaghfirullahaladzim." Bukannya berniat menjawab pertanyaan Modi Ica memilih beristighfar sambil tangannya mengusap dadanya. Kaget bukan main mendengar suara Modi yang cukup menggelegar.

Modi mengernyit mendengar istighfar yang dilakukan Ica. "Sedang apa kamu berdiri di situ?" Modi mengulangi pertanyaannya, walaupun mendengar Ica beristighfar jauh di lubuk hatinya ada sesuatu yang membuatnya bergetar. Namun, apa hal itu Modi pun tak mengerti.

"Mau pesen ojol, Pak Bos. Tapi ponsel saya mati. Maaf, Pak Bos! Saya mau ke pos satpam dulu, mau minta tolong agar dipesankan ojol."

"Siapa yang nyuruh kamu pergi?" Suara bass itu menggelegar seperti menahan sebuah kemarahan. Sorot mata yang tajam bagai Elang yang siap memangsa. Membuat aura malam itu semakin dingin dan mencekam.

"Kirain ngomongnya sudah selesai, Pak Bos. Saya pergi karena saya mau pulang, Pak Bos. Masa iya saya nginep di gedung kantor ini. Ponsel saya mati jadi ya mau minta tolong sama security untuk memesankan saya ojol," jawab Ica dengan sangat tenang walaupun sedikit merepet.

"Masuk!"

"Masuk kemana Pak?" jawab Ica yang bingung tak mengerti maksud ucapan sang Bos Gendeng.

'Dia ini otaknya beneran lemot atau pura-pura sih. Tapi sepertinya dia pura-pura deh. Mengerjakan laporan yang menumpuk dari aku aja dia cepat menyelesaikannya,' gumam Modi dalam hati.

"Icaaa … katanya Kamu mau pulang? Cepat masuk mobil!" teriak Modi yang tak tahan melihat Ica bergeming yang menurutnya pura-pura tidak mengerti.

'Huh'

Hanya helaan nafas Ica.

Ica berjalan menuju mobil sambil menggerutu, "Dasar bos gendeng! Ngajak pulang bawahan ga bisa apa ngomong baik-baik. Macam kasih perintah kerjaan mulu." 

"Ica gak usah ngedumel terus. Saya mendengar seluruh ucapanmu," ucap Modi yang sudah ada tepat di belakang tubuh Ica.

Ica kembali berjengit kaget. 'Ya ampun, ini bosku macam setan di film horor aja yang senengnya ngagetin orang,' gumam Alisa dalam hati.

Modi yang melihat Ica bergeming pun memutuskan masuk terlebih dahulu ke dalam mobil terlebih. Ica pun akhirnya masuk di jok depan mobil yang membuat Modi protes kembali.

"Kenapa kamu duduk di depan, Ica?" Pertanyaan Modi lolos begitu saja, saat melihat wanita itu lebih memilih duduk di samping Wira dibandingkan dirinya. Padahal selama ini jika Siska, sekretaris yang pertama pasti memilih duduk di sampingnya dan tidak mau duduk di samping Wira, dengan berbagai alasan.

"Mohon maaf, Pak Bos! Kalau saya duduk di samping anda, rasanya tidak sopan karena saya sadar menumpang," ucap Alisa dengan penuh penekanan. "Dan juga kasihan Pak Wira nyetirnya ga ada yang nemenin."

Mata Modi terbelalak mendengar ucapan Ica. Sungguh ia sangat tak mengerti jalan pikiran wanita itu. Jangan-jangan wanita itu menyukai Wira. "Terus kamu gak kasian sama saya, kalau saya hanya sendiri di jok belakang?" sindir Modi.

Wira yang melihat keduanya sedang berdebat kecil pun hanya menahan tawa juga  senyumnya. 'Sepertinya memang benar Bos menyukai Ica. Walaupun Bos belum mengetahui jika Alisha itu adalah wanita yang berada di depannya saat ini,' batin Wira.

"Kalau Pak Bos mah enak. Kan ada ponsel kalau jenuh. Lah kalau Pak Wira  jenuh trus ngantuk nyetirnya karena tidak ada yang mengajak ngobrol. Bisa-bisa nabrak gimana? Apa lagi ini sudah malam juga kan?" Penuturan Alisa membuat Modi mendelik sebal.

