Share

Monika si dokter muda

"Hai, sayang!" sapa Monik saat melihat Juan yang ternyata sudah menunggunya di parkiran rumah sakit.

"Kok, gak masuk aja ke ruang praktek ku, atau nunggu di loby?" tanya tunangan Juan yang sudah hampir lima tahun bersama itu.

"Di dalam gak bisa ngerokok!" jawab Juan datar, sambil mengacungkan rokok yang kini sedang di hisapnyasambil berdiri bersandar ke body mobilnya, sejurus kemudian dia melempar puntung rokok di bawah kakinya dan menginjaknya dengan ujung loafer mahalnya.

"Ishh, masih aja merokok, gak sehat tau! Kamu mau nanti terkena kangker--"

"Apa kau masih mau memberi penyuluhan tentang bahaya rokok atau mau langsung pergi dengan ku?"

Tatapan Juan tajam dan dingin, membuat Monika mengatupkan mulutnya dengan seketika, sungguh dia tahu dan pahamsekali jika Juan bertunangan dengannya hanya karena paksaan orang tuanya, terutama hanya ingin menjalankan wasiat terakhir ayahnya saja, sehingga Monika Harus bisa terima dan bersabar meski Juan selalu bersikap dingin dan acuh padanya, mungkin bisa di katakan ini semua resiko yang harus di terimanya karena jatuh cinta pada pria yang sama sekali tak mencintainya, bukannya dia tidak tahu dengan kelakuan Juan yang selalu menghabiskan malamnya di klub dan tidur dengan wanita yang berbeda di setiap malamnya, hanya saja selama ikatan pertunangan masih tetap terjalin dia merasa sejauh apapun Juan berpetualang, akhir perjalannannnnya akan tetap bermuara padanya, karena dia yang akan menjadi istri nya kelak, sebuta itu memang cinta Monika pada Juan.

"Kenapa kau mengutus ibu datang menemui ku hanya untuk menyuruh ku menjemput mu dan mengajak mu kencan, makan atau apalah, itu namanya,!" kesal Juan di sela dirinya mengemudi, dia sungguh paham jika permintaan ibunya untuk menjemput dan melakukan kencan dengan Monika itu bukan semata keinginan ibunya, tapi atas keinginan Monika yang meminta bantuan ibunya untuk menyampaikan padanya, karena Monika tau kalau Juan hampir tak pernah bisa menolak permintaan ibunya.

"I-itu,,, itu karena aku tak pernah bisa menghubungi mu, kamu selalu sibuk, pesan ku bahkan tak ada yang pernah kamu balas satu pun." Cicit Monik lirih.

"Itu berarti aku memang sibuk, aku bukan pria pengangguran yang kerjaannya hanya memikirkan urusan cinta, jika kau pikir pekerjaan CEO itu seperti di novel-novel yang kau baca yang hanya mengurusi masalah cinta dan tak pernah bekerja, kau salah besar, sebagai pemimpin justri tanggung jawab akan lebih besar karena banyak nyawa yang bergantung hidup pada seorang pemimpin." Lagi lagi ucapan Juan terdengar sangat sinis dan dingin.

"Maaf, aku hanya rindu, rasanya sudah lebih dari dua bulan lamanya kita tidak pernah bertemu," sambung Monika.

"Monik, jika aku ada waktu, aku pasti akan menemui mu, tolong jangan buat hubungan kita jadi rumit!" raut wajahJuan mulai menegang.

"Tapi kapan? selama ini kamu tak pernah ada waktu dengan ku, jika bukan karena aku yang meminta mu untuk bertemu, kamu pasti tak akan mau, itupun harus melalui ibu mu agar kamu mau menemui ku, kita sudah hampir lima tahun bertunangan, dan rasanya hubungan kita tak pernah ada kemajuan sama sekali, kapan kamu ada waktu untuk sekedar makan atau jalan-jalan atau nonton dengan ku, semua waktu mu 7X24 jam sibuk untuk urusan mu sendiri!" Monika sudah mulai tak bisa menahan untuk tidak mengutarakan apa yang menjadi unek uneknya dalam hati selama ini.

