Benar apa yang dikatakan Aiko tadi pagi jika gadis itu akan tampil dengan sangat cantik sampai Aslan enggan untuk mengedipkan mata sekalipun. Pria itu tak mampu mengalihkan perhatiannya dari gadis yang kini berdiri di hadapannya dengan senyum tipis tersungging di bibirnya. "Sungguh ciptaan Tuhan yang sangat menawan," ucapnya dalam hati.
"Kau sangat cantik, Ma Cherie." Tatapan Aslan tak mau lepas sedetik pun dari Aiko.Aiko yang malam ini terbalut dalam gaun berwarna merah yang begitu pas di tubuhnya, memperlihatkan lekuk tubuh gadis itu yang membuat Aslan menelan ludah dengan kasar. Sapuan riasan tipis menambah kecantikan gadis itu berkali lipat. Ah! Rasanya dia bahagia sekali mampu mendapatkannya.Perasaan Aslan pada Aiko tidak pernah dia rasakan dengan wanita manapun sebelumnya. Bahkan dia tidak pernah terlihat berdekatan dengan wanita manapun, dia selalu menjaga jarak sampai orientasi seksualnya banyak dipertanyakan orang. Yang lebih parahnya beberapa orang bergosip miliknya tidak bisa bangun walaupun melihat gadis tanpa sehelai benang sekalipun di hadapannya.Ternyata itu bukan gosip belaka, milik Aslan memang tidak mau bangun dengan sembarang wanita. Pernah ada wanita berpakaian terbuka tiba-tiba duduk di pangkuannya saat dia berada di bar. Dia secara otomatis mendorong wanita itu sampai jatuh tersungkur di lantai dan menatapnya dengan jijik."Kenapa kau melamun?"Pertanyaan Aiko sukses membawa pikiran Aslan yang terbang entah kemana kembali lagi ke tubuhnya dan membuatnya sadar. Dia menyunggingkan senyum terbaiknya untuk gadis spesial ini."Maafkan aku, Ma Cheri. Kau terlalu memukau malam ini sampai aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darimu walaupun hanya sedetik. Aku pikir bidadari yang ada di syurga baru saja turun dan itu berwujud dirimu."Pipi Aiko bersemu merah mendengar pujian Aslan, pria yang usianya sudah memasuki kepala empat tapi terlihat begitu muda. Dia berdeham untuk mengurangi rasa gugup akibat pujian dari kekasihnya. "Apa kau baru saja makan gula? Kenapa bicaramu bisa semanis ini?"Aslan tergelak mendengar pertanyaan Aiko. Sungguh hanya gadis inilah yang mampu membuatnya tertawa. Itulah salah satu yang membuatnya bisa jatuh hati dari sosok di depannya ini.Aslan menghentikan tawanya dan memeluk tubuh Aiko. "Kau terlalu cantik, Ai. Sampai rasanya aku tidak ingin memperlihatkanmu pada orang lain, takut mereka terpesona olehmu. Aku ingin mengurungmu di kamar saja."Aiko merasa gemas terhadap kelakuan atasannya ini sehingga dia sengaja mencubit perut Aslan sampai pria itu melepaskan pelukannya. "Enak saja mau mengurungku di kamar! Kita belum menikah, lagipula perutku rasanya sudah sangat lapar.""Baiklah! Ayo kita berangkat sekarang," ajak Aslan pada akhirnya.Sebuah Lambhorghini warna hitam pun melesat membelah keramain kota. Kerlap kerlip lampu di malam hari membuat suasana semakin terasa manis. Apalagi menara yang menjadi kebanggan para warga Perancis sudah nampak di depan mata.Aslan sudah mereservasi sebuah restauran yang sudah dia atur sedemikian rupa untuk melakukan acara lamarannya malam ini. Di saku jasnya pun sudah ada kotak beludru kecil berisi cincin bertahta berlian, cincin dengan julukan The Pink Star Diamond itu sungguh sangat mewah dan berkelas yang akan dia persembahkan untuk gadis pujaannya. Dia berharap sebentar lagi bisa membawa pulang Aiko dan memperkenalkan gadis itu kepada keluarganya sebagai calon istri."Bagaimana? Apa kau suka tempatnya?" tanya Aslan takut Aiko tidak suka dan tidak nyaman terhadap tempat yang telah dia pilih."Aku sangat suka!" Aiko mengangguk seraya tersenyum lebar.Waiters datang dan mencatat semua pesanan dari Aiko dan Aslan. Sambil menunggu makanan datang, mereka menikmati pemandangan menara Eiffel dari jauh. Beruntung langit malam ini nampak cerah, seolah mendukung rencana pria itu untuk melamar sang kekasih.Aslan menggenggam tangan Aiko dan bertanya, "Kapan kau akan mengijinkanku untuk mempublikasikan hubungan kita, Ai?"Aiko