"Alasan. Ngeles terus, bilang saja Kau menyukai Wira." Modi pun kembali fokus pada ponselnya. Mencoba mengontrol emosi kembali. Entah apa penyebabnya kalau dia tak menyukai kedekatan Wira dengan Ica.

Alisa mengernyit bingung melihat pria itu, seolah tak menyukai apa yang ia katakan. "Kalau saya menyukai Pak Wira, memangnya kenapa? Anda keberatan atau cemburu? Toh, saya juga mengganggu orang lain karena perasaan saya."

Netra Modi terbelalak sempurna. Ternyata benar jika wanita itu lebih tertarik pada Wira dibanding terhadapnya. Sebenarnya apa kelebihan Wira jika dibandingkan Modi. Tampan lebih tampan Modi. Tajir pun juga lebih tajir Modi.

'Ciiiit' 

Mobil berhenti mendadak sampai ponsel Modi jatuh ke bawah jok mobil. Bersamaan dengan pikiran Modi. Wira juga tak kalah sama terkejutnya sampai tak bisa fokus menyetir dengan benar.

"Wira, kamu bisa nyetir tidak sih?" tegur Modi yang sangat kesal terhadap dua orang yang berada satu mobil dengannya.

"Maaf Bos!" ucap Wira. Sesungguhnya dalam hati Wira merasa takut karena jika Modi marah bisa tamat riwayatnya. 'Aduh, kenapa nona Alisa berkata seperti itu, sih? Dari sorot mata si Bos juga ketahuan jika si Bos menyukaimu. Walaupun dia belum mengetahui siapa jati diri aslimu,' gumam Wira dalam hatinya.

"Ini semua gara-gara Kamu, Ica! Wira menyetir sampai tidak fokus. Sekarang pindah ke belakang! Tidak ada alasan itu ini dan tidak ada kata bantahan yang mau saya dengar!" Setelah berbicara demikian, Modi langsung mencari-cari ponselnya yang terjatuh.

Alisa dengan sangat malas, mengikuti permintaan bos yang dianggapnya gendeng. Walaupun mulutnya sedikit komat-kamit mengejek bosnya itu.

Modi yang melihat Ica menuruti keinginannya tersenyum tipis. 'Wanita ini manis juga kalau jadi penurut. Eh, tapi pertanyaan dia tadi kok berkeliling terus di kepalaku. Apa emang aku mulai menyukai dia ya? Tapi gak mungkin ah, jika aku menyukai wanita seperti dia,' batin Modi berkata.

Suasana semakin malam dan semakin hening. Wira sengaja mengantarkan Modi terlebih dahulu dibanding Ica. Wira ingin tahu, apa yang membuat Ica menutupi jati diri aslinya di depan Modi.

"Loh, inikan arah rumah saya? Kenapa Kamu mengantar saya terlebih dahulu, bukannya si sekretaris rese ini?"

"Rumah saya dan rumah Alisa searah, Bos. Jadi kalau nganter Alisa dulu yang ada saya harus bolak-balik dong, Bos. Besok saya harus cari Alisa lagi kan? Saya juga butuh istirahat Bos." Wira mencari alasan agar Modi tak ikut juga ke tempat Ica. Wira tak ingin jika nantinya Ica menyakiti Modi.

Modi mencari kebohongan dari tatapan Wira, tapi sia-sia karena Wira wajah Wira sulit di tebak.

"Ok, kamu antar Ica ke rumahnya. Tapi awas jangan sampai kalian pacaran dulu! Dan kamu Ica gak usah pindah tempat duduk di depan." Modi terpaksa mengatakan itu agar tak dicurigai tentang ketidaksukaannya dengan kedekatan Wira dan Ica.

"Hah!" Alisa terlonjak kaget dengan aturan Modi yang dia rasa suka mengada-ngada.

-----------------------

Assalamualaikum wr.wb.

Hai reader semoga suka dengan karyaku yang masih ecek-ecek. Mohon krisannya ya. Agar tulisanku jadi lebih baik.

Bersambung….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status