"Sejak kapan kau mulai membuat aturan sepihak dalam hubungan kita seperti itu, dimana aku harus harus punya waktu untuk mu, harus menemani mu makan, jalan, nonton, omong kosong! Seharusnya kau tau dari awal seperti apa hubungan kita, bagaimana kita bisa bertunangan, tentu saja semua tuntutan mu pada ku yang seperti itu tak akan pernah terjadi, bahkan sampai kita menikah sekalipun, karena kau tau, aku bertunangan dengan mu bukan karena keinginan hati ku! Dsengan aku bersedia memenuhi keinginan orang tua ku saja itu sudah pengorbanan yang terlalu banyak buat ku!" ucap Juan, selalu kasar seperti biasanya, dia memang tak pernah bisa lembut dengan wanita manapun kecuali ibunya, entah mengapa, tapi itulah Juan!

Tentu saja Monika sudah sangat paham dengan segala sifat tunangannya itu, namun lagi-lagi atas nama cinta dia seolah menutup mata dan menutup telinganya, baginya Juan tetap pria terbaik dan harus menjadi suaminya apapun yang terjadi, bahkan dia siap menerima dan menahan perlakuan yang mungkin akan lebih dari itu jika kelak mereka menikah.

"Kenapa kesini, bukankah kita akan makan bersama?" protes Monika ketika menyadari ternyata kini mereka sudah berada di ujung jalan menuju rumahnya.

"Kau pulang saja, aku sudah tak mood untuk makan atau melakukan apapun dengan mu!"

"Tapi--"

"Cepat turunlah, ada hal penting yang harus aku kerjakan malam ini!" ujar Juan lagi dengan pandangan yang lurus ke depan tak sekali pun berkeinginan untuk menoleh ke arah sebelahnya.

Dengan berat hati, dokter muda anak dari seorang pejabat tinggi di kota itu turun dari mobil tunangannya, .

Sebenarnya dengan parasnya yang manis dan profesinya yang seorang dokter di tambah lagi dengan ayahnya yang seorang pejabat tinggi di daerahnya, membuat banyak sekali pria yang jatuh hati padanya, entah itu dari kalangan sesama dokter, ataupun dari kalangan pejabat muda kolega ayahnya, namun entah mengapa seorang Monika Padila malah rela menjatuhkan harga dirinya di bawah kaki Juan Alberth yang jelas-jelas tak pernah mencintai dan menghargai dirinya.

Mobil Juan melesat kencang meninggalkan pekarangan rumah mewah tunangannya, dia bahkan hanya mengantarkan Monika pulang sampai halaman rumahnya saja, tanpa berkeinginan untuk turun dan sekedar berbasa basi pada orang tua Monika, dia tak peduli jika nantinya tunangannya itu akan mengadu pada ibunya atas sikapnya ini, dia tak suka jika wanita mulai mengatur-ngatur hidupnya, apalagi itu hanya sebagai pasangan tunangan karena paksaan orang tuanya.

Tujuannya kini hanya satu, menuju klub dan menemui biduan klub yang kini sudah dia dapatkan informasinya dengan mudah dari pihak klub. Sebagai salah satu pemegang black card dari 20 orang yang memang menjadi tamu prioritas di klub itu, hanya mencari tahu tentang wanita yang mencuri perhatianya saat dirinya di labrak di ruang karaoke itu

merupakan hal yang sangat sepele.

"Erisa Kalista,,,!" gumamnya pelan sambil sesekali matanya melirik kunci mobil yang tempo hari di berikan padanya karena salah paham mengira dirinya lah yang memberi hadiah itu.

Kunci mobil itu itu benar benar akanmenjadi kunci dan jalan untuk nya bisa bertemu kembali dengan biduan cantik yang sungguh membuatnya sangat penasaran, bahkan bisa di katakan satu-satunya wanita yang berhasil membuat seorang Juan Alberth penasaran.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status