menatap lembut ke arah Aslan seraya menggeleng lemah. "Entahlah, Aslan. Aku benar-benar belum siap. Aku malu karena statusku yang tidak sebanding denganmu, aku hanya gadis yatim piatu dan bekerja sebagai sekertarismu. Aku benar-benar malu kepada diriku sendiri yang sama sekali tidak berharga ini.""Bagiku kau sangat berharga lebih dari apapun. Status, jabatan dan kekayaan itu semua tidak ada artinya jika disandingkan denganmu. Aku sangat mencintaimu, Ai. Orang tuaku juga bukan pemilih dalam mencari menantu, asal aku suka dan bahagia, mereka pasti mengijinkaannya," ungkap Aslan berusaha meyakinkan Aiko."Tapi---""Sssttt ...," potong Aslan menghentikan Aiko berbicara dengan menyentuh bibir gadis itu dengan jari telunjuknya."Lebih baik kita makan dahulu. Lihat! Waiters sudah datang membawa pesanan kita," ujar Aslan mengalihkan perhatian Aiko.Seorang waiters wanita datang membawa makanan pesanan mereka. Sesekali waiters tersebut tampak mencuri pandang ke arah Aslan. Namun, pria itu sama sekali tidak merespon kepada waiters tersebut. Jangankan merespon, menoleh pun tidak.Aiko tersenyum manis saat waiters selesai menyiapkan hidangan mereka. "Merci beaucoup!"Waiters tersebut menundukkan kepala lalu mempersilahkan kepada mereka untuk menikmati hidangan sebelum pergi. Aiko dan Aslan segera menikmati hidangan mereka dengan sesekali pujian terlontar dari bibir keduanya karena rasa hidangan yang lezat. Tidak membutuhkan waktu lama bagi mereka untuk menghabiskan hidangan utama, kini mereka menikmati dessert sambil berbincang santai."Aku tidak menyesal mengajakmu kemari karena makanannya sangat lezat," ucap Aslan sambil mengulurkan tangan membersihkan sedikit noda saus di ujung bibir Aiko."Aku sangat berterimakasih kau mengajakku kemari, Aslan. Oh iya! Aku tidak melihat para anak buahmu. Apa kau tidak membawa mereka?" tanya Aiko sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.Aslan menyendokkan Tarte Tatin yang dia pesan sebagai menu dessert kedalam mulutnya sebelum menjawab pertanyaan Aiko. Tarte tatin adalah kue tradisional Perancis yang sangat klasik. Tarte tatin memiliki bentuk yang mirip seperti pie buah yang manis. Di Perancis, kue satu ini disebut sebagai kue tart apel dengan potongan buah apel di atasnya dengan lapisan karamel yang manis."Aku membawa mereka sedikit, itu pun aku meminta mereka jaga jarak cukup jauh agar tidak menganggu pemandangan kencan kita," jawab Aslan.Aiko hanya mengangguk tanda mengerti. Kemudian Aslan pamit kepadanya untuk pergi ke toilet sebentar, dia mempersilahkan Aslan dengan senyum manisnya. Pria itu segera bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkannya seorang diri.Aiko melihat sekeliling, suasana restauran tersebut cukup sepi hanya terdapat beberapa pengunjung di ujung sana. Padahal biasanya setiap hari restauran itu sangat ramai, bahkan untuk bisa makan di sana harus mereservasi terlebih dahulu. Tanpa diketahui oleh gadis itu, ternyata kekasihnya yang telah menyiapkan hal tersebut.Aslan tak masalah merogoh kocek sampai dalam hanya untuk kenyamanan dirinya bersama Aiko. Apa pun akan dia lakukan untuk gadis itu, sampai dia tidak mempermasalahkan asal usul kekasihnya yang seorang yatim piatu dan tidak memiliki apa-apa.Aslan menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di dalam toilet restauran. Dia ke sana hanya untuk menenangkan hatinya yang berdebar dengan sangat keras karena hendak melamar Aiko. Dia melihat tangannya yang gemetar dan dia menertawakan hal itu, bisa-bisanya dia tidak berdaya di hadapan sosok gadis yang mengisi seluruh hati dan jiwanya.Aslan menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan sebelum akhirnya dia memberanikan diri keluar dari toilet. Langkahnya terlihat mantap dan penuh percaya diri sampai beberapa wanita yang berpapasan dengannya akan menoleh kearahnya untuk mengagumi sosoknya. Namun, dia tidak peduli karena yang terpenting baginya adalah gadis bergaun merah yang sedang duduk manis menunggunya di ujung sana."Maaf ... Aku lama," sesal Aslan dengan sorot mata penuh penyesalan.Aiko menggeleng. "Tidak masalah."Aslan menyesap minuman miliknya sambil berbincang kembali dengan Aiko. Dia menanyakan seputar cita-cita dan keinginan gadis itu ke depannya. Ternyata kekasihnya ingin mengikuti sebelas festival musim panas terbaik di kota Prancis. Mereka juga membahas konser salah satu group musik yang mereka sukai yang akan diselenggarakan bulan depan."Ai!" Suara Aslan terdengar sangar lembut saat memanggil Aiko. Tangannya yang sedikit gemetar sudah merogoh saku dalam jasnya. Dia hanya tinggal mengeluarkan kotak beludru itu lalu meminta kekasihnya ini menjadi istrinya. Bukankah itu hal yang sangat mudah? Tapi kenapa dia rasanya gugup sekali."Aku, Aaaggghhrrr!"Aslan tiba-tiba memekik dan memegangi dadanya yang terlihat seakan pria itu tengah kesakitan.Aiko seketika menjadi panik dan berdiri menghampiri Aslan. "Aslan kau kenapa?"lOrang-orang di sekitar mereka segera menoleh ke arah sumber suara yang terdengar sedikit heboh. Beberapa orang termasuk pegawai restauran menghampiri Aslan dan Aiko. Sebagian dari mereka bertanya apa yang terjadi dan sebagian ada yang mencoba untuk mennghubungi rumah sakit terdekat."Uhuk uhuk!" Aslan terbatuk-batuk dan mengeluarkan banyak darah dari mulutnya.Orang-orang sangat panik, apalagi Aiko yang melihat kekasihnya menyemburkan banyak darah. Saat suasana sedang tegang dan panik tiba-tiba datang seorang pria berpakaian serba hitam menggunakan topi dan penutup wajah mendekat ke arah kerumunan. Pria tersebut segera menggotong Aslan tanpa bicara sedikit pun membuat orang-orang menjadi curiga."Siapa kau?" tanya Aiko penuh selidik.Pria berpakaian serba hitam menatap tajam Aiko seolah hendak menguliti gadis itu. Tatapan mengintimidasi bisa dia rasakan karena pria yang berpakaian serba hitam itu seolah ingin membunuhnya saat ini juga."Aku adalah pengawal pribadinya. Minggir kalian semua!"* Merci beaucoup = Terima kasihAngela hanya bisa menuruti permintaan James untuk masuk ke ruangan Aslan dan memberikan beberapa berkas yang harus dibaca dan ditanda tangani oleh atasannya tersebut. Sebelum mengetuk pintu, dia menempelkan telinganya terlebih dulu di daun pintu. "Kok sepi?" karena tidak mendengar suara apapun akhirnya Angela memberanikan diri mengetuk pintu ruangan Aslan sebanyak tiga kali. "Masuk." Suara bariton Aslan memberi perintah dari dalam ruangan. Angela membuka pintu dengan perlahan lalu dia pun masuk. Dia melihat gadis cantik yang datang tadi sedang berdiri tidak jauh dari atasannya yang sedang duduk di kursi kebesarannya. "Ada apa?" tanya Aslan menatap Angela. "Saya membawa beberapa berkas proyek dengan salah satu perusahaan yang ada di Inggris dan beberapa berkas lainnya, Tuan." jawab Angela. Aslan tahu berkas yang dimaksud oleh Angela adalah berkas yang sudah tertunda karena James yang terlalu lama dalam bekerja. "Tolong bawa kemari. Aku sudah lama meminta James mengerjakannya da
Mulai bab ini Aiko di panggil Angela ya... setelah Aiko berhasil masuk ke dalam perusahaan Del Piero, baik Ellen dan Leo menyarankan agar mengubur nama Aiko dan memulai semuanya dengan identitas barunya sebagai Angela Zhou. Hari ini adalah hari pertama masuk kerja bagi Angela dan Ellen. Kedua gadis itu memutuskan untuk bertemu di cafe dan sarapan bersama sebelum mereka berangkat ke perusahaan masing-masing tempat mereka bekerja. "Bagaimana menurutmu penampilanku, Angela?" Ellen berdiri dan menutar tubuhnya di hadapan Angela untuk meminta pendapat. Beberapa orang memperhatikannya, tapi tentu saja hal itu di abaikan oleh gadis itu. Angel mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum. "Sangat cantik dan sexy."Ellen tersenyum puas lalu duduk kembali dan mengunyah roti miliknya. "Aku yakin bisa mengelabui Gilbert dengan penampilanku ini, menghancurkan keluarganya dan mengambil data-data penting perusahaannya.""Sebenarnya aku merasa tidak enak padamu, Ellen." Angela memasang wajah send
Aiko telah memasukkan berkas surat lamaran pekerjaan di perusahaan Del Piero sebagai sekertaris. Beberapa hari kemudian, dia dipanggil untuk melakukan serangkaian tes dan juga interview. Sementara Aslan, dengan terpaksa dia menerima saran dari Leo karena memang banyak pekerjaan yang harus diurus dan sekertarisnya sekarang sudah kuwalahan menanganinya. Bahkan, Aslan sendiri juga ikut melihat proses interview yang dilakukan hari ini. Dia ingin melihat dan memastikan sendiri seseorang yang akan menjadi sekertarisnya harus sesuai dengan kriterianya. "Ada berapa banyak pelamar yang interview hari ini?" tanya Aslan pada ketua HRD yang ikut langsung dalam proses interview dan perekrutan sekertaris atasannya tersebut. "Ada dua puluh orang yang lolos untuk interview, Tuan. Terdiri dari lima belas orang wanita dan lima orang laki-laki," jawab ketua HRD. Aslan mengangguk mengerti. Ternyata lebih banyak wanita yang mendaftar dari pada laki-laki. Memang mencari sekertaris laki-laki yang meleb
Leo mengatakan jika besok siang dia ada janji bertemu Aslan untuk minum kopi di salah satu cafe. Aiko pun mengatakan keinginannya untuk melihat pria yang pernah ia sakiti itu, meski hanya dari jauh. Maka di sinilah Aiko, duduk di salah satu sudut cafe dengan Panna Cotta dan Chocolat Chaud yang telah dia pesan. Dia datang sebelum Leo dan Aslan sampai di sana agar tidak ada yang mencurigainya. Dari jauh Aiko dapat melihat Aslan. Pria itu masih gagah dan tampan seperti yang terakhir kali ia lihat dulu. Hanya saja garis lelah di wajahnya tetap terlihat baginya. Tanpa sadar dia pun tersenyum setelah melihat seseorang yang pernah ia tipu dalam keadaan sehat dan baik-baik saja. "Apa kau kurang tidur, Aslan?" tanya Leo saat melihat kantung mata Aslan sedikit menghitam. Aslan menyesap kopi miliknya. "Benar. Aku memang kurang tidur.""Kenapa? Apa masih selalu memikirkan Aiko?" goda Leo yang segera dapat lirikan tajam dari Aslan. "Kalau bukan itu, lantas apa?" tanya Leo lagi. Aslan menyan
~Satu tahun kemudian~Dua wanita cantik tengah duduk berhadapan di sebuah restaurant pada siang hari dipenghujung musim gugur yang indah. Daun-daun telah banyak yang menguning dan mulai jatuh diterpa angin yang membuatnya terbang dan berguguran. Dua wanita cantik tersebut datang ke sana bukan untuk menikmati makanan di restaurant itu. Melainkan mereka sedang mengamati gerak gerik seorang pria yang tengah melakukan meeting bersama seseorang. "Kau sudah siap, Ellen?" Ellen mengangguk mantap sambil ekor matanya terus mengawasi pria berjas hitam yang duduk tak jauh dari mereka. Meeting pria tersebut sepertinya telah selesai karena terlihat dari kliennya yang telah beranjak pergi dari sana. "Aku tidak sabar ingin membuat pria itu menderita. Dulu dia dengan beraninya hampir melecehkanku, sekarang aku akan membalas semua perbuatan yang telah dia lakukan padaku dan juga padamu," ujar Ellen yang sebenarnya telah menceritakan semua kepada Aiko alasan dia ikut dalam misi balas dendam ini. "
Satu bulan kemudian, tibalah hari pernikahan Gilbert Hugo dengan Rebecca. Pesta digelar dengan sangat mewah disebuah hotel berbintang lima. Pasangan pengantin tersebut tampak bahagia dengan senyum lebar yang selalu menghiasi wajah mereka. Tamu datang silih berganti memadati ruangan pesta, memberikan ucapam selamat sepada kedua mempelai pengantin secara bergantian. Baik itu tamu dari Gilbert yang berasal dari dunia bisnis, maupun tamu dari Rebecca yang berasal dari kalangan model dan selebriti karena wanita yang sekarang berstatus sebagi nyonya Hugo memang bekerja sebagai model. "Apa kau suka pestanya, Sayang?" tanya Gilbert kepada Rebecca yang sejak tadi bergelayut manja di lengannya. Mata berbinar Rebecca tentu sudah dapat mewakili apa yang dia rasakan saat ini. Dia pun mencium pipi suaminya dan berbisik di telinga Gilbert. "Aku sangat bahagia, Sayang. Aku sangat beruntung bisa menikah denganmu."Gilbert menoleh ke arah istrinya dan menatap lekat wanita itu. "Kau akan bahagia asal